Kilas Balik Konser dan Festival Musik Indonesia Di 2018

Jan 24, 2019

Di jajaran pecinta musik keras, Incubus kembali hadir setelah dua kali menyambangi Indonesia di tahun 2008 dan 2011. Tentu saja penampilan Guns N Roses di Stadion Utama Gelora Bung Karno yang jadi titik puncak. Axl Rose, Slash, dan Duff McKagan, tiga personel tersisa dari formasi klasik band paling berbahaya sekolong jagad ini, menuntaskan penantian hampir dua dekade semenjak mereka menyatakan pecah kongsi selepas tur Use You Illusion Tour tahun 1995.

Fred Durst, Limp Bizkit. Foto: Limp Bizkit https://beritagar.id

Aroma nostalgia kian menyengat jika menilik kecenderungan headliner di beberapa festival musik skala besar. Di Soundrenaline, sisa-sisa kebesaran era nu-metal dihadirkan kembali lewat kehadiran Limp Bizkit. Mereka jadi pemancing anak-anak muda akhir abad 20 untuk kembali mengingat masa-masa saat topi baseball, celana kargo, dan baju serta hoodie kedodoran berlogo Shuvit, No Fear, atau DC Shoes menjadi fashion statement paling hip (halo 7 Kurcaci!). Sementara The 90’s Festival, yang dari sononya memang sudah menjadikan nostalgia 90-an sebagai mesin pencetak uang, membawa kembali era saat pop permen karet memenuhi ruang dengar. Mereka menghadirkan kembali boyband Blue serta The Moffats. Adapun Jogjarockarta mendatangkan Megadeth, salah satu dari The Big Four of Thrash Metal selain Metallica, Anthrax, dan Slayer, untuk manggung di Stadion Kridosono, Yogayakarta. Kredit khusus untuk Jogjarockarta yang berani mendatangkan band internasional untuk bermain di second city setelah di perhelatan pertama sukses mendatangkan Dream Theater.

Di ranah musik dalam negeri, tahun ini ditandai kembali si anak hilang Padi. Setelah vakum selama tujuh tahun, Padi kembali menyeruak. Kali ini dengan tambahan embel-embel Padi Reborn. Mereka berbagi kue dengan sesama eksponen 90-an seperti Slank, Sheila On 7, GIGI, juga Dewa 19 yang masih jadi andalan untuk menarik massa, termasuk Gen-Z yang saat ini jadi kue besar yang tengah diperebutkan.

Sepanjang tahun 2018, kelompok usia ini dihibur oleh kehadiran The XX, The Chainsmokers, serta Paramore yang akhirnya memastikan tampil pada 25 Agustus lalu setelah jadwal semula pada 16 Februari dibatalkan karena vokalis Hayley Willimas mendadak sakit.

Berbicara festival musik, untuk saat ini We The Fest masih menjadi barometer bagi millennial. Tahun ini, headliner utama festival musik yang sudah menginjak tahun kelima ini adalah Lorde, SZA, dan James Bay. Untuk musisi Indonesia diwakili oleh beberapa hot list seperti Barasuara, Ramengvrl, sampai Laze.

Karakteristik Gen-Z yang mudah terdistraksi serta punya ketergantungan tinggi terhadap internet menjadi tantangan yang harus dijawab oleh pelaku bisnis showbiz. Mereka mungkin tidak seloyal generasi pendahulunya. Banyaknya akses informasi membuat Gen-Z punya banyak pilihan. Sementara akses yang terbatas, membuat Gen-X dan Gen-Y cenderung sulit untuk berpaling dari referensi musik yang membentuk masa muda. Agaknya ini yang membuat promotor memilih untuk menjual nama-nama lawas yang sudah jelas jaminannya ketimbang menghabiskan energi untuk mencari tahu selera musik terkini sekaligus berjudi dengan keuntungan produksi.

Rhoma Irama & Soneta di Synchronize Fest. Foto: IG @synchronizefest

Namun ada pula yang bermain cantik. Salah satunya penyelenggara Synchronize Fest. Festival musik yang secara khusus mengumpulkan semua talenta lokal ini dengan lihai mengawinkan musisi-musisi Indonesia lintas genre dan angkatan. Di tahun 2018, Rhoma Irama dan Nasida Ria berbagi panggsung mulai dari Padi Reborn, Sheila On 7, Seringai, Feast sampai duo berbahaya dari Bantul, NDX AKA. Sebelumnya, mereka memberi tempat terhormat untuk salah satu Bapak Folk Indonesia, Ebiet G. Ade yang penampilannya disaksikan Presiden Joko Widodo. Synchronize Fest akhirnya mampu melangkah lebih dari sekadar pengumpul massa lintas generasi dalam satu wadah, namun juga menjadikan sebagai sebuah festival musik yang punya karakter dan pesan kuat di setiap gelarannya.

Tahun 2019 kini sudah di depan mata. Kita menunggu kreativitas para pelaku bisnis untuk memberi warna yang berbeda dari sebelumnya. Termasuk menyiasati kepentingan-kepentingan politik di tahun politik.

 

____

1
2
Penulis
Fakhri Zakaria
Penulis lepas. Baru saja menulis dan merilis buku berjudul LOKANANTA, tentang kiprah label dan studio rekaman legendaris milik pemerintah Republik Indonesia dalam lima tahun terakhir. Sehari-hari mengisi waktu luang dengan menjadi pegawai negeri sipil dan mengumpulkan serta menulis album-album musik pop Indonesia di blognya http://masjaki.com/

Eksplor konten lain Pophariini

Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana

Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu.     View this post on Instagram …

I’m Kidding Asal Aceh Tetap Semangat Berkarya di Tengah Keterbatasan

Setelah merilis 2 single bulan Juni lalu, band pop punk asal Aceh, I’m Kidding akhirnya resmi meluncurkan album penuh perdana mereka dalam tajuk Awal dan Baru hari Minggu (10/11).     I’m Kidding terbentuk …