Adhitia Sofyan – Stubborn Heart

Jun 23, 2023

Apa jadinya kalau Adhitia Sofyan meninggalkan gitar akustik yang sudah melekat dengan musik baladanya selama belasan tahun ke belakang? Album Stubborn Heart ini jawabannya.

Memasuki 15 tahun perjalanan, Adhit memutuskan untuk melakukan eksplorasi bermusik secara penuh. Tidak lagi menggunakan gitar akustik, namun ia melibatkan bebunyian overdrive pada gitarnya, musik yang upbeat, instrumen yang ramai, hingga meminimalisir musik balada yang kental.

Dalam mewujudukan aspek-aspek tersebut, Adhit dibantu Hendar Dimas Anggara (keys, synth), Tomy Vernando Felani (drum), Dhika Chasmala (violin), Radita Putri Charima (vokal latar), dan Rendi Kopay yang mengisi posisi bas. Rendy juga memiliki peran penting dengan menjadi produser album.

Kisah cinta dan segala dinamikanya tentu masih menjadi tema utama lagu-lagu yang dinyanyikan oleh sang solois. Ia secara spesifik menyampaikan, bahwa Stubborn Heart secara keseluruhan berpusat kepada sebuah hubungan yang rasanya tidak mungkin berlanjut ke jenjang yang lebih panjang. Hal ini meliputi perbedaan demografis hingga keyakinan.

Terdengar sedih memang, namun ia merayakannya dengan nuansa musik yang ceria. Coba dengarkan lagu kedua “I Can Take It” di dalam album sembari membaca lirik. Ceritanya tentang sosok pria yang rela menunggu lama mengalami berbagai rintangan demi pasangannya. Musiknya? Nuansa city pop dengan beberapa ketukan upbeat yang bisa menjadi teman untuk bergoyang minimalis.

Mirip-mirip dengan “I Can Take It”, lagu “Let Me In” juga mengisahkan tentang kegigihan seorang pria yang masih saja menunggu pasangannya. Salah satu lagu dengan tempo tersantai dan terminimalis di dalam album ini.

Sedikit tambahan informasi, Stubborn Heart menjadi album kesembilan (termasuk mini album) dari seorang Adhitia Sofyan di sepanjang kariernya. Terakhir kali ia merilis album, Songs from Your Stories di tahun 2021.

Di Stubborn Heart, sang solois masih menjaga kebiasaannya untuk menghadirkan materi-materi dengan penamaan kota atau tempat yang punya kesan mendalam baginya. Kini, Canggu dan India menjadi lanjutan, menyusul Jogja, Jakarta, Bandung, dan Adelaide.

 

Potret Canggu dan kenangannya diceritakan dalam “Canggu, January 2020” yang dinyanyikan Adhit dengan nuansa sendu mentok, sebuah anomali di antara lagu-lagu lain yang ramai instrumen, hanya ditemani dengan iringan piano yang senantiasa mengiringi lirik-lirik personalnya.

Sementara “Edge of India” cukup berbanding terbalik dengan “Canggu, January 2020”. Ia melibatkan bebunyian instrumen perkusi yang meriah sebagai latar musiknya. Hingga lagu terasa bisa menjadi penenang dalam renungan, sebelum akhirnya kembali melanjutkan kehidupan.

Apa yang Adhitia Sofyan lakukan untuk album baru ini patut diapresiasi. Seperti melihat ia mengenakan baju baru yang tampak cocok, usai berdiam cukup lama di ruangan yang nyaman. Sebuah kesegaran di deretan diskografinya, dan bukan tidak mungkin hal-hal yang ditawarkan bisa menjadi pintu bagi pendengar baru di luar sana.


 

Penulis
Raka Dewangkara
"Bergegas terburu dan tergesa, menjadi hafalan di luar kepala."

Eksplor konten lain Pophariini

5 Kolaborasi yang Wajib Disimak di Jazz Goes to Campus 2024

Jazz Goes to Campus akan digelar hari Minggu (17/11) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Tahun 2024 merupakan pergelaran ke-47 festival tahunan ini.     View this post on Instagram   A post …

Antara Musik, Visual, dan Sekitarnya (oleh: Sari, Rio, John, Mela, Ricky, Saleh WSATCC)

White Shoes & The Couples Company (WSATCC) dibentuk pada 2002 di kampus Institut Kesenian Jakarta di wilayah Cikini, Jakarta Pusat. Sari, Rio, Saleh menempuh studi di jurusan Seni Rupa dan Desain, sedangkan Ricky, Mela, …