Liputan & Foto: Tur Senyawa Ke Utara Jawa
Tancap gas. Tampaknya prinsip ini dipegang Wukir Suryadi dan Rully Shabara yang tergabung dalam duo, Senyawa. Kebijakan pemerintah yang menurunkan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat alias PPKM membuat Senyawa dapat menjalankan pentas secara offline. Pentas bertatap muka dan berbagi energi langsung dengan penonton.
Senyawa mengawali pentas dengan pergi ke Bali dari 19 – 24 November. Empat konser dijalani: Potato Head, tempat sabung ayam di Masceti, Antida Sound Garden, serta konser private di rumah teman. Empat tempat dengan konsep berbeda-beda. Pentas di Antida Sound Garden diakui Senyawa sebagai pentas paling pecah dihiasi aksi selancar penonton.
Setelah Bali, Senyawa bergerak ke Bandung. Pada 27 November didaulat tampil di penutupan rangkaian acara Bandung Design Biennale 2021. Berbagi panggung dengan Kuntari, Dea HMGNC dan Huckfinn & Egga. Dilanjutkan keesokan harinya pentas akustik di Grammars.
Pulang ke Yogya tak perlu rehat lama-lama. November ditutup dengan pentas di sebuah bengkel las. Jadilah panggungnya dikelilingi besi-besi dan juga sebuah mobil Land Rover yang teronggok di depan panggung. Jumlah penonton sekitar 100-an orang agar tidak terlalu padat. Serta tentunya mematuhi protokol kesehatan demi keamanan dan kenyamanan bersama.
Kebijakan pemerintah yang menurunkan level PPKM membuat Senyawa dapat menjalankan pentas secara offline. Pentas bertatap muka dan berbagi energi langsung dengan penonton.
Jakarta menjadi tujuan berikutnya. Pada 3 Desember Senyawa menjalankan pengambilan gambar di Live House, M Bloc. Perekaman itu untuk kemudian ditayangkan pada 11 Desember sebagai bagian dari Synchronize Fest Di Radio.
Kembali ke Yogya ternyata lagi-lagi Senyawa tak membuang-buang waktu percuma. Rehat beberapa hari saja lalu menggelar pentas lagi. Kali ini tampil secara akustik membawakan materi dari album Membaladakan Keselamatan. Pentas yang menjadi seri ke-41 Yes No Klub itu digelar 10 Desember di Juanga Culture.
Tahun 2021 akhirnya ditutup Senyawa dengan melakukan tur keliling Jawa bagian utara. Diberi tajuk Nusantara Chapter 2 : Jawa Utara yang singgah di Semarang, Demak, Kudus, Pati, Lasem dan Rembang. Tur ini adalah rencana tertunda yang harusnya dihelat Agustus silam. Terima kasih pada kasus Covid yang meledak dan berujung pada naiknya level PPKM.
“Tur ini tujuannya bukan untuk mencari untung. Tapi untuk memperkuat jaringan dan memperluas pertemanan. Kalau mau mencari untung, kita konser di luar negeri,” ujar Rully
Tur tersebut merupakan kelanjutan Nusantara Chapter 1. Dimana telah digelar di Makassar, Bantul, Bali dan Pontianak pada awal tahun 2020 silam. Chapter-chapter lainnya sudah direncanakan akan digelar berkelanjutan dengan menyasar kota-kota lainnya yang tersebar di penjuru negeri.
“Tur ini tujuannya bukan untuk mencari untung. Tapi untuk memperkuat jaringan dan memperluas pertemanan. Kalau mau mencari untung, kita konser di luar negeri,” ujar Rully.
Saya mendapat kesempatan ikut dalam rombongan tur Senyawa selama 5 hari mulai 12 – 16 November. Sebuah tawaran yang sayang sekali bila dilewatkan. Ini adalah pengalaman pertama saya turut serta dalam tur keliling. Tulisan dan foto-foto yang saya tangkap ini adalah sarana saya untuk membagikan cerita yang disaksikan selama perjalanan tur.
SEMARANG, 12 NOVEMBER 2021.
Sekitar pukul 8 pagi terdengar pintu gerbang Studio Senyawa di bilangan Patangpuluhan Yogyakarta dibuka. Orang yang menjadi tangan kanan Senyawa untuk mengurus dan berkordinasi dengan pihak terkait tur Nusantara Chapter 2 sudah datang. Kartun namanya. Datang menjemput dari Semarang dengan mobil sewaan.
Kaler yang mengurus merchandise Senyawa juga sudah tiba. Satu koper dan kardus berisi kaus serta kaset dan cakram padat siap diboyong dan digelar di lapak tiap kota yang disinggahi. Wukir yang lebih dahulu tiba menawarkan sarapan ala kadarnya untuk mengganjal perut.
Semua peralatan “tempur” dan perlengkapan lain untuk keperluan tur dimasukkan ke mobil. “Senjata” Wukir paling memakan tempat diletakkan di tengah. Alhasil saya dan Kartun harus rela duduk dengan kaki tertekuk setinggi dada menopang di atas peralatan Wukir. Mobil sempat kesulitan keluar karena sempitnya jalan di Studio Senyawa. Tapi untunglah berkat kemahiran supir, Pak Bowo,semua bisa diatasi.
Lima belas menit menjelang pukul 10 mobil melaju meninggalkan Studio Senyawa menuju Semarang. Di bangku depan di sebelah supir duduk Stuvani Gendis, istri Wukir. Di tengah, saya dan Kartun. Sementara Wukir dan Kaler di belakang. Rully menunggu di jemput di angkringan sebelum Terminal Jombor.
Rully yang kemudian duduk di bangku tengah mengeluh karena lupa membeli obat anti mabuk. Ternyata saya dan Rully sama-sama gampang mabuk darat. Rully cerita kalau banyak sekali arsip dokumentasi yang memperlihatkan dia tengah nyungsep karena mabuk darat. Selain menghindari mabuk darat, tujuan lain adalah agar gampang tidur sepanjang perjalanan.
Melintasi Magelang, Rully yang terbangun dari tidur mengeluh kelaparan. Diputuskan untuk berhenti di sebuah minimarket waralaba untuk membeli penganan pengganjal lapar. Setengah lusin donat dan sebungkus makanan yang direkomendasikan Rully efektif untuk menahan lapar: kacang atom.
Perjalanan menuju Semarang sempat melewati Bawen yang macet. Rully yang tidak sabar ingin segera sampai berkali-kali melihat Google Maps. Hanya berselang tiap beberapa menit selalu memantau berapa lama durasi perjalanan untuk sampai di Semarang.
Sekitar pukul dua akhirnya sampai juga di lokasi pertama tur Nusantara Chapter 2: Loops Space di bilangan Imam Bonjol, Semarang. Disambut dengan hangat oleh teman-teman dari Forum Senen Legi dan Loop Space. Melongok sebentar ke lokasi pentas untuk kemudian rehat sejenak sambil mengisi perut.
Setelah perut terisi, saatnya mengamankan tata suara dengan melakukan soundcheck. Pemeo yang mengatakan bahwa sehabis makan membuat mengantuk ternyata dialami Rully. Sambil menunggu Wukir selesai menata dan mempersiapkan instrumennya, Rully tepergok tengah duduk bersandar dengan mata terpejam. Dengan jadwal yang ketat, mencuri rehat meski sejenak adalah sebuah pilihan tepat.
Soundcheck selesai, Senyawa rehat sambil bercengkerama. Sementara di dalam giliran Malik Ros melakukan soundcheck. Dia menjadi penampil pembuka. Nama yang tengah hangat di kancah hip hop Semarang. Rapper yang memadukan rapalan lirik dengan balutan jazz dan funk.
Setengah delapan malam Malik Ros tampil. Materi dari album penuh pertamanya, Death of An Angryman, disodorkan. Tentang macet Semarang dan kritik sosial di lagu ‘Macet’. ‘Pesan Mama’ yang mengharu biru. Serta cerita tentang diri dengan judul mengacu pada minuman khas Semarang bergambar tiga dewa, ‘Congyangpolitan’.
“Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Jauhkan kami dari setan yang terkutuk. Selamat malam,” ujar Rully mengawali pentas pembuka rangkaian tur Nusantara Chapter 2 di Semarang.
Konsep panggung intim tanpa pembatas. Penonton duduk bersila di lantai menyimak setiap kebisingan yang mendera telinga mereka. ‘Terberkatilah’, ‘Istana’, ‘Alkisah I’, ‘Fasih’ hingga ‘Air’ dibawakan dengan akrobat vokal Rully dan kelincahan jari Wukir memainkan instrumen tak lazim miliknya.
Telinga penonton yang hadir di pentas perdana Nusantara Chapter 2 diademkan dengan tiga lagu yang dibawakan dengan “normal” mengandalkan vokal natural dan gitar akustik. Sebuah lagu cinta versi Senyawa, ‘Gerhana’, menjadi lagu pemungkas malam itu.
Agenda berikutnya setelah selesai pentas adalah nongkrong. Sudah tentu durasinya lebih lama daripada pentas itu sendiri. Harus disudahi karena rombongan Senyawa akan langsung bertolak ke kota berikutnya: Demak. Rencana awal seharusnya direncanakan untu menginap. Namun mempertimbangkan ada perbaikan jalan yang akan menimbulkan macet panjang, rencana tersebut diurungkan. Menjelang tengah malam bertolak ke Demak untuk menginap di rumah salah satu kordinator acara, Mahranazih.
Menuju Demak ternyata mobil yang dipakai diganti. Sebelumnya APV diganti dengan Luxio. Karena lumayan lebar akhirnya kaki tak perlu lagi diangkat dan ditekuk. Masih ada celah untuk kaki meski tak juga leluasa bergerak.
DEMAK, 13 DESEMBER 2021
Tanda-tanda kehidupan dimulai jam 9 pagi. Saya sendiri terbangun lebih awal karena suara alarm alami, dengkuran keras Pak Bowo. Satu per satu kemudian semua bangun dari tidurnya. Masing-masing melakukan ritual paginya. Satu kesamaan ritual tersebut adalah rokok dan kopi.
Perbincangan di ruang tamu pagi itu Rully membeberkan rencana ke depan berkaitan dengan rangkaian tur Nusantara. Salah satunya adalah dengan mengarsipkan apa pun bentuk dokumentasi yang ada. Tidak hanya dari penyelenggara, namun juga melibatkan dokumentasi dari penonton. Dokumentasi mentah dengan menggunakan gawai masing-masing. Akan jadi apa hasil akhirnya masih belum bisa dibayangkan karena baru langkah awal.
Masih ada satu ritual lagi ternyata. Kali ini hanya Rully yang melakukannya seminggu sekali: mencukur rambut. Dia selalu membawa mesin cukur listrik di tasnya agar tidak kerepotan harus ke tukang cukur. Karena sudah rutin, Rully mencukur kepalanya tanpa membutuhkan cermin.
Rully di lain kesempatan pernah cerita berkaitan dengan mesin cukur. Sebelumnya dia memakai mesin cukur dengan tenaga baterai. Suatu hari ketika di bandara sudah duduk santai di ruang tunggu, namanya dipanggil melalui pengeras suara. Penyebabnya karena di dalam tas ada benda yang bergetar. Ternyata mesin cukur yang tidak sengaja tombolnya terpencet. Sejak itu Rully memutuskan menggantinya agar tidak terulang lagi kejadian seperti itu.
Aroma wangi masakan tiba-tiba menghajar indera penciuman. Sayur gambar, tempe goreng, telur dadar dan nasi putih yang masih panas siap untuk disantap. Ada pula kerupuk sebagai teman lauk pauk di piring. Sikat selagi hangat. Sedap.
Pados Coffee yang menjadi lokasi pentas jaraknya hanya sepelemparan batu dari tempat menginap. Terletak di pinggir jalan dimana di seberangnya banyak pedagang berjualan aneka jajanan. Juga ada odong-odong parkir. Tempatnya tidak begitu besar namun cukup nyaman.
Kali ini Senyawa tampil akustik sepenuhnya. Soundcheck berlangsung sangat singkat sekali karena tidak banyak tetek bengek yang harus diurus. Berbeda dengan Tridathu beserta peralatan tempur yang aneka ragam. Sempat direpotkan dengan salah satu kabel namun akhirnya dapat diatasi.
Musikalisasi puisi dan cover sebuah lagu Iwan Fals menjadi pembuka pentas di Pados Coffee. Dilanjutkan dengan tarian oleh Mentari Isnaini. Sebuah tarian dengan tema keprihatinan terhadap maraknya kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan terhadap perempuan. Penonton diajak terlibat untuk menempelkan post note berisi kalimat-kalimat menyudutkan dan melecehkan perempuan di badan Mentari.
Suara deru kendaraan melintas di depan Pados Coffee lalu berpadu dengan kebisingan musik dari Tridathu. Aris beberapa kali berganti instrumen yang dimainkannya. Suling, serunai, slompret, shakuhachi, didgeridoo sampai singing bowl silih berganti. Sementara Sueb memainkan Trubus. Instrumen bersenar enam tapi bukan gitar. Sueb menyebutnya karya seni rupa yang berbunyi.
Kebisingan yang dihadirkan Tridathu sontak berbanding terbalik ketika akhirnya Senyawa pentas. Suasana menjelang sore memang pas mendengarkan musik yang tidak menderu-deru. Lalu menjelang tiga lagu terakhir, ada seorang penari sekonyong-konyong merespon lagu Senyawa dengan tarian spontan.
Kelar pentas, tentu saja nongkrong lagi. Bercengkerama. Tapi tidak lama karena masih ada satu pentas lagi harus dilakoni malam nanti di Kudus. Cabut.
KUDUS, 13 DESEMBER 2021
Setelah hampir satu jam perjalanan tiba juga di pemberhentian berikutnya: kampus Institut Agama Islam Negeri Kudus. Pentas Senyawa menjadi bagian dalam acara rilis photozine Kaswaneffect dan eksibisi oleh MbutzGambutz dengan Kaswaneffect dan Teater Satoesh sebagai penyelenggara.
Selesai menunaikan soundcheck Rully berniat untuk tidur sebentar di ruang tunggu. Tapi sayang rencana sukses berantakan. Entah kenapa malam itu gerah sekali tidak ada angin bertiup. Di tambah lagi di dalam ruangan tidak ada kipas angin atau pun pendingin ruangan. Rully telanjang dada dan tiduran di lantai pun tidak membuatnya bisa tidur.
Kaler yang menggelar lapak di tempat sama dengan eksibisi seni tepat di bawah ruang tunggu merasakan kegerahan juga haus luar biasa. Dia sampai menghampiri Wukir dan Gendis yang tengah santai duduk di sebelah panggung di bawah pohon meminta air untuk diminum.
Saya diminta untuk memberitahu Rully pindah ke tempat Wukir agar tidak kegerahan. Rully pun menuruti saran itu. Kegerahan bisa diatasi, tapi tidak dengan tidur. Kali ini gagal karena beberapa orang yang mengetahui keberadaannya mendatangi dan meminta tanda tangan serta berbincang.
“Edan yang main bawain noise semua. Pusing aku dengernya,” keluh Wukir sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Suguhan yang dibawakan dari awal memang penuh kebisingan. Kalau telinga bisa bicara, tentu akan berteriak menyerah didera kebisingan bertubi-tubi oleh Propagandist, Cynyc X Rhy Husaini dan Tridathu. Hanya Bhaktamurti yang disertai dua penari bisa dibilang terkalem musiknya malam itu. Untuk kemudian menderu-deru lagi dihajar Senyawa.
Sedianya Senyawa dijadwalkan naik panggung pukul 9 malam. Karena molor akhirnya baru pentas sekitar setengah sebelas. Belakangan diketahui izin acara dari kampus hanya boleh sampai jam 10. Akibatnya tiga lagu yang sudah dimasukkan dalam sususan lagu harus dikorbankan. Terbilang singkat hanya pentas setengah jam.
Senyawa sempat melakoni wawancara dengan Jawa Pos. Setelahnya bergegas menuju Pati. Kartun memutuskan berboncengan motor dengan Aris sebagai penunjuk arah untuk diikuti. Diputuskan untuk melalui jalan pintas agar cepat sampai di tujuan. Dua kali harus putar balik karena jalan yang dituju terlewat. Penyebabnya adalah Google Maps yang jadi panduan Kartun telat merespon karena gangguan sinyal. Satu jam perjalanan akhirnya tiba di tempat rehat sekaligus pentas: Omah Kendeng.
“Aku tuh belum pernah ke sini. Tapi rasanya aku udah pernah sebelumnya kemari,” ungkap Wukir kepada saya.
Kami berdua sempat membahas tulisan yang terpampang di sebelah pintu masuk Omah Kendeng. Meski saya keturunan Jawa dan sempat 12 tahun tinggal di Jawa, tepatnya Semarang, perbendaharaan bahasa Jawa saya sangat terbatas. Minta tolong agar Wukir menjelaskan makna tulisan berbahasa Jawa yang berbunyi : “Podo diroso! Toto tertip, sopan santun, rumongso, ngerumangsani. Ojo dumeh. Hurip podo, roso podo, bibit podo. Kebutuhan podo.”
Dholy Husada si peracik jamu untuk merchandise Senyawa ternyata menyusul dari Yogya. Dia berangkat berboncengan motor bersama Geger. Menempuh perjalanan selama 5 jam.
Sebagai informasi, Senyawa Mandiri adalah sebutan untuk unit mengurus merchandise Senyawa. Tidak hanya berupa kaus mau pun rekaman fisik, tapi juga sambal, tembakau dan jamu. Kaler dan Dholy yang mengurus Senyawa Mandiri.
PATI, 14 DESEMBER 2021
Jarum jam menunjukkan waktu setengah sembilan. Manusia-manusia di Omah Kendeng mulai menggeliat. Sambil menunggu giliran karena kamar mandi hanya satu, tentu saja menjalankan ritual rokok dan kopi. Saya memilih untuk melihat-lihat sekeliling Omah Kendeng.
Hal pertama yang menarik perhatian saya adalah deretan puluhan kendi di kiri dan kanan. Ada pula foto-foto mengabadikan protes perlawanan masyarakat Kendeng terhadap pembangunan pabrik semen sejak 2006. Satu set gamelan lengkap. Sampai caping dengan tulisan ‘Tolak Pabrik Semen’. Menandakan bahwa perlawanan belum berhenti.
Setelah semua selesai mandi, kami berangkat untuk sowan ke tokoh Sedulur Sikep dan koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK), Gunretno. Disambut dengan tangan terbuka dan penuh kehangatan. Gunretno dan rombongan kami saling berbagi cerita. Ditemani kopi hangat dan sukun kukus. Lalu dilengkapi dengan suguhan makan siang.
Sowan usai, waktunya kembali ke Omah Kendeng untuk melakukan soundcheck. Sementara Senyawa soundcheck, Omah Kendeng pun didekorasi dengan caping-caping dan padi sebagai latar belakang. Poster bertuliskan ‘Kendeng Tetap Melawan’ dan ‘Kapan Pak TNI Menjadi Pahlawan Menjaga Pohon’ dipasang di atas gamelan.
Waktu hampir menunjukkan pukul dua siang. Gunretno bersama rombongan Sedulur Sikep tiba di Omah Kendeng. Gunretno memperkenalkan siapa saja yang datang. Senyawa pun membalas memperkenalkan diri dan menerangkan maksud dan tujuan datang ke Kendeng.
Wiji Kendeng yang merupakan generasi penerus Sedulur Sikep lalu membawakan beberapa tembang sambil memainkan gamelan. Lalu diminta Gunretno untuk memperkenalkan diri dan menjelaskan apa saja yang sudah dijalani berkaitan dengan perlawanan tolak pabrik semen.
Senyawa tampil membawakan beberapa lagu secara akustik. Lalu Gunretno meminta Kendeng Squad untuk juga tampil. Bagus Widi menjadi perwakilan dengan menyanyikan lagu bertema perlawanan.
Setelahnya digelar dialog. Gunretno meminta Rully untuk menjelaskan makna lagu-lagu yang dibuatnya. Dijelaskan Rully bahwa dalam membuat karya dia tidak mau berkompromi. Menurutnya di dunia nyata hidup sudah terlalu banyak kompromi setiap saat. Karena itu akan percuma dan sama saja kalau dalam hal berkarya masih harus berkompromi lagi.
Salah seorang Sedulur Sikep merasa tertohok dengan penjelasan Rully di lagu ‘Pada Siang Hari’. Liriknya mempertanyakan untuk apa semua kerja keras dari pagi sampai larut malam melainkan hanya demi sejumlah rupiah. Dia mengalami konflik dengan keluarga karena berkaitan dengan ketidakpuasan dalam mencari materi.
Pertemuan sore itu di Omah Kendeng diakhiri dengan sebuah aksi teatrikal oleh Aziz Wisanggeni. Menceritakan tentang bagaimana kondisi manusia masa kini yang tak lagi bebas menghirup udara segar karena terhalang masker.
Menjelang magrib, Senyawa sowan lagi. Kali ini mendatangi kediaman Gunarti. Di rumahnya terpajang foto sembilan ibu melakukan aksi menyemen kaki di depan Istana Merdeka Jakarta pada tahun 2017 silam. Gunarti bercerita tentang falsafah hidup Sedulur Sikep. Antara lain tidak sekolah formal, tidak berdagang, tidak menggunakan peci, dan tidak beristri dua. Karena dijelaskan dalam bahasa Jawa, lagi-lagi saya harus menyimak dengan benar agar dapat menangkap maksudnya.
Malam hari pentas Senyawa kembali digelar. Penonton tidak begitu banyak bila dibandingkan dengan sesi siang. Sedulur Sikep diwakilkan kehadirannya oleh Gunarti bersama beberapa orang Wiji Kendeng. Terlihat panitia penyelenggara acara di IAIN Kudus datang. Hal yang sama juga terjadi di kota-kota sebelumnya. Dimana panitia di kota lain datang untuk saling mendukung.
Esok paginya, 15 Desember, matahari sangat cerah. Kesempatan ini dimanfaatkan Rully untuk menjemur jaket yang selalu dipakai ketika pentas. Keringat dikhawatirkan akan menimbulkan jamur bila tidak sering dijemur.
Sebagai informasi, anda yang sudah mengikuti sepak terjang Senyawa sejak lama tentu sudah hafal. Bagaimana sering kali di pentas Rully demen tampil telanjang dada. Tapi belakangan ini kebiasaan itu sudah berkurang. Kenapa? Rully kurang percaya diri karena badannya sudah berbeda dibandingkan dahulu.
Pagi ini Senyawa diagendakan untuk turut serta dalam kegiatan Rabu Menanam bersama Sedulur Sikep. Bertolak dahulu ke rumah Gunretno untuk mengambil bibit pohon. Lalu menuju ke pegunungan Kendeng. Rully, Kaler dan Dholy berangkat mengendarai motor. Saya, Kartun, Wukir dan Gendis bermobil dimana sempat mengalami insiden kecil mobil tersangkut.
Sempat kaget ketika sampai di lokasi melihat ada polisi. Bahkan ada yang membawa laras panjang. Saya memakai kaus dengan tulisan A.C.A.B langsung sigap menutupnya dengan lurik yang saya gunakan. Sebenarnya A.C.A.B di kaus yang saya pakai singkatan dari All Cats Are Beautiful. Bukan All Cops Are Bastard. Tapi ya lebih baik main aman sajalah.
Naik ke atas pegunungan Kendeng cukup membuat napas ngos-ngosan. Terlihat mana yang biasa olah raga atau beraktifitas fisik. Kondisi di lapangan cukup banyak batu karang. Harus hati-hati melangkah jangan sampai terpeleset. Pemandangan dari atas pegunungan Kendeng sangat memanjakan mata. Hijau terhampar luas.
Penanaman pohon selesai. Semua turun lalu menuju ke Gua Wareh untuk membersihkan diri. Setelahnya berpamitan untuk menuju lokasi pentas berikutnya di Lasem.
LASEM, 15 DESEMBER 2021
Perjalanan menuju Lasem cukup berliku-liku. Demi menghindari macet di Batang, dipilihlah untuk melintas di jalan alternatif. Google Maps diaktifkan untuk panduan mencari jalan. Kartun menjadi penunjuk arah mana yang harus dilalui. Tidak sepenuhnya percaya pada Google Maps.
“Ini (peta) warnanya merah. Lah ini buktinya (jalan) gak macet,” kata Kartun kepada saya sambil menunjukkan Google Maps.
Jawabannya muncul beberapa menit kemudian. Memang tidak macet sama sekali tapi banjir menutup jalan. Mobil dari arah berlawanan menyarankan kami untuk putar balik karena di depan genangan air cukup dalam. Jalan yang dipilih kemudian juga menemui genangan namun masih aman untuk dilalui mobil.
Tiga jam perjalanan sudah dilalui. Tiba juga di Lasem. Mendarat di Warung Nyah Lasem dulu untuk makan siang. Perut lapar langsung bersorak gembira ketika melahap nasi putih hangat dipadu dengan mangut ikan pari dan sup iga. Kami makan dengan meja yang kebetulan bersebelahan dengan polisi.
“Kausmu disuruh ganti,” bisik Kartun kepada saya.
Tanpa banyak tanya atau pun membantah saya menuruti apa yang disampaikan Kartun. Kaus dengan tulisan A.C.A.B dan duduk berseberangan meja dengan polisi bukanlah kombinasi tepat. Walau pun sudah seperti yang saya tulis sebelumnya mengenai hal ini di bagian Pati, tapi tetap saja demi keamanan.
Lokasi pentas Senyawa digelar di Rumah Karla 20 yang dikordinasi oleh Lasem Heritage Foundation. Kebetulan di saat yang bersamaan tengah berlangsung pameran foto jurnalistik ‘Tridaya’ oleh Galeri Foto Jurnalistik ANTARA. Sehingga lokasi di Rumah Karla 20 dihiasi foto mengenai ekonomi kreatif dan tradisi di Jawa Tengah selama pandemi COVID-19.
Pentas digelar dengan sistem undangan terbatas. Bagi mereka yang tidak dapat hadir di Rumah Karla 20 masih dapat menonton secara virtual lewat ZOOM dan live streaming via kanal Youtube Kesengsemlasem.
Panggung Senyawa pentas berada di beranda rumahtua berlanggam Tionghoa. Kebetulan Rumah Karla 20 merupakan salah satu dari sekian bangunan kuno Tionghoa berada di Kawasan Kota Pusaka Lasem yang diusung untuk menjadi Kawasan Cagar Budaya Nasional.
Di beranda rumah kuno yang nyaman itu Senyawa menghadirkan 12 lagu dalam format akustik selama kurang lebih 45 menit. Setelahnya dilanjutkan dengan diskusi dan obrolan santai. Mulai dari membahas siapa musisi yang mempengaruhi sampai dengan proses kreatifitas. Ditutup dengan penyerahan cenderamata kepada Senyawa.
Hujan turun ketika kami bergerak menuju Rembang. Sempat mendapat kabar kota tujuan terakhir itu hujan deras sehingga kemungkinan acara akan molor karena sempat bongkar pasang tata suara. Kebetulan panggung ada di ruang terbuka.
Selama perjalanan baru saya tahu kalau pentas di Lasem ada yang mengawasi. Untunglah baik Rully atau Wukir tidak terpeleset lidah membahas hal sensitif. Kalau sampai terpeleset bakal gawat sepertinya.
REMBANG,15 DESEMBER 2021
Jalanan masih basah bekas hujan sore tadi di Rembang. Satu jam perjalanan ditempuh dari Lasem. Ini adalah titik terakhir dalam rangkaian tur Nusantara Chapter 2: Jawa Utara. Dihelat secara gotong royong oleh Kolektif Hysteria dan SKRM Squad. Menjadi bagian dalam kegiatan Nginguk Githok III.
Mengutip dari akun Instagram SKRM Squad, dijelaskan bahwa Nginguk Githok pertama kali digelar tahun 2018. Tujuannya adalah reframing dan revitalisasi sedekah bumi tahunan yang dianggap kurang relevan dalam menyuarakan isu kekinian. Tema yang diangkat kali ini adalah ‘Simaning Pagebluk’. Sebagai perwujudan doa selamat oleh warga yang merindukan masa-masa sebelum pandemi.
Panggung sederhana dengan atap plastik berbentuk segitiga. Dua garu menghiasi kiri dan kanan depan panggung. Lokasi tidak jauh sekitar 300 meter dari kediaman Adin yang kami singgahi untuk rehat sejenak.
Di lokasi ramai sekali suasananya. Warga tampak antusias menonton. Ketika saya tiba tengah bersiap-siap Perkoempoelan Stamboel Kesengsaraan Oemoem. Dibuka dengan puisi lalu diakhiri dengan performance art. Kemudian panggung diambil alih oleh penampil berikutnya secara bergantian dua orang unjuk kebolehan memainkan gitar.
Senyawa menjadi penampil pemungkas Nginguk Githok edisi ketiga ini. Juga sebagai panggung terakhir edisi tur Nusantara Chapter 2: Jawa Utara. Enam kota dilibas selama empat hari. Semua meninggalkan kesan dan cerita berbeda-beda.
Nasi goreng dengan telur dadar untuk mengisi perut. Disantap di tempat makan di seberang rumah Adin. Ditingkahi dengan gelak tawa melepas kepenatan. Juga mencoba peruntungan dengan mencabut permainan lotere berhadiah. Seribu rupiah untuk tiga kali percobaan. Menang atau kalah tak jadi soal. Sekadar bersenang-senang.
Menjelang pergantian hari kami berpamitan untuk kembali ke Yogya. Di perjalanan tergelak sambil mengulas kejadian-kejadian lucu selama perjalanan tur ini. Pulang melintas jalur Pantura yang ramai dengan bus dan truk. Tapi sayang saya tidak bisa bercerita banyak tentang apa yang saya lihat sepanjang Pantura. Obat anti mabuk yang saya konsumsi satu jam sebelum perjalanan sudah bekerja. Dikombinasikan dengan kelelahan. Klop sudah. Saya tertidur pulas sepanjang perjalanan. Zzz…zzz..zzz..zz
Foto-foto: Yose Riandi
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …