Batavia Collective – BTVC
Sebuah paragraf menarik di sebuah situs New York Jazz Workshop mengatakan: The key elements of Jazz include: blues, syncopation, swing and creative freedom.
Elemen-elemen kunci ini kerap ditemui dalam setiap kali istilah jazz muncul dalam situs pencarian. Elemen-elemen tersebut memang masuk akal. Blues, misalnya, terkait dengan sejarah dan kultural. Lalu syncopation dan swing, ya ini erat hubungannya dengan teknik, terutama ketukan drum, sesuatu yang secara kasat mata saja sudah bisa dilihat tiap kali ada band/musisi jazz tampil di panggung, sesuatu yang membedakan outfit jazz dengan genre lain.
Namun ada satu hal yang justru menarik dari elemen-elemen di atas tadi adalah soal creative freedom. Kebebasan berkreasi menjadi satu elemen penting yang ternyata tak bisa dilepaskan dari hakikat jazz itu sendiri. Kebebasan ini yang lantas bisa menjelaskan mengapa musisi jazz kerap membuat melodi dengan notasi yang sukar dijelaskan seperti mengapa kita bisa menikmati rekaman-rekaman aransemen jazz dari Beatles bahkan Black Sabbath yang dimainkan dari tangan musisi-musisi jazz.
Creative freedom yang di dalamnya tercantum banyak improvisasi ini akhirnya melahirkan banyak rekaman-rekaman jazz keren minimal versi saya: “India”-nya John Coltraine (dalam album yang terinspirasi dari guru sitar), “All Blues”-nya Miles Davis (dalam Kind of Blue, dengarkan seksama piano-nya), “Take Five”-nya Brubeck, pola ritem piano serta jurus 5/4 yang menjadi patron karya-karya musisi psikedelik rock era 60-an, sampai semua rekaman Tony Scott di album Djanger Bali, yang memperlihatkan kepada kita bagaimana kolaborasi east meet west yang benar-benar nyata.
Elemen kebabasan inilah yang akhirnya juga mengakar di banyak musisi jazz hingga hari ini, tak terkecuali Doni Joesran, Elfa Zulham, dan Kenny Gabriel yang tergabung dalam Batavia Collective. Lewat EP mereka BTVC, trio asal Jakarta ini membuat jazz lebih menyenangkan untuk dinikmati untuk semua orang. Meramu banyak entitas lainnya, dari hip hop, house, funk, elektronik menjadi sebuah hibrida yang menarik disantap dan ditelusuri lebih dalam.
“Kami sering ditanya jazz jenis apa ini. Sejujurnya kami tidak tahu. Kami bahkan tidak tahu apakah musik kami bisa disebut jazz atau tidak,” pernyataan Batavia Collective dalam keterangan pers ini menjadi wajar dan sangat dipahami akibat elemen kebebasan yang ada dalam gagasan dan ekspresi musik mereka.
Menilik lebih dalam, dalam 4 track yang ada dalam EP ini, saya menemukan harmonisasi dan kekompakan yang baik antara ketiga personilnya. Komunikasi musikal berjalan dengan sangat spiritual, Elfa dan Kenny menjadi rhythm section yang baik, sementara Doni menjalankan tugas mengantarkan notasi-notasi tema tak terkecuali solo-solo yang luas biasa di tiap lagu. Meski demikian bukan berarti Elfa dan Kenny hanya sekadar pengiring, keduanya juga punya lampu sorotnya, salah satu yang menggagumkan adalah di menit 1;54 di track “Interchanges”, bagaimana Kenny memulai notasi, disambut dengan tarian sinkop-sinkop groove menjadikan lagu ini utuh, baik secara teknik, notasi dan tema yang disampaikan.
Kalau dari tema, BTVC adalah potret musikal dengan Jakarta. Meski awam tidak begitu memahami karena ketiadaan lirik di tiap lagu, namun ketika didengarkan berulang kali, pun dengan merujuk kepada tajuk-tajuknya, saya bisa merasakan sensivitas Jakarta di tiap balutan musik urban yang diusung Batavia Collective.
Seperti “Joni Indo”, sebuah tribute kepada sosok aktor yang menariknya dikenal juga sebagai penjahat. Salah satu aksi paling terkenal Johnny Indo adalah merampok toko emas di Cikini, Jakarta Pusat. Kisah ini lantas menjadi masuk akal dengan melodi synth bass yang diimbuhkan Kenny yang tiba-tiba mengingatkan saya suasana sinematik, bak adegan kejar-kejaran antara Joni Indo dan polisi.
Gemerlapnya Jaksel dipotret dengan baik di “Senopati Suffle”, bagaimana bebunyian ritmik synth bass dan ketukan-ketukan dance dimainkan sebagai cerita atas hiburan-hiburan tiap bar dan klab di Senopaty atau “Senoparty”. Di “Interchanges”, repetisi melodi-melodi keyboard Doni memotret persimpangan jalan Jakarta yang selalu ramai dengan hiruk pikuk manusia, persimpangan menjadi penting untuk menghubungkan orang yang bepergian ke antar wilayah. Bedanya, di Jakarta, tak semua persimpangan selalu rapih digunakan. Di beberapa daerah seperti di Kota atau Tanah Abang misalnya, persimpangan justru menjadi titik pusat kemacetan akibat lalu lalang manusia, mobil dan motor yang punya kepentingan atas persimpangan tersebut.
Hal ini juga lantas membawa kita kepada “Riot on Friday”, sebuah hari dimana jalan di jakarta menjadi huru-hara karena dipadati lautan mobil dan manusia yang pulang kerja selepas petang. Doni memberikan notasi-notasi keyboard yang datang dari rasa amarah atas ‘Jumat huru hara’ adalah hari terkutuk bagi pekerja yang berjibaku untuk cepat sampai ke rumah. Itu mengapa bar, cafe dan klab hadir untuk meraup waktu huru-hara dengan seabrek kenikmatan semu bagi sebagian manusia Jakarta yang memilih pulang ke rumah di tengah malam.
Tak ayal, BTVC adalah karya yang sangat bagus. Saking bagusnya, selain berdiri sendiri menjadi sebuah rekaman musik, BTVC juga bisa menjadi semacam kanvas kosong yang bisa diisi oleh banyak percikan-percikan lain di sana. Saya membayangkan ketika saya adalah seorang sutradara yang ingin membuat film dengan latar belakang Jakarta, saya akan menyertakan semua lagu di EP ini sebagai musik latarnya.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
5 Kolaborasi yang Wajib Disimak di Jazz Goes to Campus 2024
Jazz Goes to Campus akan digelar hari Minggu (17/11) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Tahun 2024 merupakan pergelaran ke-47 festival tahunan ini. View this post on Instagram A post …
Antara Musik, Visual, dan Sekitarnya (oleh: Sari, Rio, John, Mela, Ricky, Saleh WSATCC)
White Shoes & The Couples Company (WSATCC) dibentuk pada 2002 di kampus Institut Kesenian Jakarta di wilayah Cikini, Jakarta Pusat. Sari, Rio, Saleh menempuh studi di jurusan Seni Rupa dan Desain, sedangkan Ricky, Mela, …