Mistis, Konser Senyawa Hipnotis Penonton di Aula Gudskul
Hari Jumat lalu (17/1/20) bertempat di Aula Gudskul yang baru saja selesai direnovasi menjadi saksi kekaguman saya akan duo grup eksperimental dari Rully Shabara dan Wukir Suryadi atau yang lebih dikenal dengan Senyawa. Duo asal Jogja ini menggelar konser pertama kali di 2020 bertajuk Senyawa: Dasawarsa Pertama
Jujur, saya belum pernah mendengarkan lagu-lagu Senyawa, sehingga bagi awam seperti saya itu justru menjadi sebuah kenikmatan sendiri menyaksikan performa mereka secara langsung tanpa pernah mendengarkan lagu-lagu mereka. Bukan berarti saya tidak mendengarkan sama sekali, sebelum ke Gudskul saya menyempatkan untuk mendengarkan beberapa menit lagu mereka.
“Boleh juga” pikir saya waktu itu. ekspektasi saya terhadap Senyawa masih biasa-biasa saja walaupun sudah mengetahui sebelumnya baha mereka sudah malang melintang di luar negeri dan melakukan kolaborasi dengan beberapa artis ternama, Salah satunya adalah Justin Vernon (Bon Iver). Oiya, beberapa hari setelah konser ini digelar, Bon Iver menggelar konsernya di Jakarta (hmm, kebetulan apakah ini?).
Ketinggalan masuk saat pertunjukan lagu pertama mereka, saya tidak khawatir karena telah memiliki tiket di tangan. Tapi ternyata pihak panitia tidak membolehkan saya masuk sebelum lagu pertama selesai dibawakan, “Takut mengganggu sound mereka mas.”
Hmm, rasa penasaran saya semakin bertambah, memangnya mereka se-istimewa dan se-perfect apa sih sampai sebegitunya? Lalu tibalah jeda antara lagu pertama dan kedua saya manfaatkan untuk masuk ke dalam aula Gudskul.
Berformat sangat menarik dengan duo Senyawa di tengah dan penonton duduk melingkari mereka, saya langsung terkekeh sendiri membayangkan seperti ritual pemujaan rasanya. Namun apa yang terjadi selanjutnya justru membuat tawa saya sirna berganti dengan kekaguman. Kata ekperimental, eksplorasi, atau apapun yang masih berkaitan memang pantas disematkan kepada mereka. Nuansa lagu eksperimental bahkan cenderung “mistikal”, apalagi ketika seorang Rully Shabara mampu memainkan vokalnya sedemikian rupa.
Geraman, teriakan lengkingan, gumaman “ha he ho” bahkan tarikan dan hembusan nafas saja mampu dibawakan dengan ciamik. Belum aksi Wukir Suryadi dengan permainan melalui instrumen swadaya yang mereka rakit dan rancang sendiri menggunakan medium-medium “lokal” seperti bambu, alat bajak sawah, spatula, bahkan batu-batu kerikil.
Terkadang melihat Wukir Suryadi bermain sedikit terlintas apakah ini dimainkan dengan asal-asalan? Tapi kok bisa berbunyi seperti itu? Rasa-rasanya ulasan liputan ini seperti omong kosong belaka, karena kalian harus menyaksikan sendiri penampilan eksploratif mereka.
___
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Dirty Racer Buktikan Cinta Sejati Itu Ada Lewat Single Vespa Merah
Setelah merilis single “Percaya” dan “Untitled” pada 2015, unit pop punk asal Lampung, Dirty Racer kembali dengan yang terbaru dalam tajuk “Vespa Merah” (08/11). Dirty Racer adalah Galang Rambu Anarki (vokal, bas) …
Circle Path Memaknai Candaan Jadi Hal yang Serius di Single Teranyar
Setelah merilis single “Down In The Dumps” tahun lalu, Circle Path melanjutkan perjalanan mereka lewat peluncuran single anyar “Take This As A Joke” hari Senin (11/11). Pengerjaan single ini dilakukan secara independen dan mereka …
[…] eksperimental asal Yogyakarta, Senyawa baru saja melepas album rekaman kolaborasi dengan gitaris/produser Stephen O’Malley dari unit […]