Bangkit bersama Hindia dan Lomba Sihir

Nov 13, 2024

Joyland Festival adalah tempat bagi mereka yang menemukan makna mendalam karya musisi lokal Indonesia. Joyland Festival juga menjadi ajang yang menghubungkan kita dengan para musisi lokal Indonesia yang, lebih dari sekadar menghibur, membawa makna dalam setiap lirik dan irama yang mereka bawakan.

Di antara sekian banyak suara, Hindia muncul bukan hanya sebagai musisi, tetapi sebagai sahabat dalam bentuk melodi dan lirik yang memeluk jiwa. Dalam setiap lirik album Menari dengan Bayangan, Lagipula Hidup Akan Berakhir, Hindia mengajarkan saya untuk menerima dan berdamai dengan kerapuhan diri, sementara Lomba Sihir lewat Hati dan Paru-Paru menggambarkan kerasnya perjuangan di kota besar. Musik ini bukan sekadar alunan nada; mereka menjadi sahabat setia dalam perjalanan hidup yang penuh liku. Baskara seakan hadir di setiap sudut hidup saya, membawa kekuatan dalam masa-masa sulit, mengajari saya tentang kesederhanaan, penerimaan, dan keteguhan untuk tidak menyerah, ”Tapi kenapa Hindia dan Lomba Sihir?”.

Perjalanan dimulai saat saya duduk dibangku SMK, di mana keputusan ini dianggap aneh dan menimbulkan stigma dari lingkungan sekitar. Saya hidup di masyarakat yang sering membandingkan, dan pilihan saya untuk tidak mengambil SMA malah memicu prasangka dan menjadi trending topic di mulut para tetangga. Saat itu, saya tak mengerti kenapa anak-anak SMK seringkali dianggap lebih rendah. Padahal, kami disiapkan untuk bekerja di dunia industri, sementara anak-anak SMA dipersiapkan untuk kuliah. Saya menjalani hari-hari dengan perasaan dikucilkan, penuh dengan pandangan rendah. Masalahnya yang tidak masalah jikalau hanya saya, tetapi juga dengan menganggap rendah keluarga saya.

Sampai lah di mana saya akhirnya mencoba melanjutkan ke universitas. Jalan itu terasa penuh duri. Sebagai anak SMK, ternyata memang benar bahwa pilihan ini memang lebih berat. Di saat itu juga COVID-19 muncul, dan masalah keuangan keluarga semakin menjadi tantangan. COVID-19 hadir layaknya kiamat kecil bagi kami. Ayah kehilangan pekerjaan, ibu yang sebelumnya ibu rumah tangga harus ikut mencari nafkah untuk saya dan adik. Saya merasakan ketidakpastian dan rasa bingung yang sangat besar. Situasi itu mengubah semua rencana yang telah tersusun, dan saat itu rasanya seperti semua usaha saya hanya berakhir sia-sia.

Di tengah masa penuh kekacauan, album Menari dengan Bayangan seolah menjadi teman yang tidak pernah meninggalkan. Lagu-lagu Hindia seperti “Secukupnya”, “Rumah ke Rumah”, “Evakuasi”, “Evaluasi”, dan “Besok Mungkin Kita Sampai” mengisi hari-hari saya dengan makna yang sulit dijelaskan. “Secukupnya” mengajarkan saya untuk menerima realita tanpa terbebani oleh ekspektasi yang terlalu tinggi. Bagi mereka yang sering merasa tertinggal atau gagal, lagu ini menjadi pengingat bahwa hidup tidak harus dihabiskan untuk berlomba.

Di momen itu, saya juga mulai menyadari arti rumah. Bukan hanya tempat tinggal fisik, tetapi juga orang-orang yang setia di sisi kita dalam keadaan apa pun. Lagu “Rumah ke Rumah” membawa saya pada pemahaman bahwa saya merasa paling beruntung dilahirkan dari rahim Ibu saya. Keluarga, meski sederhana, selalu menjadi sandaran, tempat di mana saya merasa diterima sepenuhnya.

 

Perjalanan menemukan kekuatan dan penerimaan diri di tengah segala keterbatasan dan tantangan hidup / Dok. Naufal Kusuma Putra

 

“Kadang kita lupa, jauh yang kita tuju, dekat yang kita rindu,” demikian salah satu baitnya yang bergaung dalam ingatan.

Sebagai anak sulung, saya merasa tanggung jawab yang berat, terlebih ketika melihat ibu dan ayah berjuang keras demi pendidikan saya dan adik. Di masa sulit itu, mereka tidak pernah meminta saya untuk berkorban lebih dari yang bisa saya lakukan. Justru mereka terus menyemangati saya, memberi wejangan untuk terus berusaha tanpa perlu mengkhawatirkan soal biaya. Kata-kata mereka menjadi sumber kekuatan tersendiri, dan saya menyadari bahwa dalam hidup sederhana, rasa syukur adalah harta yang paling berharga.

Setelah segala perjuangan dilakukan, saya akhirnya berhasil diterima di Universitas Gadjah Mada, universitas yang menjadi kebanggaan kami sekeluarga. Tangis haru pecah, karena bagi keluarga besar kami, ini adalah pencapaian yang tak pernah terbayangkan. Namun, tentu ada kekhawatiran soal biaya, mengingat kondisi ekonomi kami yang serba terbatas. Tapi justru di tengah pandemi COVID-19, ada secercah kemudahan; saya dapat belajar dari rumah tanpa perlu memikirkan biaya hidup di Jogja. Di situasi sulit itu, saya mulai mencari cara untuk mandiri, mulai dari bekerja paruh waktu hingga ikut berbagai lomba yang memberikan tambahan biaya kuliah.

Saat ini menjalani magang di kota besar seperti Jabodetabek membuka lembaran baru dalam hidup saya. Saya menghadapi tantangan yang semakin kompleks, dan lagu-lagu Hindia serta Lomba Sihir semakin terasa relevan dengan situasi ini. Salah satunya, lagu “Hati dan Paru-Paru” dari Lomba Sihir dengan lirik “Kota memburu anak yang lugu, jadilah licik seperti hantu” menggambarkan kerasnya kehidupan di kota besar yang penuh kompetisi. Di Jakarta, kita dihadapkan pada dua pilihan, seperti kata salah satu kakak tingkat, Di sini kita memilih, akan diperkosa oleh Jakarta atau kita yang memperkosa Jakarta”. Sederhana, tapi mengandung makna mendalam; bahwa hidup di ibukota menuntut kekuatan mental dan ketegasan dalam mengambil sikap.

Menghadapi realita yang tak selalu mudah, musik Hindia telah membantu saya menemukan kedamaian dalam diri. Dengan setiap alunan lagunya, saya belajar bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Bagi saya, hidup tanpa harapan atau mimpi mungkin terasa lebih ringan, tetapi justru impian itulah yang membuat saya kuat. Menjadi mahasiswa di salah satu kampus negeri, menjalani magang di kota besar, dan masih mampu bertahan hingga kini adalah pencapaian yang lahir dari mimpi dan kerja keras. Setiap tantangan mengajarkan saya untuk tetap bersyukur dan menerima segala keterbatasan sebagai bagian dari perjalanan hidup.

Joyland Festival 2024 memberi ruang bagi musisi lokal seperti Hindia dan Lomba Sihir, yang hadir bukan hanya untuk menghibur, tetapi untuk menyentuh hati mereka yang berada dalam pergumulan hidup. Musik mereka adalah cermin bagi kita yang terus berusaha bertahan di tengah segala ketidakpastian. Joyland Festival adalah panggung bagi mereka yang merasakan bahwa musik adalah suara kehidupan yang sejati, dan bagi saya, Hindia adalah penyelamat dalam bentuk melodi.


Hindia dan Lomba Sihir dalam pertunjukan Pentas Sihir akan mengisi panggung Joyland Festival Jakarta hari Minggu, 24 November 2024 di GBK Basketball Stadium Senayan.

 

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

Menengok Gegap Gempita Ekosistem Musik ‘Pinggiran’ di Kulon Progo

Pinggiran, pelosok, dan jauh, sepertinya tiga kata itu mewakili Kulon Progo. Biasanya, diksi-diksi tersebut muncul dari orang-orang yang tinggal di pusat kota, pokoknya yang banyak gedung-gedung dan keramaian. Diakui atau tidak, Kulon Progo memang …

Perspektif Pekerja Seni di Single Kolaborasi Laze, A. Nayaka, dan K3bi

“Rela Pergi” menjadi single kolaborasi perdana antara Laze, A. Nayaka, dan K3bi via Sandpaper Records (29/11).      Tertulis dalam siaran pers bahwa proyek yang diinisiasi sejak pertengahan 2024—usai Laze merilis DIGDAYA dan sebelum …