Berbincang dengan Efek Rumah Kaca tentang Rimpang

Feb 16, 2023
Efek Rumah Kaca Rimpang

Kondisi geografis jadi penyebab peluncuran Rimpang, album baru Efek Rumah Kaca (ERK) yang telah dinanti-nanti hanya berupa tersedianya album keempat mereka ini di kanal musik digital. Cholil Mahmud dan Poppie Airil sedang berada di Negeri Paman Sam, menyisakan dua personel lainnya Akbar Bagus Sudibyo dan Reza Ryan di kandang.

Pertunjukan langsung atau sesi dengar yang dilanjut dengan sesi berbincang-bincang bersama mereka harus tertunda. Hanya ada sesi dengar bersama PENERKA (sebutan para pendengar ERK) di Kios Ojo Keos (Lebak Bulus, Jakarta Selatan) dan sesi dengar bagi para musisi, jurnalis musik dan teman-teman yang menjadi tamu undangan di Bioskop Flix (Astha District 8, Jakarta Selatan) di Senin (23 Januari 2023) yang tak sesibuk biasanya sebab dijadikan cuti bersama pasca perayaan Imlek.

Meski begitu, ide pengalaman menikmati album baru di bioskop itu patut diacungi jempol, top dan rispek! (meminjam dua istilah yang kerap diteriakkan di Kios Ojo Keos saat ada kegiatan di toko musik, buku dan kopi yang dikelola oleh keluarga besar ERK itu).

Sesi dengar bersama itu menghadirkan banyak pertanyaan di kepala dan sialnya tidak bisa langsung terjawab. Butuh kesabaran dengan durasi setidaknya tiga hari untuk akhirnya bisa menikmati kembali kesepuluh lagu di dalamnya. Butuh waktu tentu untuk mencerna segala hal baru. Terlebih soal satu album dari musisi yang telah punya imej sekuat ERK.

Tantangan dan pertanyaan tentang kesanggupan menelurkan karya optimal selepas album mahakarya Sinestesia pun berhasil dijawab. Rimpang yang merupakan istilah kategori dunia tetumbuhan seperti jahe dan ginseng berhasil menjalar untuk memenuhi nalar para pendengar

Meski variasi musikalitas band yang sudah berdiri sejak 2001 ini seolah membelah pendengarnya menjadi dua, tim era trio pop minimalis ala dua album perdana Efek Rumah Kaca (2007) dan Kamar Gelap (2008) atau tim ERK yang begitu kompleks tapi sangat estetik layaknya yang bisa kita dengar di Sinestesia (2015) yang telah dibantu proses adaptasinya sebab proses bongkar pasang lagu dalam skema Pandai Besi di Daur Baur (2013). Rimpang tidak bisa dimengerti penuh dengan hanya didengarkan sekali.

Rimpang yang merupakan album penuh perdana untuk Poppie Airil dan Reza Ryan sukses menghadirkan nuansa khas ERK dengan eksplorasi musik dan kreativitas layaknya rilisan singel-singel mereka belakangan. Tantangan dan pertanyaan tentang kesanggupan menelurkan karya optimal selepas album mahakarya Sinestesia pun berhasil dijawab. Rimpang yang merupakan istilah kategori dunia tetumbuhan seperti jahe dan ginseng berhasil menjalar untuk memenuhi nalar para pendengar.

Menjalarnya Rimpang justru memperkuat hasrat saya untuk berbincang tentang Rimpang, langsung bersama empunya karya. Di sela cuaca ekstrim New York dan perbedaan waktunya dengan Jakarta plus waktu terbatas platform ngobrol gratis yang tersedia, berikut sejumlah obrolan mengenai Rimpang antara saya dan Efek Rumah Kaca.

Kiri ke kanan: Poppie Airil, Cholil Mahmud, Reza Ryan, Akbar Bagus Sudibyo / Dok. Istimewa

Hampir sewindu pasca Sinestesia yang fenomenal, apa poin utama yang Efek Rumah Kaca coba sajikan lewat Rimpang?

Cholil Mahmud: Poin utamanya harapan-harapan yang kita rayakan, baik yang kecil maupun besar.

Reza Ryan: Kalo gue pribadi sih poin dari Rimpang itu tentang mencoba untuk nggak terlimitasi oleh sekat-sekat terutama soal musik pop. Secara normatif musik pop tuh seolah punya kayak kaidah, tapi sebenernya musik pop kan bukan gaya. Karena musik pop bukan gaya melainkan konsep musik yang hidup dalam kebudayaan populer. Di Rimpang ini gue bahagia karena nggak terlimitasi kekakuan-kekakuan pop. Di Rimpang kita bisa dengar elemen-elemen musik klasik, jazz, atau kita tambah unsur-unsur musik synytyzer. Tapi ada karakter yang ERK banget yang khas banget ala Mas Cholil. Dalam garapan ini, kita nggak takut terlimitasi.

“Gue pribadi poin dari Rimpang itu tentang mencoba untuk nggak terlimitasi oleh sekat-sekat terutama soal musik pop. Secara normatif musik pop tuh seolah punya kayak kaidah, tapi sebenernya musik pop kan bukan gaya” – Reza Ryan

Poppie Airil: Secara ikon atau jargon dan visual, ERK dulu tergambar sebagai pohon kering. Dengan adanya Rimpang, ternyata di bagian bawah tumbuh kayak akar dan sebagainya. Sebagai ciri kedewasaan.

Rimpang memperkuat anggapan kalau ERK tidak lagi sederhana layaknya era awal band ini muncul ke permukaan. Apakah perubahan ini memang bentuk imaji akan Efek Rumah Kaca yang akhirnya bisa diraih sebab kehadiran Poppie Airil dan Reza Ryan?

Akbar: Kalo menurut gue yang termasuk belakangan gabung di format awal trio bersama Cholil dan Adrian Yunan, sebenarnya memang kumpulan lagu mereka itu kaya dan beragam banget. Namun saat itu mungkin yang kita latih memang yang saat itu kemampuan kita masih terbatas. Jadi, kalau memang kesan di album kesatu kita dibilang pop minimalis, mungkin memang yang ditangkap oleh publik seminimal itu. Tapi gue ngerasa ERK udah punya batang yang nggak sederhana. Ke depannya, dengan semakin sering latihan dan eksplor, jadi bisa terus bergerak dan nggak statis. Bisa ke ranah yang lebih luas lagi. Adanya Poppie dan Reza kita makin leluasa untuk kita masuk ke tempat-tempat yang dulu terbatas untuk masuk ke ruang itu.

Cholil: Kesan trio pop minimalis itu bukan kita tinggalkan. Kita ingin tumbuh secara natural. Secara alamiah mengikuti dinamika yang terjadi. Menyerap apapun yang terjadi, baik persoalan personal atau persoalan politik. Ngeband kan susah ya. Kepala orang beda-beda. Akbar dengerin apa, Poppie dengerin apa, gue dengerin apa, Reza dengerin apa. Setiap orang punya pengaruh masing-masing, lalu Efek Rumah Kaca jadi tempat diskusi dan akhirnya melahirkan karya itu menunjukkan kita terus tumbuh dari pertama berdiri. Menurut kami, secara alamiah kami bertumbuh dan berubah terus.

“Secara ikon atau jargon dan visual, ERK dulu tergambar sebagai pohon kering. Dengan adanya Rimpang, ternyata di bagian bawah tumbuh kayak akar dan sebagainya. Sebagai ciri kedewasaan” – Poppie Airil

Selalu bekerja keras untuk bisa menyerap berbagai persoalan. Kita juga selalu bekerja keras untuk terus nggak main di situ-situ aja, karena bosan. Ya kalau nyanyiin lagu terus menerus kalau mengulang-ulang formula, pasti bosan. Misalnya kita bawain lagu yang sama melulu, misal Cinta Melulu kan sukses terus kita mainin lagu yang kayak itu melulu, pecah pasti kepala kita.

Rimpang dinyatakan sebagai bentuk kritik-otokritik. Secara detail, konteks ini untuk siapa? 

Cholil: Ini kritk – otokritik untuk warga. Kami sebagai warga juga termasuk yang kami kritik sendiri.

Apa lagu favorit masing-masing personel dari album Rimpang?, Alasannya?

Poppie: Favoritnya karena lebih dari segi pengerjaannya masih kayak alien. Buat daku kayak ngerjainnya lumayan berbeda dari yang lain. Sondang. Jadi ada pengalaman tersendiri begitu secara sonik maupun pengerjaannya. Dari segi merekam dan merespons berbeda dari yang lain.

Reza: Ternak Digembala. Karena penulisan lagunya berbeda. Kesan menunjukkan perubahan “pop minimalis” ke “musik kompleks”. Umumnya orang-orang menilai itu dari format alat musiknya. Tapi sebenarnya lebih dalam dari itu. Secara pendewasaan penulisan lagu beda. Transformasi masing-masing personel terasa. Di Ternak Digembala ada banyak pengolahan musikal yang dulunya belum dijamah. Seperti penggunaan backing vocal. Ada penggunaan sekitar 10 suara di lagu ini. Jadi ada yang beda banget di penulisan lagu dan penggarapan.

“Kesan trio pop minimalis itu bukan kita tinggalkan. Kita ingin tumbuh secara natural. Secara alamiah mengikuti dinamika yang terjadi” – Cholil

Akbar: Manifesto. Dari awal Cholil perdengarkan notasinya pake piano, gue udah suka. Versenya dan chorus kayak saling menguatkan. Chorusnya nambah tenaga ke verse yang udah catchy. Rasanya ERK belum pernah bikin yang simpel dan semanis itu lagunya.

Cholil: Rimpang. Musiknya enak. Nggak terlalu guitar based. Gue kan gitaris, nongkrong main gitar dan sebagainya. Dari dulu pas kecil denger suara-suara musik klasik itu bingung gimana maininnya. Jadinya punya bayangan untuk bikin musik yang nggak guitar based walaupun pas buatnya masih pake gitar juga. Tapi rasanya kayak orkestra.

Apa tanggapan pendengar atau orang-orang di sekeliling yang paling menarik soal Rimpang?

Akbar: Ada yang menarik karena kegocek di Rimpang. “Interlude keyboard di belakang bagus banget ya Reza mainnya ya”. Padahal Cholil yang main. Kayaknya nanti bakal ada keyboard di depan panggung deh pas bawain Rimpang.

Poppie: Kaget tiba-tiba ada yang sedetail itu nanya pake senar bass apa pas rekaman. Wahyu Acum bahkan nanya dan ngerespons secara detail lagu satu per satu.

Cholil: Kalo gue respons yang menarik tuh “ERK udah tua, sekarang musiknya begini”, “Tua tapi segar” katanya.

Reza: Paling soal karyanya yang lebih dewasa. Bukan soal lebih kompleks atau rumit, Tapi lebih ke perspektif penggarapan komposisi lagu yang pas. Kita masih berapi-api juga dalam proses bikin karya yang juga masih apa-adanya. Dalam porsi yang pas. Ada komentar yg di satu sisi bilang lebih catchy, ada juga yang bilang lebih rumit. Mungkin karena beragamnya karya di Rimpang. Kalo di Sinestesia kan tone komentarnya kan sama soal kompleks, kolosal dan rumit. Kalo di Rimpang, responsnya beda-beda. Ada yang bilang lebih fun, catchy, sekarang lebih dark. Jadi bukti kalo Rimpang itu pas.

Apa hal yang paling membekas selama proses pembuatan Rimpang?

Poppie: Bubur kacang hijau. Jamannya masih tektokan via Zoom, Google Meet selama Cholil masih di New York, waktu workshop dan rekaman di Jakarta kan biasanya malam jadinya butuh kudapan malam. Biasanya pesan bubur kacang hijau sebagai konsumsinya untuk menemani begadang.

Akbar: Proses pengerjaan Rimpang juga jadi kesempatan pertama kali buat gue take drum di jam 7 – 9 pagi. Biasanya mulai di jam 11 siang sampai sore. Karena operator studio bisanya cuma sampai jam 9 pagi. Sampai harus begadang di Kios Ojo Keos buat nyari isian drum dari jam 1 pagi sampe subuh. Nggak tidur.

Reza: Gue kan akhirnya baru tahu cara dan proses ERK bikin lagu. Dari awal sampai mixing. Gue ngeliat bagaimana temen-temen itu bikin aransemen dulu, tone dan suasana baru bikin lirik di atas itu. Jadi bener-bener menghidupkan lagu dengan liriknya. Terkagum-kagum sama cara Mas Cholil yang bisa menghindari mandeknya proses nulis lirik dan bisa nemu cara yang pas untuk bisa mengartikulasikan apa yang ingin disampaikan tapi dalam koridor kesenian.

Efek Rumah Kaca dengan formasi terbaru. / Dok: Istimewa.

Cholil: Kolaborasi sama Ucok. Ini peran istrinya Ucok karena dia nonton ERK dari dulu. Ucok juga mungkin nemenin istrinya untuk nonton ERK. Gue sering DM-DM-an sama istrinya Ucok, “Bisa kali sekali-sekali kolaborasi Bap (sapaan akrab ke Ucok) sama Cholil”. Karena gue nggak ada pikiran untuk tampil solo, jadi ya sama ERK aja. Ucok juga pernah ngajak kolaborasi di album Fateh. Setelah itu kita cari lagu yang pas untuk kolaborasinya.

Kita nawarinnya dua. Pertama, Rimpang karena udah kita pikirin sebagai selimut dari album ini. Belum ada respons dari tawaran ini. Mungkin karena pasti kalo kolaborasi harus saling meraba-raba berhasil atau nggak untuk mengeluarkan sisi kreatif secara maksimal. Nah gue memberikan alternatif ke Ucok, untuk dipikir-pikir ada lagu Bersemi Sekebun. Kayaknya dia langsung ngerasa “Wah ini gila nih!”. Akhirnya yang dipilih dan dikerjain Bersemi Sekebun. Berkesan banget dan mungkin ini bisa terjadi karena usulan istrinya Ucok.


 

Penulis
Ahmad Sajali
Bercita-cita jadi anak band meski kemampuan bermain drumnya buruk. Menghabiskan kesehariannya untuk membongkar kejahatan kemanusiaan bersama KontraS dan Aksi Kamisan. Memproduksi siniar #MudahMudaHAM dan menggelar obrolan #NGASOMalamKamis di Kios Ojo Keos

Eksplor konten lain Pophariini

Ndarboy Genk Rilis Anthem Patah Hati Berjudul Bajirut

Penyanyi dan penulis lagu pop Jawa, Ndarboy Genk, secara resmi merilis single terbaru berjudul “Bajirut” (15/11). Lagu ini mengangkat tema patah hati dan kekecewaan yang mendalam, serta menggambarkan perjalanan emosional seseorang yang ditinggalkan oleh …

Pringgo Merangkum Kisah Personal di Album Perdana Bejana

Bulan September menandai kelahiran Bejana, album solo perdana Pringgo, penulis lagu sekaligus produser “Kita Ke Sana” dari Hindia dan personel Twentyfirst Night. Bejana adalah kolase kisah personal dari Pringgo yang berkutat di koridor emosi …