Bumi Jangan Marah: Memahami Bencana Lewat Musik

Oct 25, 2018

Sejak bencana tsunami Aceh tahun 2004, disusul gempa Jogja tahun 2006, erupsi gunung Merapi 2010, dan sampai gempa dan tsunami melanda Palu, Adib sibuk sebagai tenaga relawan untuk kegiatan-kegiatan konser amal. Termasuk yang terakhir di konser amal “Gala Dana 100 Biduan 100 Hits Untuk Palu-Donggala Sulteng” pada 5 Oktober lalu yang berhasil menggalang donasi sampai 18 miliar rupiah. “Latar belakangnya sebagai jurnalis musik membantu saya melobi para musisi buat ikut ambil bagian,” ungkap Adib.

Bersama Glenn Fredly, Kadri Mohammad, serta Arief Budhy Hartono dari Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), Adib menginisiasi Bale Nusa Indonesia. “Awalnya dari Bale Nusa Lombok yang dibuat untuk menyalurkan dana kepada korban gempa Lombok, namun setelah gempa dan tsunami Palu inisiasi ini kami perbesar skalanya menjadi Bale Nusa Indonesia,” terang Adib.

Konser kemanusiaan untuk Lombok dan Bali. Foto: https://www.kolase.com/blog/bale-nusa-lombok

Sejauh ini Bale Nusa Indonesia telah mengumpulkan donasi 3,2 miliar rupiah yang akan disalurkan untuk pembangunan hunian sementara bagi korban bencana. “Ke depan kami juga akan membuat aktivitas pendidikan kepada masyarakat terkait mitigasi bencana,” jelasnya. Ia menjelaskan ada rencana untuk memproduksi album musik sebagai sarana edukasi tentang bencana kepada masyarakat. “Seperti yang pernah dilakukan LIPI sebelumnya.”

Tahun 2008 LIPI dan Electrified Record, label milik Naif,mengumpulkan musisi lintas genre dalam proyek album kompilasi Siaga Bencana. Kompilasi ini berhasil mengumpulkan nama-nama mulai dari Franky Sahilatua, Netral, Mocca, The Upstairs, White Shoes and The Couples Company, sampai 70’s Orgasm Club. Termasuk mesin pencetak ring back tone saat itu, Samsons.

Proses pembuatan album ini dimulai dari workshop Science in Music untuk para musisi pendukung yang menghadirkan narasumber peneliti-peneliti gempa dan tsunami LIPI. Selain mendapat pengetahuan kesiapsiagaan bencana, para musisi ini juga mendapatkan pemahaman tentang komunikasi sains. “Kami menyadari perlu ada pendekatan budaya untuk mengkomunikasikan sains. Para musisi ini kemudian menginterpretasikan pesan-pesan kesiapsiagaan bencana lewat lirik dan aransemen lagu,” jelas Irina Rafliana yang waktu itu menjabat sebagai Koordinator Program Community Preparedness LIPI.

Beberapa menyumbangkan katalog lama, seperti Samsons lewat “Dengan Nafas-Mu” atau Efek Rumah Kaca dengan “Hujan Jangan Marah”. Ada pula yang secara khusus menciptakan lagu baru, seperti 70’s Orgasm Club yang menciptakan “Indonesia Supermarket Bencana”, White Shoes and The Couples Company menyumbangkan “Zamrud Khatulistiwa”, dan mastermind dari proyek ini, Naif, secara khusus menulis lagu “Alam Indonesia”. David, Jarwo, Emil, dan Pepeng juga menggubah lagu “Dua Mata Saya” ciptaan Pak Kasur menjadi “Kalau Ada Gempa” dengan lirik

Kalau ada gempa, lindungilah kepala,
Kalau ada gempa ngumpet di kolong meja,
Kalau ada gempa, jauhi dari kaca,
Kalau ada gempa, lari ke lapangan terbuka

1
2
3
4
5
Penulis
Fakhri Zakaria
Penulis lepas. Baru saja menulis dan merilis buku berjudul LOKANANTA, tentang kiprah label dan studio rekaman legendaris milik pemerintah Republik Indonesia dalam lima tahun terakhir. Sehari-hari mengisi waktu luang dengan menjadi pegawai negeri sipil dan mengumpulkan serta menulis album-album musik pop Indonesia di blognya http://masjaki.com/

Eksplor konten lain Pophariini

Rekomendasi 9 Musisi Padang yang Wajib Didengar

Di tengah gempuran algoritma sosial media, skena musik independen Padang sepertinya tidak pernah kehabisan bibit baru yang berkembang

5 Musisi yang Wajib Ditonton di Hammersonic Festival 2024

Festival tahunan yang selalu dinanti para pecinta musik keras sudah di depan mata. Jika 2023 lalu berhasil menghadirkan nama-nama internasional seperti Slipknot, Watain, dan Black Flag, Hammersonic Festival kali ini masih punya amunisi untuk …