Malu-Malu Mengaku Melayu: 10 Tahun Pop Melayu

Ada banyak perdebatan tentang definisi pop Melayu di kancah musik Indonesia. Jeremy Wallach antropologis dari Bowling Green State University di Ohio, Amerika Serikat yang meneliti kajian musik popular di Asia Tenggara bahkan perlu mendefiniskan dalam tiga pengertian. Wallach, dalam tulisan berjudul “Muzik Popular Malaysia dan Masyarakat Modern” menyebutkan pop Melayu sebagai musik yang mengandung banyak pengaruh musik pop barat namun memiliki unsur tersirat dari tradisi musik Melayu. Dalam tulisan tersebut, Wallach mengambil contoh kasus di negara Malaysia dan menjadikan Siti Nurhaliza sebagai representasi genre pop Melayu.

Siti Nurhalizah. foto: jpop.asia
Sementara di Indonesia, Wallach dalam bukunya Modern Noise, Fluid Genres: Popular Music in Indonesia 1997-2001 menyebut nama Iyeth Bustami sebagai perwakilan pop Melayu yang mampu mencampurkan sentimentalitas pop Melayu dengan aransemen musik dangdut. Wallach juga mendefinisikan keberadaan pop Indonesia yang menjadi istilah umum untuk menyebut musik populer Barat yang dinyanyikan dalam Bahasa Indonesia dan memiliki kontur melodi vokal khas yang umumnya tidak ditemukan dalam musik-musik pop berbahasa Inggris. Contoh paling gamblangnya adalah Koes Plus.

Koes Plus. foto: wowkeren.com
Kontur melodi vokal khas, juga dikenal dengan sebutan cengkok, menjadi benang merah yang menghubungkan dua gelombang “serbuan” pop Melayu. Gelombang pertama adalah ekspansi tenaga band asing negeri Jiran. Diawali dengan “Isabela” dari Search dan “Suci dalam Debu” milik Iklim di awal dekade 90-an, tongkat estafet berlanjut di pertengahan era 90-an lewat kemunculan Slam, dikenal dengan lagu “Gerimis Mengundang”, dan Exists yang mengecap popularitas lewat “Mencari Alasan”. Sementara gelombang kedua dimulai lewat kemunculan band-band asli Indonesia yang diawali dengan kemunculan Radja pada tahun 2004 lalu berturut-turut hadir mulai dari Kangen, ST 12, sampai Wali.

Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
5 Fashion Item Manggung Andalan Vira Talisa
Vira Talisa adalah salah satu musisi yang berpartisipasi dalam aktivasi Pophariini di Jakarta Sneaker Day hari ketiga (16/02). Di sana sang solois berkesempatan tanding bulu tangkis bersama pengunjung JSD. Di momen yang sama, karena …
6 Album Indonesia dengan Bas Terlegit Favorit Ginda Bestari
Pada Jumat (14/02), kami menghadiri D’Addario Event Launch di Mall of Indonesia, Jakarta Utara. Acara tersebut dimeriahkan oleh sederet gitaris dan bassist ternama Indonesia. Salah satu yang namanya tak asing lagi adalah Ginda Bestari. …