Antara Musik, Visual, dan Sekitarnya (oleh: Sari, Rio, John, Mela, Ricky, Saleh WSATCC)

Nov 8, 2024

White Shoes & The Couples Company (WSATCC) dibentuk pada 2002 di kampus Institut Kesenian Jakarta di wilayah Cikini, Jakarta Pusat. Sari, Rio, Saleh menempuh studi di jurusan Seni Rupa dan Desain, sedangkan Ricky, Mela, John belajar di jurusan Musik. Pertemuan dari kedua disiplin seni ini menjadi kombinasi unik dalam sebuah band. 

Masih bersama sebagai band hingga kini, pada Desember 2023, WSATCC merilis album kumpulan lagu-lagu pilihan dari periode 2005-2013 berjudul Topstar Collection dalam format piringan hitam lewat label Lamunai Records. Setiap personel selain nge-band bersama di WSATCC, masing-masing juga aktif bekerja di lingkup kesenian sebagai musisi, seniman, ilustrator, desainer grafis, guru, DJ, selektor musik, produser musik, penata musik film, fotografer, direktur artistik, dan penyelenggara acara. 

 

Topstar Collection WSATCC

 

Pada kolom Musisi Menulis ini masing-masing personel berbagi catatan singkat tentang proses kerja artistik, referensi, dan pengalaman dari balik panggung mereka selama ini.  

 

Rio Farabi – Identitas Visual untuk WSATCC dan Desain Album Pertama

Identitas visual pada sebuah karya musik sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari musik itu sendiri. Namun, ia sering kali dilupakan, bukan prioritas atau bahkan dianggap tidak perlu. Sehingga identitas visual ini secara artistik menjadi terlihat semu dan membuat musiknya menjadi cenderung tidak menarik. Yang tidak disadari bahwa, identitas visual dengan pendekatan artistik tersendiri bisa mempertajam suara dari musik itu sendiri. Identitas artistik adalah musik itu sendiri yang hadir dalam wujud yang berbeda.

Lihatlah The Beatles, lihat tampilan yang mereka hadirkan berbanding lurus dengan perjalanan musiknya. Lihatlah KISS, walau musiknya tidak segarang tampilannya, tapi bisa membuat band ini menjadi menarik untuk di simak. Pink Floyd, Ghost, Motley Crue, Cornelius, Sigur Ros, dan masih banyak lagi band yang bisa dibilang sangat sangat memperhatikan identitas visual dan pendekatan artistik mereka.

Di White Shoes & The Couples Company, kami sepenuhnya sadar, musik itu dihadirkan dalam bentuk audio visual. Baik itu di panggung, print based material, video, dan semua rilisan yang kami keluarkan tentunya. Dengan kesadaran ini kami justru bisa lebih bermain-main dan bereksperimen. Dari situ kami menemukan bahwa identitas artistik ini bisa hadir melalui cerita, kejadian, suasana bahkan apa pun itu. Melalui identitas artistik ini kami bisa melebarkan musik kami, bekerja sama dengan banyak orang, berjejaring dan menciptakan tempat bermain baru untuk kami. Semua itu membuat kami bisa melihat perjalanan band ini melalui banyak cara. Mungkin inilah yang membuat kami senang nge-band… hehehehe..

Album pertama kami yang berjudul White Shoes & The Couples Company sepenuhnya dirancang oleh kami sendiri. Semua ikut memberikan kontribusi untuk sleeve design album ini. Album ini dirilis tahun 2005, dan produksi pembuatan artwork album sudah dimulai dari pertengahan 2004. Di kala itu kami sepakat kalo album ini adalah album dokumentasi dari kumpulan lagu-lagu kami, yang kelak akan kami tunjukkan ke anak cucu dengan bangga hati. Maka, kami pun sepakat kalau desain artwork album ini akan berbentuk seperti album foto. Iya, album foto keluarga yang isinya adalah foto-foto anggota keluarga, rekaman dari bermacam-macam kejadian, dan juga catatan-catatan yang sekiranya penting untuk diingat.

Pertama, untuk album cover. Kami ingin album ini terlihat simple tapi elegan. Kami pilih warna dasar putih, dengan tulisan White Shoes & The Couples Company berwarna silver. Cover ini nantinya akan berupa booklet. Sebuah album foto mini, berukuran Compact Disc. Tanpa plastic case seperti album CD pada umumnya. Halaman pertama dibuka dengen berfoto di depan rumah. Berfoto di depan rumah, adalah hal yang sangat umum. Silakan buka kembali album foto orang tua kalian. Berfoto depan rumah, atau kadang bersama kendaraan pribadi, adalah suatu kebanggaan. Sebuah tanda kesuksesan dan juga keharmonisan.

 

Cover album perdana WSATCC

 

Foto WSATCC di depan rumah

 

Pada halaman-halaman selanjutnya, kami menampilkan foto-foto kami di landmark Jakarta yang jarang terekspos, kolase dari berbagai rekaman kejadian, dan juga sticker-sticker yang pernah menghibur kota Jakarta dengan kata-kata bijaknya. Selain kata-katanya yang lucu, stiker ini mempunyai image yang sangat khas. Sangat Indonesia. Stiker ini ada beberapa yang kami ambil langsung, ada juga yang di ubah sesuai dengan kebutuhan desain.

 

Kolase di sleeve album

 

Kolase di sleeve album (2)

 

Yang terakhir adalah ilustrasi sepasang pemuda-pemudi dengan tagline “Untuk Anda Yang Berjiwa Remaja”. Ilustrasi ini diambil dari beberapa stiker dan kemudian dikolase sedemikian rupa sehingga membentuk image baru. Ilustrasi ini dibuat sebagai artwork penutup, dan tagline dipakai sebagai statement atau pernyataan sikap kami di album ini bahwa album ini dibuat hanya bagi anda yang berjiwa ‘remaja’ (yang mana kita tahu bahwa masa remaja adalah masa di mana semua menjadi lebih menggelora, dan hasrat lebih menggebu).

 

Stiker “Untuk Anda yang Berjiwa Muda”

 

Aprilia Apsari – Inspirasi Film Nasional dan Referensi Awal WSATCC

Musik White Shoes & The Couples Company banyak terinspirasi dari soundtrack film nasional masa lalu seperti film Tiga Dara (1956), Badai Pasti Berlalu (1977), Ali Topan Anak Jalanan (1977), dan Gita Cinta dari SMA (1979). Walaupun juga banyak terpengaruh referensi musik dari luar, tapi memang sebagian besar inspirasi musik White Shoes didapat dari mendengarkan rekaman musisi-musisi Indonesia, antara lain Ismail Marzuki, Guruh Sukarno Putra, dan Jack Lesmana. Ini yang menjadi latar belakang untuk masuk ke visual. Semua kreasi visual dibuat demi tujuan dan kepuasan artistik. Karena musiknya sendiri adalah musik pop Indonesia, untuk menampilkan gaya artistiknya, kami banyak mengacu dari karya-karya visual populer yang khas Indonesia. Benang merahnya adalah nostalgia kehidupan sosial masyarakat di Indonesia. Dari sini kami mencari referensi dengan melihat album foto orang tua kami, album foto lama milik teman-teman, dokumentasi atau arsip foto masa lalu dan juga melihat koleksi majalah-majalah lama. Bahan-bahan ini kami dapat dari orang tua kami, keluarga, teman dan juga mencarinya di pasar loak. Selain itu, kami juga menonton film-film klasik Indonesia, dan tentunya mendengarkan album-album rekaman musik Indonesia masa lalu. Ini semua proses yang sangat membantu kami dalam mendapatkan inspirasi.

 

Soundtrack film seperti Badai Pasti Berlalu jadi salah satu indpirasi bermusik WSATCC

 

Mungkin beberapa teman-teman masih familiar dengan judul film Tiga Dara dan Asrama Dara dibuat pada tahun 1950-an. Kedua film ini disutradarai oleh H.Usmar Ismail, keduanya adalah film hitam putih dan juga film musikal. Bercerita tentang kehidupan wanita muda di era tersebut, film Tiga Dara dibintangi oleh Chitra Dewi, Mieke Wijaya dan Indriati Iskak. Pertama kali saya menyaksikan Tiga Dara ketika saya masih SMP dan tidak menyangka bahwa Indonesia memiliki film musikal yang sangat bagus. Menurut saya pribadi belum ada film musikal Indonesia yang bisa menandingi Tiga Dara dan Asrama Dara. Saya mengidolakan semuanya dalam film ini, dari setting-nya, musiknya, lagu-lagunya, koreografi tariannya, aktris dan aktornya, dan yang paling istimewa adalah kostum, dandanan serta gaya penataan rambut mereka. Semuanya terasa begitu pas, tidak kurang dan juga tidak berlebihan. Film lainnya yang juga menarik perhatian saya adalah film nasional tahun 1970-an, garapan Teguh Karya yang berjudul Cinta Pertama, dan Badai Pasti Berlalu, keduanya di bintangi oleh Christine Hakim. Sosok Christine Hakim dalam kedua film ini bisa dibilang cukup banyak memengaruhi konsep berpakaian dan berdandan Sari dan Mela. Sedangkan gaya berpakaian Rio, Saleh, Ricky, dan John juga sedikit banyak terinspirasi juga dari karakter-karakter pria dalam film di atas.

 

Tiga Dara

 

Ricky Surya Virgana – Kerja Produser Musik dan Rekomendasi Album Musik Indonesia

Pengalaman bekerja sebagai produser musik buat saya sendiri sangat menantang dan menyenangkan, karena setiap musisi atau band itu mempunyai sudut pandang dan ekspektasi yang berbeda-beda akan karyanya. Maka dari itu sebelum mulai bekerja, kita berdiskusi untuk menentukan arah dan menyamakan frekuensi. Setelah itu menyiapkan beberapa referensi agar ada bayangan untuk sound masing-masing instrumen seperti apa dan warna akhir dari lagu tersebut. Setelah itu baru menggarap materi musik bersama.

Ini adalah salah satu album pilihan sebagai rekomendasi. Coba dengarkan Orkes Kumbang Tjari Kumbang Tjari, adalah sebuah album yang sangat bagus dalam menampilkan karya-karya musiknya. Bayangkan sebuah musik latin yang bertransformasi menyatu dengan nada-nada pentatonik Minang yang membuatnya menjadi lebih kaya dibandingan musik asli latin itu sendiri. Nuskan Sjarif seorang lead gitaris satu-satunya di orkes ini adalah juga seorang vokalis, composer dan arranger yang merupakan leader dari Orkes Kumbang Tiari yang menggubah lagu-lagu di dalam LP rekaman ini menjadi indah, beda, dan menyegarkan.

 

Ricky Virgana merekomendasikan album Orkes Kumbang Tjari

 

Simak lagu berikut “Taratak Tingga”, “Kumbang Djanti“, “Langkisau” yang berirama cha cha hustle bercampur rasa psychedelic dengan masuknya vokal Elly Kasim dalam dialek Minang disusul suara backing vokal yang tertata. Sungguh sebuah kemampuan musik yang sangat melampaui zaman bermusik saat itu. Jarang rasanya saya mendengar sebuah musik latin dengan gaya bermain gitar ala surfrock. Sepertinya Nuskan Sjarif sukses menggabungkan beberapa gaya musik menjadi satu dalam Orkes Kumbang Tjari.

Seperti para pecinta musik di era itu (1960) sudah tidak asing dengan Orkes Minang, karena sebelum hadirnya Orkes Kumbang Tjari, kala itu sudah ada Orkes Gumarang dan Orkes Teruna Ria (bersama Oslan Husein) yang sangat terkenal di Indonesia dalam membawakan lagu-lagu Minang.

Buat para pecinta piringan hitam tanah air album ini masuk dalam kategori sangat sulit didapatkan, kalaupun mendapatkan album ini bisa dengan harga yang selangit atau dengan kondisi cover yang sudah rusak. Kebetulan saya mendapatkan album ini dengan kondisi prima, piringan hitam yang mulus dengan kondisi sampul album yang masih bersih, saya mendapatkan dari seorang teman yang menghampiri sebuah toko musik yang telah tutup selama puluhan tahun di Semarang.

 

Piringan hitam album Orkes Kumbang Tjari

 

Aprimela Prawidyanti – Menjadi Guru dan Pendidikan Musik untuk Anak 

Selain bermusik bersama White Shoes & The Couples Company, saya juga bekerja sebagai guru musik di tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas. Mengajar musik untuk anak-anak SD/SMP/SMA sudah menjadi bagian dari hidup saya sejak tahun 2006 sehingga tidak begitu susah menjalaninya. Saya selalu mengenalkan mereka tentang musik yang kita punya bermula dari menyanyikan lagu-lagu nasional kemudian mengenalkan kepada mereka beberapa komposer di Indonesia dari Ibu Sud sampai Slamet Abdul Syukur dan Ismail Marzuki dengan menyanyikan lagu antara lain “Indonesia Pusaka”, “Tanah Airku”, “Hari Merdeka”, “Rayuan Pulau Kelapa”. Dengan membuat aransemen S, A, T, B (Sopran, Alto, Tenor, Bass) menjadi sebuah choir yang terdiri dari 1-25 murid. Kami akan tampil pada saat upacara bendera pada Senin pagi hari atau pun acara lainnya seperti Hari Guru dan Hari Pahlawan.

 

Selain di WSATCC, Mela juga seorang guru musik

 

Mengenalkan notasi balok kepada anak-anak murid juga menjadi kewajiban saya, karena untuk dapat bermain piano dan violin saya rasa mereka harus mengenal dahulu notasi balok. Ada juga sebagian murid yang sudah pandai memainkan instrumen seperti piano, gitar, drum, dan tidak heran kalo mereka akan tampil untuk acara sekolah dengan format band membawakan lagu-lagu yang sedang mereka gandrungi. Tentunya saya akan memberikan referensi lagu-lagu yang wajib mereka dengarkan seperti Blur, Vampire Weekend, The Beatles, Pizzicato Five, Depapepe, The Trees and The Wild, Endah N Rhesa, Mocca, dll. Musik adalah sarana yang baik untuk mengembangkan ekspresi diri, mengajar musik dapat memberikan kesempatan untuk mendukung perkembangan emosi dan kepercayaan diri pada siswa-siswi. Jakarta, kota dengan keberagaman budaya yang sangat tinggi, membuat banyak sekolah juga mengadakan konser tahunan, festival seni, atau lomba seni yang melibatkan siswa. Mengajar musik dalam konteks tersebut memberikan kesempatan untuk bekerja sama dengan siswa dalam mempersiapkan performance mereka di hadapan orang banyak. Saya pikir ini adalah kesempatan yang tepat juga untuk dapat mengenalkan berbagai budaya musik, mulai dari budaya musik tradisi atau musik tradisional dari seluruh Indonesia maupun musik populer dari luar negeri seperti K-pop, musik klasik, musik bossa, musik jazz, dan lain-lain ke anak-anak murid di sekolah.

Saya kagum melihat proses antusiasme dan kreativitas anak-anak ketika belajar paduan suara, belajar meniup pianika atau hanya sekadar dance K-pop di kelas. Ada anak yang sangat berbakat, ada anak yang pemalu, ada juga yang benci pelajaran musik hehe. Tapi justru keanekaragaman itulah yang menjadikan proses mengajar menjadi lebih dinamis, penuh tantangan dan rewarding buat saya. Setiap siswa memberikan pengalaman yang berbeda, setiap hari juga saya belajar untuk mengerti dan beradaptasi dengan kebutuhan mereka saat belajar musik supaya anak anak bisa lebih lepas dan bersenang-senang di kelas.

 

John Navid – Fotografi dan kota Jakarta di album WSATCC 2020

Album 2020 dirilis pertama kali oleh Demajors format CD dengan kemasan buku foto. Karena itu fotografi jadi unsur artistik utama dalam memvisualisasikan album ini. Proses awalnya adalah dari mendengarkan lagi lagu-lagu yang sudah jadi direkam. Kemudian kami ngebayangin kalau seandainya lagu ini ada dalam sebuah film bakalan jadi adegan atau scene seperti apa, kira-kira orang seperti apa yang akan berperan di adegan tersebut, dan lokasinya atau ruangnya di mana. Nah, dari situ baru kepikiran soal objek dan lokasi fotonya. 

 

Foto untuk single “Irama Cita”

 

Area kota Jakarta menjadi pilihan karena dekat dengan keseharian kami, dan sesuai dengan yang dibayangkan. Selain itu kami juga ingin menunjukkan bahwa masih banyak tempat-tempat dan ruang-ruang yang estetik di Jakarta. Pada saat proses pembuatan, di pertengahan dan akhir 2020, dunia sedang dilanda pandemi. Tidak semua lokasi beroperasi seperti biasanya, dan banyak peraturan baru menyangkut keselamatan jam kerja. Tantangannya adalah kami berusaha terus berkeliling untuk mencari lokasi yang memungkinkan, meminta izin, atau menunggu sampai lokasi toko atau hotel atau pun tempat yang dipilih itu bisa beroperasi dan aman.

Di bawah ini beberapa lokasi di Jakarta yang menjadi referensi dan inspirasi visual dari lagu-lagu di album WSATCC 2020: 

1. Hotel Harmoni, Mangga Besar (Portrait of SAS)

2. Hotel Bintang Baru (Oktober)

3. Bakery Caramia, Juanda (Sam dan Mul)

4. Stasiun kereta Tanjung Priok, (Halaman Ekstra)

5. Plaza Koja Ramayana, Tanjung Priok (Halaman Ekstra)

6. Ruang tamu dan studio Tony Prabowo (Semalam)

7. Pasar Rakyat Cengkareng (Folklor)

8. Rooftop Gedung Metro Atom, Pasar Baru (Cover album 2020)

9. Gedung Pasar Pagi Asemka (Variasi Barongko)

10. Pasar Poncol, Senen (Hey Waktu Kau Kalah)

 

Saleh Husein – Pendekatan Artistik untuk Festival Musik

Untuk sebuah festival musik, perlu adanya arahan artistik dan metode pendekatan tersendiri. Metode kerja bisa melalui berbagai macam pendekatan, seperti pendekatan konsep dan elemen-elemen dalam keilmuan seni rupa. Namun keilmuan tidak berdiri sendiri, karena ada hal lainnya, misal dengan konteks tematik yang akan diusung oleh festival, yang juga bisa menjadi acuan kerja. Tentu juga harus relevan dengan moda transportasinya yaitu festival ingin menyasar atau mengembangkan isu tertentu, budaya, trayektori, dan sebagainya. Semua hal yang akan dibangun untuk pendekatan artistik juga harus punya imajinasi atau dibayangkan bagaimana festival ini akan dihadirkan pada publiknya. Terakhir tentu harus fun. Karena dengan kesenangan, maka kita tidak seperti bekerja namun selalu bisa bermain-main pada elemen-elemen yang disebutkan di atas.

Untuk persiapan Joyland Festival 2024 di Jakarta sekarang ini, WSATCC bekerja sebagai kurator yang memilih dan mengundang artis yang akan tampil di Lily Pad Stage. Walaupun arahan tata artistik untuk Lily Pad lebih banyak dikembangkan oleh tim Joyland Festival, kami juga memberikan beberapa masukan untuk memperkaya elemen artistik pada area Lily Pad ini. Salah satunya dengan memisahkan area DJ dengan stage untuk band. Ini diperlukan untuk lebih fokus lagi pada pendekatan performatif yang ingin ditawarkan dan bisa menciptakan suasana tersendiri yang menyenangkan untuk mendukung setiap penampil.

 

WSATCC DJ Set di Joyland

 

White Shoes & The Couples Company (WSATCC) adalah Sekstet Pop Indonesia dari Jakarta yang membawakan musik Indonesiana (musik Pop Indonesia). Band ini dibentuk pada tahun 2002 saat mereka masih kuliah di kampus Institut Kesenian Jakarta. Musik mereka terinspirasi oleh soundtrack film Indonesia dari tahun 70-an dan semangat akustik musisi Jazz dari tahun 30-an bersama dengan menyerap pengaruh ritme retro disko serta aransemen musik klasik, memberi penghormatan kepada masa keemasan musik Pop Indonesia pada tahun 50-an dan 70-an, dan secara khusus mendapatkan inspirasi dari karya-karya nama-nama terkenal dalam sejarah musik Indonesia, seperti Ismail Marzuki, Guruh Sukarno Putra, Fariz RM, dan Jack Lesmana. 

 

White Shoes & The Couples Company

Aprilia Apsari (vokal), Yusmario Farabi (gitar akustik, gitar elektrik, vokal latar), Saleh Husein (gitar elektrik, vokal latar), Ricky Surya Virgana (bass, cello, synthesizer, modular, vokal latar), Apri Mela Prawidiyanti (keyboard, synthesizer, biola, vokal latar), John Navid (drum, perkusi).

*Foto artikel White Shoes & The Couples Company di depan patung Ismail Marzuki, Jl. Cikini Raya 73 oleh Jinpanji

 

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

Adrian Khalif – HARAP-HARAP EMAS

Jika menghitung dari awal kemunculannya dengan single “Made in Jakarta”, Adrian Khalif dapat dikatakan butuh waktu 7 tahun untuk sampai di titik tenar lewat perilisan single “Sialan” kolaborasi bareng Juicy Luicy. Itu pun berproses …

Mr. Whitesocks Mengadaptasi Musik Emo dan Math Rock di Karya Perdana

Mr. Whitesocks asal Malang resmi merilis karya perdana mereka berupa 2 single sekaligus yang bertajuk “Sticky Notes” dan “She/Her” di hari Kamis (21/11). Di karya ini mereka mencampur gaya musik emo dan math rock. …