Gergasi Api – Red Knight

Apr 10, 2023

Koalisi antara Alexandra J. Wuisan (Sieve, Cherry Bombshell) dan Ekyno (Full of Hate, Plum) dalam sebuah entitas bernama Gergasi Api akhirnya melahirkan album perdana Red Knight. Album ini jadi rilisan yang mungkin paling tenang di antara hingar bingar distorsi band-band keluaran Lawless Jakarta Records lainnya.

Red Knight menghadirkan komposisi yang mengombinasikan beratnya riff post-metal, bunyi-bunyian sintesis ala industrial rock, dan nuansa mengawang musik shoegaze untuk 12 nomor di dalamnya. Dalam sekali putar saya jelas langsung teringat band-band seperti Cocteau Twins, Siouxsie and the Banshees, hingga Throbbing Gristle.

Ekyno pernah mengungkapkan dalam artikel, bahwa ia sedang merancang format live untuk Gergasi Api. Hal ini juga menjadi perhatian saya yang sulit membayangkan akan seperti apa saat Gergasi Api membawakan lagu-lagu dari album di atas panggung.

Kekhawatiran tersebut datang begitu mendengarkan Alexandra hadir dengan konsep vokal berlapis dalam menyanyikan bagian yang berbeda. Apakah Gergasi Api nantinya di panggung akan menghadirkan penyanyi latar? Well, semoga berhasil karena sebagai penggemar lagu “Marijuanaut” dari Seringai yang menghadirkan Alexandra sebagai vokalis tamu, menurut saya warna vokalnya sangat berkarakter dan sulit digantikan.

Red Knight diawali dengan intro gelap nan dramatis dari nomor bertajuk “Sacred Second”. Awalan yang suram ini disambut vokal manis pada detik ke-33 yang cukup berhasil menggambarkan warna dari lagu-lagu setelahnya.

Lagu “Sacred Second” selesai, perjalanan mendengarkan berlanjut ke nomor selanjutnya “Soul Bound” yang lebih dulu rilis sebagai single lepasan tiga hari sebelum Red Knight beredar. Sekali lagi, lagu ini menampilkan kapasitas Alexandra sebagai vokalis yang sudah malang melintang sejak tahun 90-an. Vokal manis dan melodiusnya dapat terdengar tegas dan gagah dalam lagu ini.

Loncat ke track lima berjudul “Ghost Ascending”. Lagu ini memberikan bumbu-bumbu menarik lewat isian sintesis yang menyerupai orkestra. Hal itu membuktikan kepiawaian Ekyno sebagai komposer yang bisa sedemikian rupa merangkai bunyi-bunyian digital menjadi terdengar analog.

Bagi saya, tiga lagu setelah “Ghost Ascending” terasa membosankan. Intro lagu-lagu berjudul “Awakening”, “Darkling”, dan “Mothra” kurang menggugah hati untuk terus mendengarkan. Entah karena suguhan musik di titik ini sudah terasa monoton atau karena lagu-lagu sebelumnya memang sulit disaingi aransemennya.

Masuk ke nomor “Dive”, gairah mendengarkan akhirnya kembali di tempatnya. Perubahan nuansa pada menit 1:53 adalah pengantar yang aduhai untuk Alexandra menyanyikan bagian chorus. Penggalan lirik chorusIt’s best to save the love alone. When it’s time. Say goodbye” adalah bagian lirik terfavorit dari album.

Menyandang embel-embel ‘bonus track’, “Altered State” justru sangat mencuat dibanding nomor lain dalam album. Jika lagu-lagu sebelumnya lebih tenteram, “Altered State” terasa sangat intens, mentah, dan kotor sejak intro dimainkan. Sebab itu, nomor bonus ini jadi lagu favorit saya juga dalam Red Knight.

Harus diakui, dalam beberapa kali sesi dengar, tidak banyak lagu dari Red Knight yang bisa menancap di kepala. Bukan berarti itu buruk, album hanya butuh waktu untuk tumbuh dalam benak setiap pendengarnya.

Izinkan saya untuk sekali lagi memuji Alexandra. Jika band shoegaze kebanyakan kerap menenggelamkan suara vokalis dalam bisingnya ‘tembok suara’ dari instrumen lain, namun berbeda dengan Gergasi Api yang justru sangat menonjolkan vokal Alexandra di hampir setiap lagunya.

Suara melodius Alexandra secara harmonis dapat menyatu dengan atmosfer yang dirangkai oleh Ekyno. Kalau ada yang beranggapan vokal bukan lah sebuah instrumen, mungkin mereka belum sempat mendengarkan Red Knight dari Gergasi Api.

Beberapa kali memutar Red Knight untuk menulis ulasan ini, saya jadi tergugah untuk tak hanya sekadar mendengarkan via layanan streaming musik. Berhubung Lawless juga merilis album dalam format cakram padat, sepertinya bukan ide buruk menyisihkan uang menebus sang album di Lawless Store. Oke, on the way ke Kemang!


 

Penulis
Gerald Manuel
Hobi musik, hobi nulis, tapi tetap melankolis.

Eksplor konten lain Pophariini

Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota

Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …

5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac 

Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …