Malu-Malu Mengaku Melayu: 10 Tahun Pop Melayu

May 13, 2018

Tiap gelombang punya cerita yang sama. Sama-sama masuk dalam daftar putar paling panas di radio dan televisi dan sama-sama dikritik sebagai musik selera rendahan karena hampir semuanya tampil seragam lewat perpaduan aransemen slow rock yang cenderung mendayu-dayu serta deretan lirik yang tidak jauh dari urusan patah hati.

Perkara lirik yang terus-terusan meratapi nasib ini sudah jadi sasaran tembak dalam berbagai dekade. Remy Sylado menulis kegeramannya akan akutnya pemakaian kata mengapa dalam lirik lagu yang dimuat di jurnal Prisma edisi Juni 1977. Harmoko pernah mencekal “Gelas-Gelas Kaca” milik Nia Daniaty dan “Hati yang Luka” dari Betharia Sonata karena liriknya dianggap dapat mematahkan semangat orang Indonesia untuk bekerja keras. Dan Efek Rumah Kaca secara frontal menghadapi serbuan band-band pengsung musik pop Melayu tadi lewat lagu “Cinta Melulu”. Tapi sepedas-pedasnya kritik, jualan tetap berjalan juga, pada saat itu.

Efek Rumah Kaca. Foto: discovercity.id

Serbuan gelombang pop Melayu jilid kedua tidak bisa dilepaskan dari Peterpan. Saat pertama kali hadir lewat album Taman Langit tahun 2003, Ariel cs. perlahan mengisi ceruk pasar lewat jejalan lagu yang aransemennya lebih sederhana dari aransemen milik Sheila On 7, Padi, juga Dewa 19 yang saat itu mendominasi. Saat Sheila On 7 limbung pasca album eksperimental Pejantan Tangguh dan sibuk menambal lubang setelah personel hengkang, lalu Dewa 19 mulai tenggelam dengan isu domestik dan kenarsisan akut Ahmad Dhani, saat itulah Peterpan meringsek dan tak terbendung.

Mereka mampu memadukan gaya Britpop dengan kearifan lokal lewat cengkok khas Ariel. Masih soal Ariel, pria kelahiran Pangkalan Brandan ini lalu menjelama menjadi role model. Lewat  gumaman saat bernyanyi, gaya rambut, sampai mata yang disayu-sayukan. Mungkin mereka berharap bisa mendapat berkah dari pangeran Antapani tersebut dalam urusan menaklukkan wanita, baik di atas panggung maupun di atas ranjang.

Peterpan Foto: en.wikipedia.org

 

1
2
3
4
5
6
Penulis
Fakhri Zakaria
Penulis lepas. Baru saja menulis dan merilis buku berjudul LOKANANTA, tentang kiprah label dan studio rekaman legendaris milik pemerintah Republik Indonesia dalam lima tahun terakhir. Sehari-hari mengisi waktu luang dengan menjadi pegawai negeri sipil dan mengumpulkan serta menulis album-album musik pop Indonesia di blognya http://masjaki.com/

Eksplor konten lain Pophariini

Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota

Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …

5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac 

Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …