Balada Dewa Ahmad Dhani dan Once: Roman Perizinan, Royalti Picisan

Apr 14, 2023
Ahmad dhani once

Perseteruan Ahmad Dhani dan Once akhir bulan Maret lalu menjadi perbincangan yang kembali memanas. Topik lama yang berhasil “di-roasting” oleh dua sosok legenda hidup di industri musik. Entah sengaja atau tidak, sudut pandang dari masing-masing mereka seharusnya bisa menjadi pembelajaran untuk pelaku industri musik tanah air.

Kenapa pembelajaran? Lagu lama mekanisme royalti selalu menjadi kaset kusut yang tidak pernah berhasil diputar dengan lancar. Mulai dari transparansi kerja Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Negara (LMKN) yang diamanatkan Undang-Undang Hak Cipta untuk mengumpulkan serta mendistribusikan royalti kepada pemilik karya sampai bebalnya para pelaku industri musik dengan prinsip-prinsip yang dianggapnya paling benar, dan tidak sedikit pula yang alergi dengan produk hukum.

Dari Dhani dan Once kita akan coba memahami, ada dua perspektif yang nyata-nyatanya berseberangan. Dhani dengan otoritasnya merasa berhak melarang kepada siapapun yang ia ingin larang untuk menggunakan karyanya. Sementara Once menjalankan dan menjunjung tinggi amanat Undang-Undang Hak Cipta.

Perseteruan Ahmad Dhani dan Once akhir bulan Maret lalu menjadi perbincangan yang kembali memanas. Entah sengaja atau tidak, sudut pandang dari masing-masing mereka seharusnya bisa menjadi pembelajaran untuk pelaku industri musik tanah air.

Sebagai salah satu founder sebuah band besar yang disebutnya sebagai “brand” dalam sebuah kutipan artikel di Kompas.com (7/4) dengan judul “Ahmad Dhani Lupakan soal Royalti, tetapi Tetap Larang Once Nyanyikan Lagu Dewa 19”, wajar bila ada kekhawatiran dalam kegiatan bisnisnya. Bisa jadi Once menyerap calon pembeli tiket konser Dewa 19 lantaran setlist yang dibawakan Once adalah lagu-lagu Dewa 19 juga.

Publik, termasuk pelaku industri musik di dalamnya dan media menafsirkan peristiwa ini dengan kacau. Mereka menerobos ke dalam hal yang lebih personal, semakin brutal, jauh dari prinsip bisnis dan juga hukum yang menjadi akar masalah mereka berdua. Lihat saja judul-judul berita yang muncul jika kamu mencari perselisihan Dhani dan Once.

Secara berjamaah saling bergosip di kolom komentar tiap konten yang menayangkan perseteruan Dhani dan Once, membanggakan keberpihakan, dan mengobrak-abrik inti permasalahan. Bagian ini memang menjadi menu utama yang paling diminati. Memperlihatkan tabiat sekaligus menjadi bukti juga tentang tidak bersahabatnya kita dengan hukum yang berlaku republik ini.

Lagu lama mekanisme royalti selalu menjadi kaset kusut yang tidak pernah berhasil diputar dengan lancar. Mulai dari transparansi kerja Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Negara (LMKN) sampai bebalnya para pelaku industri musik dengan prinsip-prinsip yang dianggapnya paling benar, dan tidak sedikit pula yang alergi dengan produk hukum.

Frustasi dengan hukum! Ya, itu tebakan saya. Pengalaman yang tidak mengenakkan dengan hukum tentu berkontribusi besar dalam penilaian peristiwa ini. Namun sangat disayangkan bila pelaku industri musik tanah air juga ikut terjerembab dalam keputusasaan ini.

Ujung-ujungnya, hukum akan ditafsirkan sama dengan prinsip pribadi yang bisa diterapkan agar segala yang berkait dengan kepentingan dirinya bisa sesuai dengan yang dikehendakinya secara pribadi.

Dilarang Melarang

Saya kutip penjelasannya dari kuasa hukum Once, Panji Prasetyo dalam sebuah press release. “Ketentuan UU Hak Cipta, di mana sesuai dengan Pasal 87 UU Hak Cipta jo. Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (PP 56/2021), Once sebagai pelaku pertunjukan (performer) hanya mempunyai kewajiban untuk membayarkan royalti atas performing rights kepada LMKN. Jika seorang performer (melalui penyelenggara atau EO) telah mendapatkan lisensi dan telah membayarkan royalti kepada LMKN, maka performer tersebut tidak dapat dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 9 UU Hak Cipta. Hal tersebut jelas diatur dalam Pasal 87 ayat (4) UU Hak Cipta sebagai ketentuan khusus (lex specialis) mengenai performing rights dalam UU Hak Cipta.”

Publik, termasuk pelaku industri musik di dalamnya dan media menafsirkan peristiwa ini dengan kacau. Mereka menerobos ke dalam hal yang lebih personal, semakin brutal, jauh dari prinsip bisnis dan juga hukum yang menjadi akar masalah mereka berdua

Kemudian, pertanyaannya adalah apakah seorang pencipta dapat melarang penyanyi untuk menggunakan ciptaan dari pencipta tersebut secara komersial? Jawabannya, tidak menurut Panji. Berdasarkan Pasal 87 UU Hak Cipta, pencipta telah memberikan kuasa dan kewenangan kepada LMK dan LMKN untuk bertindak atas nama pencipta dalam memberikan izin penggunaan lagu, penghimpunan dan pendistribusian royalti performing rights. Secara lebih tegas, pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta menyatakan: “Setiap orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukkan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif”.

Secara teknis bisa dijelaskan dalam uraian berikut: Pemberian izin oleh LMKN atas nama pencipta tersebut, cukup dengan cara para pengguna (siapapun) membayar tarif tersebut kepada LMKN. Sepanjang para pengguna telah membayar tarif royalti performing rights tersebut kepada LMKN, maka pengguna tersebut tidak lagi memerlukan persetujuan dari pencipta lagu. Dengan desain regulasi yang seperti ini, maka juga tidak ada dasar hukumnya bagi pencipta untuk melarang pengguna untuk menggunakan lagu-lagu ciptaannya, karena dengan si pencipta telah menyerahkan kuasa kepada LMKN, artinya dia sudah memberikan persetujuan kepada siapapun untuk menggunakan ciptaan si pencipta tersebut, sepanjang si penyanyi sudah membayar tarif royalti performing rights.

Apakah seorang pencipta dapat melarang penyanyi untuk menggunakan ciptaan dari pencipta tersebut secara komersial? Jawabannya, tidak. Berdasarkan Pasal 87 UU Hak Cipta, pencipta telah memberikan kuasa dan kewenangan kepada LMK dan LMKN untuk bertindak atas nama pencipta dalam memberikan izin penggunaan lagu, penghimpunan dan pendistribusian royalti performing rights

Pengaturan mengenai performing rights lebih lanjut juga diatur pada Pasal 10 PP 56/2021 yang menyebutkan bahwa setiap orang (tanpa terkecuali) yang melakukan penggunaan secara komersial terhadap lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial wajib membayar royalti melalui LMKN, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 PP 56/2021. “Dengan demikian, jelas bahwa seorang pencipta tidak dapat secara sewenang-wenang melarang secara khusus seseorang untuk tidak menggunakan ciptaannya tersebut secara komersial,” lanjut Panji.

Terlepas Once adalah salah satu pihak yang turut mempopulerkan lagu ciptaan Ahmad Dhani semasa dirinya menjadi vokalis dari grup band Dewa 19, justru hak dari Once jelas dilindungi oleh UU Hak Cipta sebagai masyarakat yang menggunakan suatu ciptaan secara komersial dan telah melakukan kewajiban hukum yaitu membayar royalti kepada LMKN.

Hal ini jelas menegaskan bahwa Once sebagai masyarakat hanya menjalankan hukum positif yang ada, yaitu UU Hak Cipta dan peraturan perundang-undangan lainnya, termasuk PP 56/2021. Apabila memang Ahmad Dhani tidak sepakat dan tidak sejalan dengan sistem hukum di Indonesia, Negara Republik Indonesia sudah memberikan wadahnya yaitu untuk mengajukan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, bukan justru melarang masyarakat untuk menggunakan ciptaannya.

Hak dari Once jelas dilindungi oleh UU Hak Cipta sebagai masyarakat yang menggunakan suatu ciptaan secara komersial dan telah melakukan kewajiban hukum yaitu membayar royalti kepada LMKN.

“Memahami Undang-Undang Hak Cipta No. 28/2014, terutama bagi para pelaku industri musik tanah air, merupakan suatu keharusan. Jika tidak, maka dipastikan mereka yang tidak memahami, atau tidak mau belajar memahami, akan tersesat. Dan yang gawat, orang-orang yang tersesat itu menganggap dirinya di jalan yang benar,” ujar Once Mekel mengomentari polemik soal beberapa pencipta lagu yang melarang penyanyi membawakan lagu-lagu ciptaannya.

 

Tapi Tetap Bisa Melarang

Selang hampir seminggu pasca Press Conference yang digelar Once di Kios Ojo Keos, Lebak Bulus, Jakarta Selatan (31/3), Dirjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI bersama LMKN menggelar diskusi publik dan juga press conference di hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan (6/4) yang dihadiri Dharma Oratmangun (Ketua LMKN), Anggoro Dasananto (Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, DJKI, Kemenkumham), dan Marcell Siahaan (Duta LMKN), dan Prof. Dr. Agus Sardjono, S.H., M.H (Akademisi)

Dalam acara tersebut dijelaskan tentang penafsiran pasal 9 dan pasal 87 Undang-Undang Hak Cipta 2014 yang menjadi dasar Dhani dan Once dengan prinsipnya masing-masing. Mari kita urai pelan-pelan analisis dari Prof. Agus:

Pertama, Undang-Undang Hak Cipta 2014 ini mengatur tentang Hak Cipta dan Hak Terkait. Kedua. Hak Cipta meliputi hak moral dan hak ekonomi (keduanya dijelaskan dalam pasal 3 huruf a dan pasal 4).

uraian Undang-Undang Hak Cipta 2014 di atas sudah jelas menimbulkan kisruh pemungutan dan distribusi royalti

Ketiga, Di pasal 9 ayat 2 diatur tentang setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Keempat, Sementara di pasal 23 ayat 5 yang seharusnya mengatur tentang Hak Terkait, juga mengatur tentang Hak Cipta. Isinya “Setiap orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukkan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif.

Kelima, Lalu pasal 23 ayat 5 ini ada lanjutan aturannya di pasal 87 ayat 1, “untuk mendapatkan hak ekonomi setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna (EO, penyelenggara) yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial (seminar, konser, dsb).

Tafsiran abu-abu atau tidak berani bersikap tegas juga ditunjukkan oleh WAMI, LMK yang dikuasakan oleh Dewa 19 atas karya-karyanya

Keenam, Ayat 2, 3, dan 4 dari pasal 87 memberikan detail tambahan pengaturan teknisnya. Isinya “Pengguna Hak Cipta dan Hak Terkait yang memanfaatkan Hak sebagaimana dimaksud ayat 1 membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif (pasal 87 ayat 2)”, “Pengguna Hak Cipta dan Hak Terkait yang memanfaatkan Hak sebagaimana dimaksud ayat 1 membuat perjanjian dengan Lembaga Manajemen Kolektif yang berisi kewajiban untuk membayar Royalti atas Hak Cipta dan Hak Terkait yang digunakan (pasal 87 ayat 3)”, “Tidak dianggap sebagai pelanggaran Undang-Undang ini, pemanfaatan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara komersial oleh pengguna sepanjang pengguna telah melakukan dan memenuhi kewajiban sesuai perjanjian dengan Lembaga Manajemen Kolektif (pasal 87 ayat 4)”.

Dari uraian Undang-Undang Hak Cipta 2014 di atas sudah jelas menimbulkan kisruh pemungutan dan distribusi royalti. “Ada yang menafsirkan bahwa dengan adanya Pasal 87, maka Pasal 9 tidak berlaku. Tafsir atau opini yang lainnya mengatakan Pasal 9 tetap berlaku meski ada Pasal 87. Ada pula tafsir dan opini dengan adanya Pasal 87, maka pencipta tidak lagi memiliki hak untuk melarang orang lain menggunakan ciptaannya. Sementara tafsir dan opini lain mengatakan meski ada Pasal 87, tetapi tidak menghilangkan hak pencipta untuk melarang pihak lain menggunakan ciptaannya berdasarkan Pasal 9. Ada lagi yang menggunakan Pasal 23 untuk mengeliminasi hak pencipta asalkan pengguna membayar royalti kepada LMK,” ungkap Prof. Agus.

Walaupun penyelenggara yang mengundang Once sudah membayar royalti, Ahmad Dhani masih bersikeras dan menegaskan ia tetap melarang Once menyanyikan lagu-lagu Dewa 19 dalam kegiatan solonya walaupun Once bersedia membayar royalti

Sayangnya di kesempatan ini Prof. Agus tidak menegaskan tafsiran mana yang benar. Apakah kekhususan yang ada di pasal 87 dapat meniadakan ketentuan umum di pasal 9? Sampai tulisan ini dibuat. Para pihak terkait mulai dari Dirjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham RI hingga pakar hukum tidak memberikan pernyataan atau keberpihakan dari tafsiran yang dijelaskan Prof. Agus.

Tafsiran abu-abu atau tidak berani bersikap tegas juga ditunjukkan oleh WAMI, LMK yang dikuasakan oleh Dewa 19 atas karya-karyanya. Dalam sebuah wawancara usai acara bersama LMKN (6/4) lalu, Dhani mengatakan urusan pelarangan ini sudah menjadi ranahnya WAMI, bukan personal lagi.

“Saya sudah berkoordinasi dengan WAMI, bahwa seseorang bernama Elfonda Once untuk tidak diberikan izinnya ketika menggunakan lagu saya. Itu sudah disepakati oleh WAMI. Tidak hanya saya, The Groove juga tidak boleh bawain lagu Rieka Roslan, Kerispatih juga tidak boleh menyanyikan lagu-lagunya Badai. Termasuk Piyu juga sudah melarang Ari Lasso menyanyikan lagunya. Jadi persoalan larang melarang lagu ada pada WAMI. Silakan tanya pada WAMI,” jelas Dhani.

Walaupun penyelenggara yang mengundang Once sudah membayar royalti, Ahmad Dhani masih bersikeras dan menegaskan ia tetap melarang Once menyanyikan lagu-lagu Dewa 19 dalam kegiatan solonya walaupun Once bersedia membayar royalti. “Enggak, sudah enggak mau (beri izin). Saya sudah enggak mau. Jadi ini sudah masalah brand. Dewa 19 kan masih ada, saya dan Andra sebagai founder Dewa 19,” kata Ahmad Dhani dikutip Kompas.com di dalam acara yang sama, Kamis (6/4).

“Dewa 19 masih ada dan masih berkegiatan, enggak mungkin ada konser lain yang berkenaan dengan Dewa 19,” lanjutnya. Sebab, menurut Ahmad Dhani jika tak ada larangan itu Once bisa saja membuat konser solo dengan membawakan seluruh lagu Dewa 19. Ini juga berkaitan dengan upaya Ahmad Dhani melindungi ladang nafkahnya bersama Andra, personel lainnya melalui Dewa 19.

Sementara itu, ketua umum WAMI, Chico Hindarto tidak membenarkan klaim Dhani tersebut. “Kita (WAMI) tidak pernah menyampaikan bisa memberikan pelarangan. Urusan WAMI adalah melakukan pemungutan kepada promoter/EO berdasarkan tarif yang telah ditentukan,” ungkap Chico saat dikonfirmasi via WA, Rabu (12/4).

Sejak jumpa persnya digelar, Once dalam kesempatan tersebut juga telah mengatakan ia berkomitmen tidak akan membawakan lagu-lagu Dewa 19 kecuali satu lagu berjudul “Cemburu” yang merupakan kontribusi ciptaannya.

 

LMKN Merilis Sistem Lisensi Online

Dalam kesempatan itu pula, LMKN merilis Sistem Administrasi Pelisensian Online untuk mempermudah EO dan penyelenggara musik mendaftarkan lagu-lagu yang mereka gunakan untuk penampil.

Ahmad Dhani yang hadir dalam kesempatan tersebut mengaku bergembira dengan adanya Sistem Administrasi Pelisensian Online yang dibuat LMKN. “Hari ini saya bergembira dengan adanya sistem baru online, bagaimana pelaku bisnis hiburan EO itu apabila ingin menggunakan lagu dari pencipta lagu, harus izin LMKN dulu,” kata Ahmad Dhani dikutip Kompas.com “Izinnya ke LMKN, LMKN menyediakan sistem, agar bisa seluruh EO wajib mendaftarkan lewat www.lmknlisensi.id,” lanjut Dhani.

Kata Dhani, sistem serupa telah ada di berbagai negara tetangga sebelum adanya kekisruhan ini dan sekarang harapannya terkabul. Menurutnya setelah EO mendapatkan sertifikat, maka daftar lagu (set list) untuk manggung dipercaya sudah aman. EO pun wajib membayar royalti sebelum konser dimulai. Dengan adanya Sistem Administrasi Pelisensian Online dari LMKN, Ahmad Dhani mengatakan perdebatan (dengan Once) ini sudah selesai.

Nampaknya Dhani memang lebih menjunjung nyaman dengan kehormatan ketimbang menegakkan aturan. Sementara Once tegak lurus dengan hukum yang berlaku. Hal ini dibuktikan Once dalam setiap kesempatan manggungnya, menurut manager Mekcy Mekel, dalam kontrak kerja yang dibuat dengan EO selalu menyertakan pasal untuk memastikan EO membayar royalti. Ini dilakukan Once sebagai komitmen menjalankan Undang-Undang Hak Cipta. Beberapa lembar lisensi sebagai bukti EO telah membayar royalti tersebut juga diperlihatkan Once dalam Press Conference-nya yang digelar 31 maret 2023 lalu.

 

Tegakkan Aturan atau Bersepakat?

Menegakkan aturan ternyata masih jadi budaya yang sulit diterapkan di Indonesia. Sementara budaya ketimuran memperlihatkan dominasinya di berbagai lini. Dari kasus ini, dapat kita lihat pembuat peraturan pun tidak bisa tegas dengan aturan yang dibuatnya. Orang-orang yang terlibat dalam aturan pun lebih mementingkan mencari jalan tengah agar tidak saling menyakiti perasaan. Maka tak heran, konflik kepentingan kerap terjadi dan menghasilkan babak baru yang menjadi santapan seru para warganet dan media.

Kuatnya komentar-komentar keberpihakan dan kecaman antara Dhani dan Once harus dipatahkan dengan fakta: “Semua ini urusan bisnis!” jika mereka mampu mencapai titik kesepakatan yang bernilai bagi kedua belah pihak.

Bagi warganet dan media yang julid, tentu ini bukan lagi berita yang punya magnet besar bila mereka mampu mencapai kesepakatan tersebut. Konflik selesai dan hal-hal personal yang dikabarkan miring tak lagi terbukti.

Jadi sudah kebaca kan polanya? Jika kamu pencipta lagu dan musisi yang terpaksa berseberangan karena prinsip-prinsip bisnis yang tidak ketemu, siap-siap untuk jadi bahan julid (bahkan di circle kamu sendiri). Lebih baik dijulidin atau bertemu dan membicarakan kesepakatan sampai di titik ideal?


 

Penulis
Dzulfikri Putra Malawi
Jurnalis yang sudah tidak bekerja di media lagi dan sedang menikmati hari-hari menjadi Sr. Content pada salah satu agency digital. Menulis buku LOKANANTA bersama dua kawan dan masih aktif bermusik. Karyanya dapat dikunjungi di https://putramalawi.wordpress.com/ dan https://www.youtube.com/user/soulonsound
6 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Erwin
Erwin
1 year ago

Berbicara soal hukum di negeri ini sudahlah. Bangsa ini masih jauh dari pemahaman soal integritas. Tentang bgmn menyelaraskan perkataan dan perbuatan. Hal ini terlihat bukan saja di kehidupan sehari-hari, bahkan di pengadilan juga. Pasal-pasal yg seharusnya sederhana utk dipahami bisa menjadi sangat rumit oleh karena adanya kepentingan. Entah berapa generasi lagi kita menunggu bangsa kita ini bisa mengerti bgmn menjadikan hukum itu sesuatu yg mutlak hrs dijunjung tinggi.

D kurniawan
D kurniawan
1 year ago

Penulis tidak memahami tentang permasalahan yang menjadi titik sengketa nya….yaitu ahmad dhani selaku pemilik brand dewa 19 bersama andra ramadhan merasa bahwa yang dilakukan oleh once tidak sopan !! Membawakan lagu karya seseorang tanpa ijin itu merupakan pelanggaran etika dan moral…seperti hal nya bila saya secar serampangan mengutip tulisan penulis kemudian saya membagikan nya ke berbagai platform media digital tanpa ijin dan tidak pula menyertakan tentang materi tsb karya penulis….jelas SALAH

Iceman_Win
Iceman_Win
1 year ago
Reply to  D kurniawan

Memang secara etika/moral terkesan tidak sopan namun secara undang² (setidaknya sampai sekarang) menyatakan lagu itu boleh dibawakan tanpa perlu izin dahulu asal sudah ada bayar royalti jadi walau kesannya tidak enak tapi Once tidak bisa dipersalahkan secara hukum.

Patewe
Patewe
1 year ago
Reply to  D kurniawan

Lagu yg akan dilisensikan harus bebas plagiasi dan infringement…. Jadi wajib disertifikasi dulu sebelum user disuruh bayar royalti…. Nanti kalo timbul tuntutan dari pihak luar negeri yg merasa ada bagian musiknya yg di plagiasi oleh pencipta lagu… Pegi mane?

Patewe
Patewe
1 year ago

Jika ternyata ada tuntutan hukum dari pihak luar negeri yg merasa musiknya di plagiasi atau infringement…. Dan lagu tsb disini sdh dilisensikan dan user sdh rajin bayar royalti… Pertanyaannya… Siapa yg hrs bertanggung jawab thd tuntutan hukum tsb????

Andy
Andy
1 year ago

Artikel yang lugas dan jelas. Saya setuju kalau sejatinya ini persoalan picisan yang didramatisasi media dan netizen yang (mendadak) moralis.

Eksplor konten lain Pophariini

Sambut Album Perdana, Southeast Rilis Single By My Side

Band R&B asal Tangerang bernama Southeast resmi merilis single dalam tajuk “By My Side” hari Rabu (13/11). Dalam single ini, mereka mengadaptasi musik yang lebih up-beat dibandingkan karya sebelumnya.     Southeast beranggotakan Fuad …

Perantaranya Luncurkan Single 1983 sebagai Tanda Cinta untuk Ayah

Setelah merilis single “This Song” pada 2022 lalu, Perantaranya asal Jakarta Utara kembali hadir dengan single baru “1983” (08/11). Kami berkesempatan untuk berbincang mengenai perjalanan terbentuknya band ini hingga kisah yang melatarbelakangi karya terbaru …