Kritak Kritik dalam Musik, Perlukah?
Seperti yang mungkin teman-teman sudah tahu, kritik tehadap album Barasuara, Pikiran dan Perjalanan sempat happening beberapa waktu lalu. Ada pro-kontra dari netizen yang ada di linimasa media sosial.
Saya yakin musisi/personil Barasuara sudah lama menyimak kehebohan ini, bahkan jauh sebelum album ini terbit sebetulnya, lebih tepatnya ketika single “Guna Manusia” dirilis.
Bagaimana respon mereka terhadap kritik? Saya kemudian berbicara singkat dengan vokalis Iga Massardi soal ini. Bagaimana ia sebagai musisi menanggapi kritik-kritik yang dialamatkan kepada karya musiknya.
“Karena gue punya alasan dan dasar yang kuat kenapa album ini soundnya, liriknya, musiknya harus begini. Kalo orang ada yang suka atau tidak, itu hak mereka. Gue nggak bikin musik atas dasar ekspektasi orang lain, jadi selama kami semua puas akan hasilnya, itu jadi hal yang paling penting,” ungkap Iga atas dasar/alasan mengapa ia cuek dengan segala kritik terhadap karya musiknya.
Jawaban Iga Massardi bisa saya amini. Karena musik sejatinya adalah hal yang sangat subyektif dan sensitif. Sebuah mukjizat ketika hal yang yang sensitif dan subyektif tersebut lantas bisa menyentuh banyak pribadi yang kemudian dirasakan dan diamini secara kolektif masif yang disebut fans.
“Kalo buat gue mas, fans dan kritikus musik di mata gue sama aja. Pada dasarnya mereka orang yang mendengarkan musik. Akan jadi ignorant kalo gue berpikir fans akan terima mentah-mentah semua yang kami buat dan akan selalu suka. Karena pasti ada juga yang enggak. Bikin musik selalu untuk kami dulu. Harus suka, harus relevan, harus total dalam pembuatannya. Kalo bikin gedung, fondasinya dulu yang harus dibikin kuat. Fondasinya adalah kami berenam dalam proses berkarya,” ungkap Iga.
Senada dengan Iga Massardi, Musisi, bassist Ricky Surya Virgana pernah mendapat kritik terhadap karya musik yang dibuatnya di White Shoes and The Couples Company.
Jawaban Iga Massardi bisa saya amini. Karena musik sejatinya adalah hal yang sangat subyektif dan sensitif
“Album pertama banyak dikata-katain. Itu jaman multiply, dikata-katain sama random orang yang suka bikin review musik di Multiply. Yaa, eneg pasti cuma santai aja karena biasa kan lingkungan bareng anak-anak Seni Rupa, hal kayak gitu udah biasa,” ungkap Ricky yang memilih cuek terhadap kritik.
Menurut Ricky, (kritik) tersebut adalah kebebasan opini orang.
“Gue cuma mikir kalo gue marah ya gue yang katrok, karena itu opini orang dari sudut pandang dia dari perjalanan hidup dia yg udah pasti beda referensi sama gue dan juga namanya bikin karya udah pasti harus siap untuk mempertanggungjawabkan,” ungkapnya.
Jadi, perlu atau tidak kritik sebuah karya musik?
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Daftar Label Musik Independen dari Berbagai Kota di Indonesia 2024
Berbicara tentang label musik tentu bukan hal yang asing lagi bagi siapa pun yang berkecimpung di industri ini. Mengingat kembali band-band yang lekat dengan label raksasa sebagai naungan, sebut saja Dewa 19 saat awal …
Wawancara Eksklusif Kossy Ng dan Dimas Ario Spotify: Edukasi Stream dan Musik Berbayar Masih Jadi Tantangan Besar
Saat menentukan apa saja yang ingin diangkat untuk KaleidosPOP 2024, tim redaksi Pophariini langsung berpikir soal keberadaan platform streaming musik yang menjadi salah satu tolok ukur kesuksesan perjalanan band dan musisi di era ini. …