Di Balik Panggung Synchronize Festival 2024
Synchronize Festival 2024 sukses berlangsung selama 3 hari di Gambir Expo selama tanggal 4-6 Oktober lalu. Perhelatan tahunan untuk warga-wargi pecinta musik lokal ini mengusung tema Together Bersama tahun ini.
Selama 3 hari para warga-wargi disuguhkan penampilan dari berbagai musisi lokal dan internasional yang membawa narasi Indonesia. Terdapat 8 area panggung yang bersuara selama penyelenggaraan yaitu Dynamic Stage, District Stage, Forest Stage, XYZ Stage, Gigs Stage, Oleng Upuk, Panggung Getar, serta Salon & Barkaraoke.
Dalam perhelatan tahun ini, Synchronize Fest banyak menghadirkan berbagai penampilan spesial seperti Brang Breng Brong Benyamin Bikin Ketributan, Rock Opera Ken Arok: Harry Roesli, Potlot Jam, dan masih banyak lagi.
Seperti biasa, Pophariini menelusuri area di balik panggung dan berbincang dengan beberapa penampil di Synchronize Fest 2024. Simak ceritanya di bawah ini.
Hari pertama Synchronize Festival 2024
Pophariini hadir di Synchronize Fest sejak siang dan sempat menyaksikan berbagai penampilan seperti .Feast yang berkolaborasi dengan Lale dan Ilman dari MALIQ & D’Essentials dan Laleilmanino saat membawakan lagu “Arteri”, sampai Saykoji yang sempat memboyong Team Tomodachi di Forest Stage.
Meski banyak menyaksikan penampilan beberapa musisi di setengah hari pertama, kami tertarik untuk menemui 2 band yang dikenal berseteru, namun malah berbagi panggung di Synchronize Fest 2024, tepatnya di XYZ Stage. Ya, mereka adalah The Kick dan The Jeblogs.
“Perdamaian” antara kedua band muda Yogyakarta dan Klaten ini seakan jadi bukti nyata tema Together Bersama yang diusung festival tersebut. Kami pun tertarik untuk menarik kedua vokalis band, Amir (The Jeblogs) dan Jiwe (The Kick) untuk menanyakan bagaimana mereka bisa berbagi panggung.
Menurut Jiwe, kolaborasi The Kick dengan The Jeblogs di panggung untuk pertama kali ini terjadi karena arahan dari panitia Synchronize Fest. Riuhnya panggung saat kedua band tampil, jadi pertanyaan kami kepada kedua frontman ini. Keduanya pun saling menyalahkan dengan penuh canda tawa.
“Kalau yang berikutnya mau mengundang kami dengan konsep semacam ini, sepertinya jangan,” kata Amir.
“Penonton Jeblogs anarkis,” sambut Jiwe.
“Karena The Kick gak ada penontonnya [tertawa],” balas Amir yang juga disambut tawa lepas oleh Jiwe.
Meski begitu, kedua vokalis ini sepakat memberikan apresiasi kepada tim keamanan XYZ Stage yang dengan penuh ketegasan bisa menertibkan penonton. “Kami respect, kami langsung temui beliau, memohon maaf, dan mendoakan sehat selalu. Supaya semua lancar sampai hari terakhir,” ucap Jiwe.
Sebagai penutup, baik Jiwe dan Amir menjelaskan bahwa kolaborasi ini sepertinya tidak akan terjadi lagi, meski tidak menutup kemungkinan berbagi panggung jika ada kondisi-kondisi khusus.
“Sepertinya Blur dan Oasis tidak pernah kolaborasi. Tapi kita lihat saja nanti,” tutup Amir.
Dalam percakapan tidak terekam, keduanya lanjut saling ejek, namun kami melihat bahwa di balik perselisihan ini, baik Jiwe dan Amir ternyata saling paham karakter masing-masing karena mereka mengaku memang sudah saling kenal sejak tahun 2016 lalu.
Setelah menemui Jiwe dan Amir, kami lanjut menemui dedengkot grindcore asal Semarang yang sudah bermigrasi di Oakland, Amerika Serikat sejak tahun 2019, mereka adalah AK//47.
Synchronize Fest menjadi perhentian pertama dalam rangkaian tur Menari Dalam Abu Algoritma Indonesia Tour 2024 dan akan dilanjutkan ke beberapa kota seperti Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Banyuwangi dan berakhir di Bali.
View this post on Instagram
Dalam sesi wawancara yang berlangsung di booth demajors saat sesi tanda tangan album ini, Garna Raditya (vokal, gitar) dan Mike Calvert (bas) berbagi cerita kepada Pophariini tentang bagaimana mereka melihat Indonesia sampai tentang tur yang bakal mereka jalani beberapa hari setelah Synchronize Fest.
Garna yang mengaku selalu memerhatikan kondisi tanah airnya ini dari jauh mengatakan, Indonesia memiliki banyak perkembangan, terlebih di sektor musik. Ia menambahkan, Pophariini jadi salah satu media yang ia simak untuk mendapatkan perkembangan kondisi skena musik Indonesia.
“Saya melihat perkembangan, terutama dari bagaimana industri yang sangat progresif dan berbagai ekosistemnya yang mulai mencuat. Buat saya pribadi, 5 tahun ini berbagai rilisan (musik) semakin beragam dan bahkan tanpa disadari sudah sampai di Amerika juga,” kisah Garna.
Mike sang pemain bas bahkan mengaku bahwa tur ini adalah kesempatan perdananya untuk mengunjungi Indonesia. Mengaku tempe dan tahu bacem adalah makanan paling grindcore menurut opininya, Mike yang seorang vegetarian juga mengatakan Jakarta sebagai persinggahan pertamanya di Indonesia memberikan pengalaman yang luar biasa.
Sebagai orang Amerika, Mike memiliki impresi tersendiri ke skena musik di Indonesia. Menurutnya, di Amerika para pecinta musik cenderung hanya berkelompok dengan yang ‘satu genre’, sedangkan di Indonesia, khususnya Synchronize Fest ia merasa tidak ada batasan genre untuk sebuah acara musik.
“Tur ini adalah cara terbaik untuk melihat apa saja yang ada di negara ini. Kami akan banyak melihat hal-hal baru di perjalanan, merasakan pengalaman di kota yang berbeda-beda,” ucap Mike.
Menyambut hari jadi AK//47 yang menginjak usia 25 tahun, Garna membocorkan, bahwa ia dan rekan-rekannya sedang mempersiapkan dokumenter dan buku yang menceritakan perjalanan mereka dari terbentuk, sampai pindah ke Amerika. Rencananya perilisannya akan jatuh di antara akhir tahun ini atau awal tahun depan.
“Dokumenter ini akan merangkum bagaimana perbedaan dulu dan sekarang, dan bagaimana ekosistem di Amerika yang kami serap merubah dan memberi pandangan yang jauh lebih luas tentang perspektif kami terhadap ekosistem musik di Amerika dan Indonesia sendiri,” jelasnya.
Dalam penampilan di Synchronize Fest, AK//47 membawakan semua lagu di album teranyar mereka, Menari Dalam Abu Algoritma yang beredar di awal tahun 2024. Mereka juga bawain lagu-lagu di album terdahulu yang diakui Mike perdana dilakukan dalam formasi terbaru AK//47.
“Ini jadi semacam retrospektif dari AK//47, so it’s a great set,” tutup Mike.
Musisi terakhir yang kami temui di Synchronize Fest hari pertama adalah Asep Nayak yang merupakan DJ dan produser musik asal Provinsi Papua Pegunungan. Sang musisi berkesempatan tampil di Panggung Getar.
Asep mengawali sesi wawancara dengan bercerita makna di balik nama panggungnya. Menurutnya ‘Nayak’ adalah panggilan khas Papua Pegunungan kepada laki-laki.
“Mungkin kebanyakan di bagian Indonesia Timur itu kan bilang ‘Pace’, begitu toh? Tapi kalau khusus di daerah Provinsi Papua Pegunungan itu kan panggilan laki-laki itu ‘Nayak’. Jadi sa pakai Asep Nayak,” jelasnya.
Akrab dengan musik tradisional Papua sejak kecil, Asep mengaku perjalanan bermusiknya sebagai produser musik terjadi saat ia masih SMP di tahun 2012. Setelah ia mengenal aplikasi produksi musik di laptop-nya, Asep pun mengaku tidak bisa lepas dari membuat musik, baik itu saat di sekolah, maupun di rumah.
Di tahun 2019, Asep akhirnya mulai merilis karya perdananya di kanal YouTube, dan sampai di tahun 2021 ia ditemukan oleh Wok The Rock, pemilik label Yes No Wave asal Yogyakarta.
“Dia komentar sa punya lagu di kolom komentar. Akhirnya dia minta nomor telepon saya, dan kami cerita-cerita,” kenang Asep. Pertemuan itu akhirnya berujung pada penampilan Asep di salah satu festival seni di Yogyakarta di tahun 2021.
Perjalanan tersebut akhirnya mengantar Asep ke panggung Synchronize Fest 2024, setelah tampil di berbagai kota di Indonesia bahkan sampai ke luar negeri seperti Australia dan Berlin.
“Jadi hari ini pertama kali diundang di Synchronize Fest, senang sekali. Terima kasih kepada panitia festival karena bisa undang dan dukung saya sehingga saya lebih semangat. Tadi seru sekali, sangat senang,” tutup Asep.
Hari kedua Synchronize Festival 2024
Terlewat menyaksikan Lagu Anak Masa Ke Masa, kami akhirnya memutuskan untuk menyaksikan band anak-anak yang juga jadi penampil termuda di Synchronize Fest tahun ini, The Bandells.
Dalam penampilan mereka di Gigs Stage, band anak-anak ini membawakan lagu mereka yang bertajuk “Berkejar-kejaran” dan “Fuzz The Cat”. Mereka juga membawakan versi cover dari lagu-lagu Misfits, The Muffs, dan masih banyak lagi.
Synchronize Fest 2024 jadi festival ketiga yang dijajal oleh anak-anak ini. Para personel yang rata-rata masih di bangku sekolah ini mengaku masih mengalami deg-degan sebelum manggung. Namun, mereka semua mengaku saat naik panggung semua perasaan demam panggung itu hilang.
Mereka juga bercerita kepada Pophariini tentang rencana mereka merilis single anyar. Karya musik yang belum memiliki judul tersebut juga sempat dibawakan saat The Bandells tampil di Gigs Stage.
Saat ditanya soal genre apa yang akan diusung di single baru itu, Devdan menjawab, “Rock, terus ada grunge-nya dikit. Ya grunge sama punk”.
Lucunya saat ditanya mengenai siapa yang menulis lirik lagu baru tersebut, para personel bilang bahwa selain belum ada judul, sang lagu juga belum ada lirik tetap. Pijar pun menjelaskan, bahwa saat dibawakan tadi, liriknya masih ‘ngasal’ saat dibawakan di Gigs Stage.
Sesi wawancara dengan The Bandells pun ditutup dengan pernyataan mereka yang mengatakan ingin tetap ngeband bersama sampai besar nanti. Zahra sang vokalis pun sempat menyampaikan pesan kepada teman-teman sebayanya yang juga ingin ngeband.
“Jangan patah semangat, pokoknya coba aja berkarya dan coba hal baru,” pungkasnya.
Seperti yang sudah diketahui warga-wargi, Synchronize Fest sempat rutin mengadakan agenda Gigs Stage di M Bloc, Jakarta Selatan. Acara mingguan yang berlangsung di hari Rabu tersebut menampilkan band-band emerging sampai yang sudah well known di setiap pergelarannya.
Ada satu band yang menarik perhatian saat tampil di perhelatan Gigs Stage akhir Januari lalu yaitu funeruuu. Meski tidak ada di TKP saat mereka tampil, namun linimasa media sosial pribadi saya sempat dipenuhi unggahan cuplikan penampilan mereka yang saat itu bisa dibilang rusuh namun menyenangkan.
Maju cepat ke beberapa bulan setelah tampil di Gigs Stage M Bloc, funeruuu akhirnya bisa membuat rusuh Gigs Stage langsung di Synchronize Fest dan membuktikan seruan ‘funeruuu, seru’ yang kerap mereka suarakan di setiap penampilan bukan omong kosong.
Setelah puas menyaksikan penampilan mereka, kami langsung ikut ke green room untuk bincang santai dengan Lutfi (vokal, gitar), Iman (gitar), dan Adli (drum). Para personel band yang membentuk band di pertengahan 2023 lalu mengaku tidak menyangka bisa tampil di festival musik perdana saat baru terbentuk 1 tahun.
Mengaku senang dan sama sekali tidak terbeban untuk unjuk gigi di Synchronize Fest, funeruuu menceritakan alasan di balik konsep penampilan mereka hari itu yang membawakan seluruh lagu di album perdana bertajuk There’s a fallen tree in Juanda.
“Ada 2 lagu yang gak pernah dibawain live gitu, terus kayak momen lah, jadi mau nawarin experience album pertama,” jelas Lutfi.
Berangkat dari jargon ‘funeruuu, seru’ kami menanyakan seseru apa untuk para personel berada di band tersebut. Iman mengatakan, di funeruuu ia bisa mengeluarkan semua emosi yang sedang dirasakan.
“Pas manggung kayak gue bisa all out. Gue lagi marah, sedih, gue teriak gak jelas aja lah [tertawa],” ujar Iman.
Para personel juga sempat megutarakan harapan mereka setelah tampil di Synchronize. Tanpa pikir panjang, Lutfi mewakili rekan-rekannya langsung menyampaikan keinginannya untuk funeruuu bisa berkolaborasi dengan Nadin Amizah.
Berkesempatan mampir ke area green room mewawancarai funeruuu kami manfaatkan untuk mengambil gambar suasana di sana yang bisa disimak di bawah ini.
Hari ketiga Synchronize Festival 2024
Gigs Stage membuktikan, bahwa nama-nama yang tampil tidak hanya para musisi yang membawakan musik ugal-ugalan. Nyatanya di hari ketiga, The Cottons yang membawakan musik pop bisa ramai disaksikan oleh para warga-wargi.
Beberapa saat sebelum mereka membuat keramaian di Gigs Stage, kami sempat menemui kedua personel band, Yehezkiel Tambun dan Kaneko Pardede di booth demajors.
Synchronize Fest jadi festival kedua yang mengundang The Cottons untuk jadi salah satu penampilnya. Kami juga menanyakan pendapat mereka soal Synchronize Fest yang pertama kali diadakan di Gambir Expo tahun 2016, tahun di mana mereka mulai vakum.
Yehezkiel sendiri tahun lalu sudah pernah menjajal panggung di Synchronize Fest tahun lalu saat ia membantu penampilan Bangkutaman. Sedangkan Kaneko yang akrab disapa Keko menyatakan suasana di festival tersebut sangat seru, mengingat Synchronize Fest adalah penggagas festival musik lokal di Indonesia.
“Sebenarnya ini kedua kali kami ke Synchronize ya. Ternyata semakin oke, terutama untuk visual art-nya ya,” jelas Keko.
Selama terbentuk sampai masa 8 tahun vakum, The Cottons memang tidak tampil di panggung, bahkan fakta yang baru saya pribadi ketahui, ternyata panggung pertama mereka baru di tahun 2024 di suatu acara kolektif beberapa waktu lalu.
Meski begitu, The Cottons terbukti sangat ditunggu-tunggu, terbukti dari penampilan mereka di Synchronize Fest yang membuat Gigs Stage penuh manusia sampai di area luar. Kira-kira kenapa band ini sangat dinanti-nanti? Begini jawaban Keko.
“Mungkin orang penasaran kali ya. Maxi-single kami yang tahun 2016 ada beberapa yang nyantol, tapi gak pernah lihat live performance-nya atau melihat kami as The Cottons,” ungkapnya.
Hal tersebut juga terasa dari respons yang didapatkan pasangan suami istri ini di album mini perdana mereka, Harapan yang beredar bulan Juni lalu. “Ya bikin lagu jujur aja sih, pokoknya dari hati kami aja. Mungkin itu juga salah satu ramuan paling jitu membuat musik di zaman sekarang,” tegas Yehezkiel.
Untuk para pendengar The Cottons, Yehezkiel dan Keko menutup wawancara bersama Pophariini dengan memberikan kabar baik. Kabarnya mereka akan meluncurkan satu single lagi di akhir tahun ini.
“Selain rilis single, mungkin, mudah-mudahan kami akan merilis Harapan dalam format yang beda. Kalau kemarin kan kami merilisnya digital sama kaset, untuk next-nya mudah-mudahan ada format yang lain,” pungkas Keko yang membangkitkan rasa penasaran. Mari nantikan.
Salah satu penampilan yang sangat ditunggu-tunggu banyak orang di Synchronize Fest hari ketiga adalah Asbun: Asal Bunyi (Texpack, Rrag, & Swellow). Meski baru main di XYZ Stage pukul 21:45 WIB, sejak siang Karfianda Suryoutoro atau yang hari itu mengusung nama Mr. Asbun sudah naik sepeda berkeliling Gambir Expo untuk membagikan kopi, dan sebuah buku saku bertajuk Asbun Edisi Khusus Pentas Synchronize Fest 2024.
Buku saku tersebut memuat cerita bagaimana band-band Bogor ini bisa tampil di Synchronize Fest sebagai Asbun yang ditulis oleh Raka Dewangkara, dan esai/obituari Reidvoltus yang ditulis oleh Gilang Tahu.
Beberapa saat sebelum pertunjukan Asbun dimulai, kami menemui Pramedya Nataprawira selaku Show Director untuk menanyakan apa itu Asbun. Menurutnya, Asbun adalah sebuah proyek archiving yang diinisiasi sejak akhir tahun lalu.
“Karena gue tau anak-anak itu bakal rilis album di tahun 2024, jadi gue berpikir kenapa gak dibikin satu payung aja ya buat ngumpulin semua produksian ini tuh ter-archive dengan baik,” kata Pram.
Perjalanan Asbun bermula dalam sebuah pertunjukan besutan Rudi dari Moonswimmer di Surabaya. Catatan mengenai perjalanan bertajuk Asal Bunyi: Bogor Jatuh Di Surabaya tersebut bisa dibaca selengkapnya di sini.
Penawaran untuk Asbun tampil di Synchronize Fest 2024 datang dari Miska, pemain bas Swellow. Diberikan slot tampil 75 menit, tawaran tersebut langsung disambut baik oleh para personel Swellow, Texpack, dan Rrag, yang langsung dilanjutkan dengan pembuatan konsep oleh Pram.
“Bogor itu kan belakangan ini dikenal sebagai kota indie rock ya, jadi gue telaah itu dari mana sih awalnya. Kebetulan karena teman kami, Idam gitarisnya Swellow yang gitarisnya Reidvoltus juga, band itu yang sebenarnya kurang lebih 20 tahun lalu lahir dan menginspirasi ketiga band sampai hari ini,” jelas Pram.
Jadi narasi yang dihadirkan Pram untuk Asbun adalah merayakan 20 tahun indie rock di Bogor, terhitung dari terbentuknya Reidvoltus. Hal itu yang membuat lagu pertama yang berkumandang di penampilan Asbun adalah ketiga band yang tampil bersama bawain salah satu lagu dari Reidvoltus.
Penampilan Asbun malam itu sangat berkesan bagi saya pribadi yang mungkin tidak mengalami masa-masa Reidvoltus aktif, namun merasakan warisan dari band tersebut lewat karya-karya Swellow, Texpack, dan Rrag.
Terima kasih Asbun sudah bisa mengumpulkan kami semua di XYZ Stage dan menorehkan memori bersama teman-teman yang akan selalu diingat banyak orang untuk beberapa masa ke depan.
Hari terakhir Synchronize Fest banyak kami habiskan dengan bertemu kawan lama dan berkaraoke ria di area Oleng Upuk sampai akhirnya harus pulang untuk kembali bekerja di keesokan harinya. Namun paling tidak, banyak kejadian di Synchronize Fest 2024 yang bisa menjadi topik pembicaraan seru saat bertemu sesama warga-wargi di manapun berada.
Sampai jumpa tahun depan!
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Dirty Racer Buktikan Cinta Sejati Itu Ada Lewat Single Vespa Merah
Setelah merilis single “Percaya” dan “Untitled” pada 2015, unit pop punk asal Lampung, Dirty Racer kembali dengan yang terbaru dalam tajuk “Vespa Merah” (08/11). Dirty Racer adalah Galang Rambu Anarki (vokal, bas) …
Circle Path Memaknai Candaan Jadi Hal yang Serius di Single Teranyar
Setelah merilis single “Down In The Dumps” tahun lalu, Circle Path melanjutkan perjalanan mereka lewat peluncuran single anyar “Take This As A Joke” hari Senin (11/11). Pengerjaan single ini dilakukan secara independen dan mereka …