Dari Dj Adam Stardust ke GMO: 59 Tahun Musik Elektronik Indonesia
Musik elektronik di Indonesia bisa dibilang sudah cukup tua; hampir 60 tahun usianya. Setelah berjalan lebih dari lima dekade, musik elektronik Indonesia kini gaungnya pun semakin mendunia. Seperti apa?
Sejarah Awalnya (Dekade 60 hingga 90-an)
Jika dirunut dari multimediaperformance-art karya komponis Slamet Abdul Sjukur (1935-2015) pada tahun 1963 yang berjudul “Latigrak”, maka musik elektronik di Indonesia bisa dibilang sudah berumur 59 tahun. Penampilan multimedia ini menggabungkan tarian balet, gamelan, dan penggunaan musik dari pita/tape/kaset.
Slamet Abdul Sjukur adalah salah satu komponis yang berpengaruh di Indonesia. Beliau adalah pelopor musik avant-garde/minimalism/eksperimental di Indonesia. Karya-karya pak Slamet mungkin bisa disejajarkan dengan komponis-komponis berpengaruh lainnya macam La Monte Young ataupun John Cage.
Mengapa performance-art multimedia “Latigrak” (1963) bisa masuk ke kategori musik elektronik? Karena saat itu Slamet Abdul Sjukur dalam penampilannya telah menggunakan teknologi audio berupa pita magnetik. Penerapan tersebut masuk ke definisi dari Electroacoustic; sub-genre musik elektronik, yang mana sang komposer menggunakan teknologi untuk memanipulasi suara akustik di sekitarnya.
Dalam penjabaran musik elektronik itu sendiri, ada dua jalur proses kreatif:
1. Memproduksi musik elektronik dengan menggunakan instrumen musik elektronik.
2. Memproduksi komposisi dengan menggunakan perangkat-perangkat elektronik yang ada.
Dari poin kedua lahirlah Electroacoustic, sub-genre turunan pertama (dan tertua) dari Electronic Music.
Setelah sepanjang dekade 60-an musik elektronik Indonesia hanya di tahap penampilan live, barulah pada dekade 70-an musik elektronik di Indonesia mulai direkam, salah dua komposisi yang terekam adalah “Nature” (1979) dan “Ngendau” (1979) karya Otto Sidharta, komponis asal Bandung. Album kompilasi diskografi dari Otto Sidharta, Indonesian Electronic Music 1979-1992, pada tahun 2017 dirilis oleh label rekaman asal Belgia, Sub Rosa.
Praktik yang diterapkan oleh Otto Sidharta masuk ke dalam kategori Musique Concrète; komposisi musik yang menggunakan rekaman suara alam sebagai materi dasar. Tape-recorder merupakan bagian integral dari praktik Musique Concrète, baik itu untuk sisi produksi (perekaman), maupun untuk proses kreatifnya (teknik manipulasi suara, seperti: looping – cut n paste – playback – speed)
Dirunut dari performance-art multimedia karya komponis Slamet Abdul Sjukur (1935-2015) pada tahun 1963 yang berjudul “Latigrak”, maka musik elektronik di Indonesia bisa dibilang sudah berumur 59 tahun
Kemudian pada awal dekade 80-an komponis Harry Roesli (1951-2004) merilis album Harry Roesli ’83 (1983), yang komposisinya adalah musik ambient / minimalism hasil dari eksperimentasi dengan synthesizer.
Beriringan dengan yang sedang terjadi di skena seni kontemporer – melalui musik elektroniknya, pada dekade 80-an musik elektronik juga semakin populer di Indonesia, berkat masuknya musik-musik synthpop melalui gelombang New-Wave yang saat itu sedang populer.
Diskotik / klab malam pertama di Indonesia, Tanamur, juga berperan besar dalam mempopulerkan musik-musik berbasis synthesizer di Indonesia, melalui resident-DJs mereka: DJ Ian Hanmur, DJ Vincent, dan DJ Bongky, yang kerap memutar tembang-tembang new-wave / disko 80-an di set mereka.
Awal dekade 80-an komponis Harry Roesli (1951-2004) merilis album Harry Roesli ’83 (1983), yang komposisinya adalah musik ambient / minimalism hasil dari eksperimentasi dengan synthesizer.
Tanamur adalah diskotik pertama di Jakarta, yang berlokasi di Jalan Tanah Abang Timur No. 14, Jakarta-Pusat. Diskotik ini dibuka pada 12 November 1970 dan ditutup pada tahun 2005.
Ketika kehidupan klab malam mulai mendapat sorotan negatif oleh masyarakat, pada pertengahan dekade 70-an di Jakarta muncul alternatifnya yang bernama Merindink Disco, sebuah event-organizer yang menyewakan perangkat sound-system, jasa DJ, serta peralatan pendukungnya, untuk mengadakan pesta disko di rumah-rumah. Merindink Disco didirikan oleh Adiguna Sutowo, anak dari Ibnu Sutowo, Direktur pertama Pertamina. Merindink Disco inilah yang menjadi pelopor subkultur soundsystem di Indonesia.
Dilansir dari buku Electronic and Experimental Music: Technology, Music, and Culture (Routledge, 2015), cetakan kelima, sang penulis Thom Holmes menyatakan kalau musisi [elektronik] Indonesia banyak yang mengombinasikan notasi musik dan instrumen tradisional.
Diskotik/klab malam pertama di Indonesia, Tanamur, juga berperan besar mempopulerkan musik-musik berbasis synthesizer di Indonesia, melalui resident-DJs mereka: DJ Ian Hanmur, DJ Vincent, dan DJ Bongky, yang kerap memutar tembang-tembang new-wave/disko 80-an di set mereka.
Pada dekade 90-an para musisi elektronik di Indonesia mulai memasukan unsur musik tradisional ke dalam musik mereka. Rilisan yang paling menonjol saat itu adalah album NTXTC: Hosmiks (Musica Studios, 1996) dari Guruh Sukarno Putra. Sebuah album kampanye anti ekstasi melalui house-music / eurodance yang digabung dengan musik-musik tradisional Indonesia.
Wok The Rock dari net-label musik elektronik/eksperimental lokal ternama, Yes No Wave, menyatakan bahwa unsur lokal sangat penting dalam penciptaan musik elektronik di mana pun, karena akan memberikan karakter yang lebih khas. “House atau techno tidak akan memiliki cita rasa yang mandiri kalau tidak melibatkan kelokalan budaya di Chicago. Begitu juga UK Bass, Gabber, dll. Unsur lokal di sini tidak hanya gaya kesenian atau estetika saja, tapi juga aksen, sikap, atau gestur. Secara teknis tentu saja, jika menggunakan tangga nada lokal, pasti secara langsung hasilnya akan berbeda dengan daerah lain,” ungkap Wok The Rock ke Pophariini.
Pada awal dekade 90-an dari Bandung muncul Digital Music Crew / DMC, grup-musik new-wave asal Bandung yang terbentuk pada tahun 1989. Grup musik ini memiliki pemain turntable / DJ. Pemain keyboard-nya juga menggunakan komputer desktop ketika tampil. Pada tahun 1990 DMC merilis album debut yang berjudul Oo Aa Ee Ooo! (1990).
Wok The Rock dari net-label musik elektronik/eksperimental lokal ternama, Yes No Wave, menyatakan unsur lokal sangat penting dalam penciptaan musik elektronik di mana pun, karena akan memberikan karakter yang lebih khas. “House atau techno tidak akan memiliki cita rasa yang mandiri kalau tidak melibatkan kelokalan budaya di Chicago..”
Dekade 90-an juga merupakan momen krusial bagi musik elektronik Indonesia, karena genre funkot lahir di dekade 90-an. Funkot adalah sub-genre musik elektronik asli Indonesia. Musik ini lahir dari diskotik-diskotik di wilayah Kota (Jakarta Utara dan Jakarta Barat: Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka) pada dekade 90-an. Funkot sendiri kepanjangannya adalah ‘Funky Kota’. Musik ini merupakan gabungan dari musik Funky Housedengan Dangdut Koplo.
Grup musik yang berjasa melahirkan funkot adalah Barakatak melalui album debut mereka, House Music (Akurama Records, 1996), dengan singel “Musiknya Asyik” yang meledak di Indonesia saat itu. Sementara DJ yang berjasa melahirkan musik Funkot adalah DJ Jockie Saputra, yang sudah merilis banyak album (DJ mix dan remix) sejak akhir dekade 80-an. Musik Funkot kembali populer di kalangan anak muda Indonesia mulai dekade 2010-an, setelah Terbujurkaku (solois asal Surabaya) merilis album penting, Megamix Album: Koplo Goes to Breakcore (2010) pada tahun 2010, yang menggabungkan funkot dengan breakcore.
Sosok celebrity DJ di Indonesia pun pertama kali muncul juga pada dekade 90-an, ketika DJ Adam “Stardust” Jagwani main di sinetron populer Si Doel Anak Sekolahan, berperan sebagai Hans. Adam Jagwani sebelum bermain sinetron sudah terlebih dahulu menjadi DJ. Adam nge-DJ sejak tahun 1981, dan ia telah nge-DJ keliling Asia, sebelum akhirnya pindah ke Indonesia. Selama berkarir sebagai DJ profesional, Adam Jagwani jadi resident DJ di beberapa diskotik ternama Jakarta pada dekade 80-an, seperti Stardust (di Jakarta Barat) dan Earthquake (di Jakarta Pusat). DJ Adam Jagwani juga telah merilis banyak album DJ mix.
Grup musik yang berjasa melahirkan funkot adalah Barakatak melalui album debut mereka, House Music (Akurama Records, 1996), dengan singel “Musiknya Asyik” yang meledak di Indonesia saat itu. Sementara DJ yang berjasa melahirkan musik Funkot adalah DJ Jockie Saputra, yang sudah merilis banyak album (DJ mix dan remix) sejak akhir dekade 80-an
Di ranah DJ culture pada paruh kedua dekade 90-an juga muncul Future 10, kolektif DJ yang dibentuk oleh kakak-beradik DJ Anton dan DJ Hogi pada tahun 1995. Future 10 bisa dibilang merupakan kolektif DJ pertama di Indonesia. Dari Future 10 lahir nama-nama besar di skena disc-jockey dan musik elektronik Indonesia, seperti: DJ Anton, DJ Hogi, DJ Dipha Barus, DJ Downey, Agrikulture, dll.
Kemudian DJ Romy juga mendirikan kolektif 1945 Music Factory pada tahun 1997. Dilanjutkan oleh DJ Naro yang turut mendirikan kolektif / manajemen, Original Naro. Lalu ada Javabass Soundsystem yang dibentuk oleh DJ Jerome pada tahun 2000. Beriringan dengan mereka, pada awal dekade 2000-an juga lahir kolektif Dub Container dari tangan DJ Fabi.
Kolektif-kolektif ini (Future 10 – 1945 Music Factory – Original Naro – Javabass – Dub Container) di zamannya, sudah duluan memainkan musik-musik elektronik “alternatif”, seperti: techno, drum n bass, jungle, trip-hop, big-beat, electronica, dan lain-lain.
Di ranah DJ culture pada paruh kedua dekade 90-an juga muncul Future 10, kolektif DJ yang dibentuk oleh kakak-beradik DJ Anton dan DJ Hogi pada tahun 1995. Future 10 bisa dibilang merupakan kolektif DJ pertama di Indonesia
Kemudian di ranah musisinya, dekade 90-an di Jakarta juga muncul nama Agus Sasongko, yang sempat merilis dua album solo yang bernuansakan techno / big-beat / electronica, Myself (1996) dan (+/-) (1998). Pada tahun 1997 Agus Sasongko juga mendirikan grup musik elektronik Future Sound of Pejaten / FSOP (terinspirasi dari nama grup musik elektronik asal Inggris, The Future Sound Of London). FSOP didirikan oleh Agus Sasongko bersama dengan gitaris Indra7 dan vokalis Andi Choele (dari band hardcore, Full Of Shit). Namun FSOP hanya berumur pendek.
Dekade 90-an di Jakarta dan Bandung juga mulai bermunculan band-band rock yang banyak menggunakan unsur musik elektronik, yaitu: Sic Mynded (rilis album debut Insight pada tahun 1995), Brain The Machine (rilis album debut True Or False pada tahun 1997), Koil, Sieve (rilis mini-album Biara pada tahun 1998), Sel (rilis album debut Suara Sunyi pada tahun 1999), Electrofux, Kontaminasi Kapitalis (sempat merilis demo pada awal dekade 2000-an), Mobil Derek (rilis album debut, The World Needs A Party pada tahun 2001), Silent Sun (rilis album debut Pain Brings The Brighter Sky pada tahun 2001), dan lain-lain.
Di ranah musisinya, dekade 90-an di Jakarta juga muncul nama Agus Sasongko, yang sempat merilis dua album solo yang bernuansakan techno / big-beat / electronica, Myself (1996) dan (+/-) (1998). Pada tahun 1997 Agus Sasongko juga mendirikan grup musik elektronik Future Sound of Pejaten / FSOP
Sementara untuk musik elektronik yang lebih ekstrim, di Jakarta pada dekade 90-an ada Worldhate, proyek solo Jeff Awardi dari band Kekal dan label/distribution THT Productions. Worldhate merilis album perdananya, Egodestroyer, pada tahun 1997. Musik dari Worldhate adalah harsh-noise yang sangat bising dan kasar.
Bergeser ke Yogyakarta. Kota ini juga berkontribusi besar untuk musik elektronik di Indonesia. Pada tahun 1997 di Forum Musik Fisipol, UGM Yogyakarta, lahir komunitas bernama Performance Fucktory. Komunitas ini menggabungkan performance-art dengan musik elektronik. Beberapa scenester dan grup musik / performance-art yang tumbuh besar dari komunitas Performance Fucktory adalah: Juki ‘Kill The DJ’, Garden Of The Blind (Jompet & Venzha Christ), Ari Wulu (Second Floor), dan lain-lain. Komunitas Performance Fucktory juga membidani lahirnya festival musik elektronik pertama di Indonesia, yakni Parkinsound, pada tahun 1999.
Lalu juga ada SKM, band industrial asal Yogyakarta. Rilisan-rilisan awal SKM adalah single di album kompilasi United Underground (1998) dan album split mereka dengan GORB (Malaysia), yang dirilis oleh label rekaman Malaysia, Anak Liar Records, pada tahun 1998.
Komunitas bernama Performance Fucktory yang terdiri dari: Juki ‘Kill The DJ’, Garden Of The Blind (Jompet & Venzha Christ), Ari Wulu (Second Floor), dan lain-lain. Komunitas ini juga membidani lahirnya festival musik elektronik pertama di Indonesia, yakni Parkinsound, pada tahun 1999
Kemudian di Yogyakarta pada akhir dekade 90-an juga lahir Teknoshit, band hardcore-techno / big-beat dengan lirik bermuatan politis. Pada tahun 2000 Teknoshit merilis album debut mereka yang berjudul Electronic Revolution.
Meledaknya Musik Elektronik di Indonesia (Dekade 2000-an)
Seiring makin mudahnya akses internet serta makin kuatnya infrastruktur skena, membuat musik elektronik di Indonesia berkembang sangat pesat pada dekade 2000-an. Hal ini juga dipicu oleh membanjirnya software-software musik (FruityLoops, Cakewalk, Sound Forge, Ableton Live) bajakan yang banyak beredar di pasaran saat itu. Menjadi musisi elektronik pun tak lagi memerlukan biaya mahal untuk membeli instrumen musiknya; cukup ngulik saja software-nya di komputer.
Dekade 2000-an di Indonesia juga merupakan penanda banyaknya grup musik elektronik maupun DJ yang akhirnya bisa merilis album.
Keluar Malam (2004) dari DJ Riri cukup laris terjual di pasaran. Keluar Malam (2004) banyak disebut sebagai album DJ Indonesia pertama (materi asli, bukan album DJ mix ataupun remix). Kemudian disusul oleh DJ Andezzz yang pada tahun 2007 merilis album solo debutnya yang berjudul Movin’On.
Album Keluar Malam (2004) dari DJ Riri banyak disebut sebagai album DJ Indonesia pertama (materi asli, bukan album DJ mix ataupun remix). Kemudian disusul oleh DJ Andezzz yang pada tahun 2007 merilis album solo debutnya yang berjudul Movin’On
Lalu pada tahun 2005 juga dirilis kompilasi Jakarta Movement, yang banyak disebut sebagai album penanda zaman untuk musik elektronik di Indonesia pada dekade 2000-an.
Beberapa grup musik maupun solois elektronik asal Jakarta-Bandung yang pada dekade 2000-an mengeluarkan rilisan-rilisan penting, antara lain adalah: Ipang, Media Distorsi (berdiri pada tahun 2001, perpanjangan dari FSOP), The Upstairs, Goodnight Electric, Homogenic, RNRM, Agrikulture, Tranquility, Ape On The Roof, Santamonica, Stereomantic, dan lain-lain.
Di Yogyakarta pada paruh kedua dekade 2000-an juga muncul grup musik elektronik penting, yaitu Dubyouth Soundsystem. Kemudian di Bandung pada akhir dekade 2000-an juga muncul beberapa grup musik penting, yang mewakili beberapa subgenre musik elektronik, seperti: Souldelay, Bottlesmoker dan Elemental Gaze.
Di kancah musik elektronik eksperimental/noise lokal, pada tahun 2003 lahir Pemuda Elektrik di Jatinangor, kemudian disusul oleh berbagai grup musik / seniman elektronik noise di Jakarta-Bandung macam: Aneka Digital Safari, N.T.A.F, Kalimayat, Individual Distortion, Bertanduk!, Argot, Abort, Adit Bujbunen Al Buse, Shoah, dan lain-lain, yang mulai muncul pada paruh kedua dekade 2000-an.
Grup musik maupun solois elektronik dekade 2000-an mengeluarkan rilisan-rilisan penting, antara lain adalah: Ipang, Media Distorsi, The Upstairs, Goodnight Electric, Homogenic, RNRM, Agrikulture, Tranquility, Ape On The Roof, Santamonica, Stereomantic, Dubyouth dan lain-lain
Sementara di skena musik elektronik eksperimental Yogyakarta pada awal dekade 2000-an muncul Electrocore, salah satu proyek sound-art dari Venzha Christ yang berdiri pada tahun 2001. Kemudian disusul oleh Black Ribbon, grup musik elektronik eksperimental/noise yang didirikan oleh seniman Uji Hahan pada tahun 2004. Lalu pada tahun 2006 lahir Cangkang Serigala, grup musik yang menggabungkan musik elektronik eksperimental dengan black-metal. Selang beberapa waktu, pada tahun 2009 lahirlah Jogja Noise Bombing, sebuah kolektif musisi noise / elektronik eksperimental yang sepanjang satu dekade terakhir aktif menggelar gig maupun festival musik noise / elektronik eksperimental skala internasional di Yogyakarta.
Dekade 2010-an hingga Sekarang (Musik Elektronik Indonesia yang Kian Mendunia)
Sejak awal dekade 2010-an mulai banyak grup musik elektronik Indonesia yang melakukan tur internasional. Bukan hanya manggung sekali – dua kali saja, melainkan tur panjang di luar negeri.
Tercatat Bottlesmoker asal Bandung yang mulai memulai tradisi tur ke luar negeri untuk grup musik elektronik Indonesia pada dekade 2010-an. Mereka tur hingga skala benua Asia.
Kemudian disusul beberapa tahun kemudian oleh para artis rilisan Yes No Wave, seperti: Senyawa, Zoo, Gabber Modus Operandi, Raja Kirik, Koplotronika, Kuntari, dan lain-lain.
Gabber Modus Operandi adalah nama dari skena musik elektronik Indonesia yang paling mencuri perhatian tahun ini, karena bisa berkolaborasi dengan Björk, untuk album kesepuluh Björk, Fossora (2022).
Sejak awal dekade 2010-an mulai banyak grup musik elektronik Indonesia yang melakukan tur internasional. Dari Bottlesmoker disusul beberapa tahun kemudian oleh para artis rilisan Yes No Wave, seperti: Senyawa, Zoo, Gabber Modus Operandi, Raja Kirik, Koplotronika, Kuntari, dan lain-lain
Yes No Wave adalah sebuah net-label asal Yogyakarta yang fokus merilis band-band elektronik/eksperimental. Yes No Wave berdiri pada tahun 2007. Net-label ini merupakan pecahan dari Realino Records, label rekaman oi!/skinhead asal Yogyakarta yang berdiri pada tahun 1999.
Band-band rilisan Yes No Wave sejak awal dekade 2010-an mulai rutin melanglang buana, dengan tur ke Amerika Serikat, Eropa, Afrika, Australia, dan Asia.
Musisi elektronik asal Jakarta pun juga ada yang lakukan tur mancanegara dalam beberapa tahun terakhir, seperti Logic Lost dan Uwalmassa.
Apakah kenal dengan booking-agent adalah kunci bagi sebuah grup musik elektronik Indonesia, agar bisa tur reguler di AS / Eropa? Rully Shabara, vokalis Senyawa / Zoo, menjawab iya. “Paling gampang memang jika punya kenalan booking-agent di sana yang bersedia menggelarkan tur untuk kita. Dengan begitu kita gak perlu harus mencari venue sendiri. Tapi di zaman internet sekarang sih kita bisa menghubungi venue atau promotor lokal secara langsung,” ujar Rully ketika diwawancara oleh Wasted Rockers pada tahun 2017.
Apakah kenal dengan booking-agent adalah kunci bagi sebuah grup musik elektronik Indonesia, agar bisa tur reguler di AS / Eropa? Rully Shabara, vokalis Senyawa / Zoo, menjawab iya.
Sementara Wok The Rock, pendiri Yes No Wave, berkata [para musisi elektronik] tidak hanya harus kenal dengan booking-agent di AS/Eropa saja, tapi juga harus kenal dengan booking-agent di (daerah-daerah, misalnya) Purwokerto. “Tugas booking-agent kan memang mencari gig untuk band/musisi,” jelas Wok The Rock ke Pophariini.
Ada beberapa jalur, untuk para musisi elektronik agar bisa tur ke luar negeri. Bisa melalui jalur akademis/seni, atau jalur konvensional (band). Wok The Rock (Yes No Wave) sebagai orang yang berjasa mengorbitkan banyak musisi elektronik Indonesia ke manca negara dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, coba memberi saran. “Jalur terbaik ya berkenalan dengan orang-orang yang aktif di skena tersebut, dan menjalin hubungan pertemanan dengan baik,”
Ada beberapa jalur, untuk para musisi elektronik agar bisa tur ke luar negeri. Bisa melalui jalur akademis/seni, atau jalur konvensional (band)
Tahun 2022 musik elektronik Indonesia sudah dikenal luas di seluruh dunia. Para musisinya sudah sering tur ke luar negeri. Album-albumnya juga banyak dirilis oleh label luar negeri. Lantas, bakal seperti apa masa depan musik elektronik Indonesia?
Wok The Rock yang saat ini juga berprofesi sebagai promotor untuk musisi-musisi elektronik Indonesia ke luar negeri, mengatakan kalau masa depannya akan lebih indah jika para pelaku skena di berbagai daerah di Indonesia saling bekerja sama dengan intim, dan produktif.
Untuk para musisi elektronik di Indonesia, tunggu apa lagi? Perluaslah cakrawala kalian dengan melanglang buana.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …