Lirik Gadog Texpack tentang Gambaran Rasa Penat Seseorang di Metropolis

Dalam artikel lirik kali ini, Pophariini memilih lagu milik Texpack bertajuk “Gadog”. Lagu yang selalu dinanti para penonton saat menyaksikan band asal Bogor ini turut menampilkan Edo Wallad sebagai kolaborator dan penulis lirik lagu.
Setelah mencari ke sana-sini kontak Edo, akhirnya kami bisa mendapatkan nomor ponselnya berkat bantuan dari Dimas Oriza, pemain bas sekaligus vokal Texpack. Dalam obrolan yang berlangsung hari Selasa (03/06), Edo mengatakan kalau lirik “Gadog” awalnya adalah puisi yang ia tulis tahun 2011.
Puisi yang memiliki judul Bersin, Makan Ketoprak, dan Menulis itu ditulis beberapa bulan setelah Ayah Edo tutup usia. Ia pun menjelaskan mengapa barisan tulisannya bisa menjadi satu nomor spoken word seperti yang banyak dikenal orang saat ini.
“Saya selalu membuat puisi yang ada lagunya secara imajiner. Suku katanya bisa disenandungkan dan di kepala sudah saya bayangkan temponya. Mungkin karena dasarnya saya suka membuat lirik,” kata Edo.
Untuk makna yang ingin Edo sampaikan dalam lirik “Gadog” adalah tentang gambaran rasa penat seseorang yang tinggal di daerah metropolis dengan semua tekanan dan eksesnya. Kepenatan itu membuat tokoh dalam tulisan ingin kembali ke Gadog, sebuah kampung bernuansa santri di pinggiran Bogor.
“Dari kampungnya dia melihat orang-orang dengan beragam profesi menjalani hidupnya, lalu mendapat gambaran tentang bagaimana nilai religi akan lebih dekat di mayoritas orang-orang yang hidup di pedesaan atau perkampungan. Sedangkan mayoritas kaum perkotaan akan lebih dekat pada hal-hal materialisme yang menempel pada status profesi mereka,” jelasnya.
Edo menutup sesi bincang dengan merangkum makna tulisannya itu dengan sebuah kalimat, “Namun idealnya spiritualisme dan materialisme seharusnya bisa seimbang untuk aktualisasi diri dan kesehatan jiwa.”
Simak lirik “Gadog” karya Edo Wallad yang dibawakan Texpack secara lengkap di bawah ini.
Pagi ini bersin di Gadog
Dengan kemalasan kerja
Dan tidur panjang sampai menjelang siang
Dengan baju hangat
Baju biru kura-kura
Dan sinetron berlatar Yogyakarta
Dengan berita-berita tentang olahraga dan narkotika
Tak perlu kau gulung lengan bajumu
Hari memang sudah tua
Tapi November tahun ini mendung
Terus menggelayuti langit
Sembunyikan matahari
Dengan buku-buku yang tidak pernah terbaca
Dan ratusan e-pub di Samsung Nexus S
Yang lumayan awet baterainya
Kepala tak mampu menampung angka-angka yang dulu kau ingat
Sebelas nomor
Sepuluh nomor
Dua belas, atau berapa belas
Entahlah
Sehari lagi umur bertambah
Dan kini dirayakan tanpa seorang ayah
Tiga puluh empat
Setidaknya angka itu teringat
Pagi
Makan ketoprak di Gadog
Dengan puluhan orang-orang yang sekejap menjadi mandor
Menjadi kuli
Menjadi kolektor
Menjadi tukang ojek
Menjadi tukang gorengan
Menjadi tukang listrik
Dan selalu menjadi santri
Tidak lagi berkutat dengan penyiar radio
Fashion stylish
Jurnalis Gaya
Desainer Grafis
Copywriter
Yang selalu menjadi hipster
Medioker
Tidak tahu apakah harus bersyukur atau mengumpat
Pagi menulis di Gadog

Eksplor konten lain Pophariini
Morphose Angkat Kisah Asmara di Single Perdana Love Song
Band metalcore asal Semarang, Morphose menandai kemunculan lewat single perdana “Love Song” (11/07). Lewat single ini, mereka menyampaikan bagaimana perasaan-perasaan seperti marah, kecewa, dan kehilangan bisa berjalan beriringan dengan bentuk cinta yang lebih luas. …
After Midnight Suarakan Keresahan Lewat Single AfearMASI
Band alternatif asal Jember, After Midnight merilis single terbaru berjudul “AfearMASI” hari Minggu (06/07). Single ini menjadi cerminan keresahan kolektif mereka soal rasa takut terhadap hal-hal yang bahkan belum terjadi. After Midnight …