Michael HB Raditya – Dangdutan. Kumpulan Tulisan Dangdut dan Praktiknya di Masyarakat
Ketika berhadapan dengan Dangdutan, saya teringat pada begitu banyak buku musik lokal yang memuat kumpulan tulisan penulisnya. Biasanya adalah arsip-arsip tulisan lama, pertanyan saya adalah: apa urgensinya membaca tulisan-tulisan lama itu dan apa relevansinya dengan konteks saat ini?
Itu alasan saya terpaksa melewatkan beberapa buku kumpulan tulisan musik lokal yang belakangan sangat banyak diterbitkan. Pengecualian untuk buku Dangdutan. Kumpulan Tulisan Dangdut dan Praktiknya di Masyarakat ini. Sampul album yang sama sekali tidak berkesan dangdut dan menyerupai tampilan pemutar musik streaming, dengan wajah-wajah sosok musik dangdut saat ini justru membuat saya segera ingin membuka buku ini. Dan betul saja begitu membuka daftar isi, langsung sulit lepas dari buku ini.
Begitu banyak buku musik lokal memuat kumpulan tulisan yang biasanya adalah arsip-arsip tulisan lama, pertanyan saya adalah: apa urgensinya membaca tulisan-tulisan lama itu dan apa relevansinya dengan konteks saat ini?
Bagi penulis saat menulis musik sangat lazim baginya untuk “melebih-lebihkan” objek tulisan. Karena subjektifitas adalah bahan bakar terbaik menulis musik. Namun hal itu harus berimbang dengan penguasaan data dan ketelitian mengolahnnya jadi menarik dan mengasyikan dibaca. Dan di buku ketiganya ini, Michael HB Raditya melakukan ini dengan baik.
Bicara dangdut, adalah area yang sudah begitu dikuasai Michael. Aktif menulis tentangnya di berbagai media -termasuk Pophariini-, dan merilis buku keduanya, OM Waves: Babat Alas Dangdut Anyar (2020). Dan buku ini memuat tulisannya tentang dangdut di berbagai media daring. Yang kemudian dirangkai menjadi satu tema per bab sehingga terjalin kesinambungan antara satu dengan lain. Kejeliannya menonjol di sini.
Bab favorit saya adalah ketika membedah dan mengkritisi televisi yang mengeksploitasi dangdut dalam “Bab V, “Menonton Dangdut Melalui Televisi”. Liukan analisa berujung kritiknya ditulis dengan begitu menarik
Berurutan dari Bab I hingga VII dengan luwes, Michael membahas perihal dangdut dan politik, serta dangdut di era ngak ngik ngok (Bab I); gesekan-gesekan dalam dangdut (Bab II); regenerasi dangdut (Bab III) dan yang menjadi bab favorit saya adalah ketika membedah dan mengkritisi televisi yang mengeksploitasi dangdut dalam “Bab V, “Menonton Dangdut Melalui Televisi”. Liukan analisa berujung kritiknya ditulis dengan begitu menarik.
Yang menarik saya pribadi juga ketika Michael membuka lembaran sejarah tentang larangan musik ngak ngik ngok oleh Presiden Soekarno di tahun 1959 yang ternyata berimbas juga pada musik dangdut yang berasal dari musik orkes melayu yang erat dengan musik India. Dibahas dalam Bab I, “Dangdut Setelah Musik Ngak Ngik Ngok”.
juga ketika membuka lembaran sejarah tentang larangan musik ngak ngik ngok oleh Presiden Soekarno di tahun 1959 yang ternyata berimbas juga pada musik dangdut yang berasal dari musik orkes melayu yang erat dengan musik India
Dan bicara relevansi, isu-isu yang belakangan sempat hangat juga tidak lupa dibahas di buku ini. Seperti ketika dangdut hendak didaftarkan di Unesco dibahas dalam Bab VI; serta dalam bab VII, “Nasib Dangdut Saat Pandemi Datang”. Dan bagi penggemar drama (hehe), ada pembahasan menarik perihal disharmoni antara pelaku dangdut senior dengan yang junior dalam hal ini dangdut koplo, serta antara punk dengan dangdut koplo yang dibahas di Bab II, Menggoyang Polemik. Semuanya terjalin dengan begitu menarik dalam Dangdutan ini.
Dalam buku ini Michael pun pandai berdiri pada dua sisi. Penjabaran dan analisanya akan memuaskan kalangan akademisi, dan juga sekaligus pembaca umum yang haus akan bacaan musik populer Indonesia seperti saya.
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …