Aldrian Risjad – Jangan Padam
Mari bicara mengenai mimpi. Belasan tahun lalu, Nidji menulis lirik lagu yang hingga belasan tahun kemudian masih punya magisnya sendiri. Berbunyi, “Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia”. Lirik ini bisa ditemui dalam lagu “Laskar Pelangi” yang kadar suksesnya sama besar dengan sang film.
Menginspirasi? Bisa dibilang begitu. Bagi mereka yang di rentang waktu tersebut masih SMP, lagu menjadi semacam pemicu meneguhkan hati serta tekad untuk mewujudkan ragam mimpi. Walau akhirnya tidak ada jaminan keberhasilan. Saya bisa bilang seperti ini karena berada di daftar rombongan pemimpi.
Rasanya, Aldrian Risjad termasuk salah satunya. Solois kelahiran 1997 ini dengan berani menelanjangi diri sendiri beserta mimpi-mimpinya di dalam album penuh perdana berjudul Jangan Padam. Tema utamanya? Mimpi masa remaja yang akhirnya harus berkompromi dengan banyak hal seiring bertambahnya usia.
“Album ini memendam berbagai macam ‘pertaruhan’ dari segi kreativitas, dari segi emosi, dari segi personal, dan bahkan dari segi finansial,” tutur Aldrian melalui siaran pers yang semakin menegaskan, bahwa ia sengaja membeberkan cerita hidupnya di album.
Pembuktian Aldrian dalam album Jangan Padam bisa dibilang ambisius karena memuat total sepuluh judul lagu. Sebuah upaya yang patut diacungi jempol di tengah pertanyaan apakah kehadiran album penuh masih relevan atau tidak secara terus menerus.
Sepuluh lagu di album terdiri dari “Menang Jadi Abu”, “Metrik”, “Ingin Kembali”, “Jangan Padam”, “Bayang dalam Cermin”, “Berlari Pelan di Kota yang Cepat”, “Bukan Puncak Dunia”, dan “Pujaan Massa” yang rilis bersama Sun Eater sebagai naungan.
Selalu menarik jika mendengarkan lagu-lagu yang tema utamanya adalah seputar mimpi. Baik itu yang berhasil maupun nihil, dan tentu reflektif, rasa yang sama ketika saya mendengarkan keseluruhan Jangan Padam. Perpaduan tema dengan warna musik rock akhirnya menciptakan dua nuansa, yakni ceria dan depresif. Beberapa lagu mencuri perhatian, beberapa lagu biasa-biasa saja.
Salah satu yang paling menonjol adalah “Berlari Pelan di Kota yang Cepat”. Lagu ini punya tempo yang tidak sekencang lagu-lagu lain, cenderung murung, muram, bagaikan bercermin melihat diri sendiri dengan keseharian dunia kerja yang monoton dan melakukan segala cara agar tetap waras di tengah dinamikanya.
Sama halnya dengan “Bukan Puncak Dunia” yang memiliki rangkaian-rangkaian lirik reflektif sebagai sajian utama. “23 bukan puncak dunia / Gantung mimpi di udara harap kan terbang”. Apa yang sedang kalian lakukan di usia tersebut? Apakah sedang bertingkah pongah akibat merasa sudah melihat segalanya? Atau sudah mulai menata nafas untuk tidak terburu-buru akan hal apapun?
Lagu “Ingin Kembali” punya warna musik yang lebih ceria. Terdengar Aldrian lebih menonjolkan keahliannya bermain gitar di lagu ini melalui beberapa bagian solo di dalamnya.
Kebalikan dari “Ingin Kembali” dan lagu-lagu yang lain. Beberapa kali Aldrian malah bernyanyi dengan jangkauan vokal yang lebih tinggi di lagu “Samudra, Samudra”. Selaras dengan judulnya, lagu ini turut menghadirkan ambience debur ombak di antara musik yang minim instrumen.
Sementara lagu berjudul sama dengan album, “Jangan Padam” punya potensi untuk menjadi soundtrack film-film bertema sama atau bahkan iklan sebuah minuman energi yang pemeran utamanya tengah membutuhkan dorongan semangat. Dua menit terakhir yang intens menjadi alasannya.
“Bayang Dalam Cermin” didapuk oleh sang solois sebagai lagu penutup dan focus track album. Jika mendengarkan keseluruhan dari awal hingga akhir, lagu jelas menggambarkan bahwa sosok yang tengah bermimpi kini sudah menemui jawaban dari semua mimpi yang ia damba, yakni menerima kenyataan yang cukup pahit di perjalanannya.
Kembali ke beberapa paragraf sebelumnya, bicara tentang mimpi selalu menyenangkan dan reflektif. Album penuh perdana Aldrian Risjad ini menawarkan dua hal itu, tanpa menggurui pendengarnya akan ina-inu kehidupan.
Dan lagi, Jangan Padam akhirnya juga menjadi pembuktian salah satu mimpi Aldrian Risjad sebagai musisi, yakni merilis sebuah album penuh. Betul begitu?
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Di Balik Panggung Serigala Militia Selamanya
Seringai sukses menggelar konser Serigala Militia Selamanya di Lapangan Hockey Plaza Festival hari Sabtu (30/11). Bekerja sama dengan Antara Suara, acara hari itu berhasil membuat program pesta yang menyenangkan untuk para Serigala Militia tidak …
Wawancara Eksklusif Adikara: Bermusik di Era Digital Lewat Tembang-Tembang Cinta
Jika membahas lagu yang viral di media sosial tahun ini, rasanya tidak mungkin jika tidak menyebutkan “Primadona” dan “Katakan Saja” untuk kategori tersebut. Kedua lagu itu dinyanyikan oleh solois berusia 24 tahun bernama Adikara …