Album yang Mengubah Hidup : Arina Ephipania (Mocca)

Dec 9, 2018
Arina Ephipania

Dalam musik, setiap orang yang menyukai musik tentu memiliki lagu bahkan album tertentu yang bukan hanya favorit, namun benar-benar mengubah cara kita berpikir tentang musik atau mempengaruhi dalam kehidupan dirinya secara signifikan, sebuah album yang mengubah hidup.

Minggu lalu kita sudah mendengar cerita menarik Danilla serta album Parachutes-nya Coldplay yang mengubah hidupnya, juga bagaimana Sir Dandy tak pernah bisa lupa dengan album Sore Tugu Pancoran-nya Iwan Fals yang turut berpengaruh kepada ekspresi bermusiknya, Iga Massardi dengan kenangan album Padi yang membekas di dirinya atau bagaimana Stella Gareth menemukan keindahan dalam rock progresif dari King Crimson.

Di edisi keenamnya, PHI mengundang Arina Epiphania dari unit indiepop Mocca untuk menceritakan apa album yang telah mengubah hidupnya. Apa album yang meninggalkan kesan abadi, album yang telah menyelamatkan dirinya.

Mari kita simak bersama.

Album Nikka Costa / dok. istimewa.

Sebagai bungsu dari 5 bersaudara saya lebih sering menampung daripada mencari referensi musik. Sejak usia 4 tahun saya sudah sering menyanyikan bohemian rhapsody dari queen walau liriknya dijamin 90% ngarang dan bahkan sudah tahu wujud dari kaset-kaset Yes dan Reo Speedwagon.

Saya sangat tergila-gila menonton televisi dan video, pada suatu hari saya menyaksikan film Annie (1982) dan mendengar lagu “Maybe” dan “Tomorrow” untuk pertamakalinya.

Sejak itu saya terobsesi untuk menghafal dan mempelajari kedua lagu itu dengan sempurna.. dan kebetulan salah satu kakak saya meminjamkan kaset “Song for children- Nikka Costa” dimana dia meng-cover lagu-lagu tersebut.

Ternyata selain dua lagu tadi seluruh isi album itu benar-benar meresap setiap sel-sel otak saya yang saat itu masih berusia 7 tahun.

Walau saya suka sekali menyanyi, saya sering merasa tidak percaya diri atas suara saya yang terlalu ‘polos’… namun setelah mendengar suara Nikka di album ini muncul secercah harapan.

Akhirnya sejak tahun 1985 saya mendengarkan album itu hampir setiap hari kurang lebih sampai tahun 2001 (Tentu saja setelah audio kaset ditransfer ke CD karena si kaset menyerah juga).

Tanpa album itu sepertinya saya tidak akan memilih profesi sebagai penyanyi. Terimakasih Nikka Costa Cilik! (Kalau sekarang sih.. nyanyian beliau beda buanget.. ya iya lah!

Penulis
Wahyu Acum Nugroho
Wahyu “Acum” Nugroho Musisi; redaktur pelaksana di Pophariini, penulis buku #Gilavinyl. Menempuh studi bidang Ornitologi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, menjadi kontributor beberapa media seperti Maximum RocknRoll, Matabaca, dan sempat menjabat redaktur pelaksana di Trax Magazine. Waktu luang dihabiskannya bersama bangkutaman, band yang 'mengutuknya' sampai membuat beberapa album.

Eksplor konten lain Pophariini

Juicy Luicy – Nonfiksi

Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …

Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana

Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu.     View this post on Instagram …