Obituari Junaedi Salat: Ali Topan, Album “Sabda Alam” dan Banyak Lagi!

Jan 22, 2021

Ali Topan Anak Jalanan membelah zaman, menjadi lambang pemberontakan anak muda dari generasi ke generasi. Pertama kali dimuat sebagai cerita bersambung di majalah Stop pada 14 Februari 1972, fiksi karangan Teguh Esha itu dijadikan novel pada 1977, diterbitkan oleh Cypress, dan meledak! Ali Topan Anak Jalanan empat kali dicetak hanya dalam enam bulan. Di tahun yang sama, beredar filmnya, Ishaq Iskandar bertindak sebagai sutradara. Ali Topan Anak Jalanan semakin meledak! Junaedi Salat didaulat menjadi pemeran utama dan sosok Ali Topan hingga kapan pun melekat padanya.

Memang bukan hanya Junaedi Salat yang pernah memerankan karakter Ali Topan. Pada 1979, Widi Santoso menjadi Ali Topan dalam film Ali Topan Detektif Partikelir Turun ke Jalan, sementara Ari Sihasale tampil dalam sinetron Ali Topan Anak Jalanan pada 1996., tapi waktu membuktikan bahwa Junaedi Salat adalah Ali Topan yang menjadi ikon.

Ali Topan Anak Jalanan adalah film ke empat yang dibintangi Junaedi Salat. Debutnya sebagai bintang film langsung menjadi pemeran utama dalam Aku Tak Berdosa, bersama Rahayu Effendi, Dewi Puspa, dan Duddy Iskandar.  Sejak itu, Junaedi Salad kerap menghiasi layar lebar—dalam rentang 1972-1981, sekitar 20 judul film dibintanginya

Junaedi Salat masuk ke dunia film melalui lingkungan tempat bekerja yang begitu dekat dengan kesenian. Lahir 2 September 1950 di Lampung, setamat SMP ia merantau ke Jakarta untuk melanjutkan ke jenjang SMA. Sambil bersekolah, Junaedi bekerja sebagai pengurus gedung di Taman Ismail Marzuki. Di tempat itulah terjadi pertemuan-pertemuan dan karir aktingnya berawal.

Dari semua film yang dibintanginya, sekali lagi: Ali Topan adalah nama tengahnya.

Jauh terpaut dari pertama kali beredar di bioskop, saya adalah salah satu dari generasi setelahnya yang menonton Ali Topan Anak Jalanan lewat pemutaran di televisi. Tampak keren bahkan untuk ditonton pada era 1980an dan 1990an. Ya, kita bisa merasakan bahwa ini adalah film lawas, tapi tak bisa menolak daya pikat suasana, cerita, dialog, serta sosok Junaedi Salat di sana. Adegan pembukanya sangat klasik, sekaligus langsung menancapkan imajinasi: Ali Topan dengan rambut gondrongnya, bersama kawanannya yang juga berambut gondrong, mengendarai motor dengan kesan kebebasan, membelah jalan, lalu parkir dan nangkring di tangga sebuah plaza. Di sana, untuk pertama kalinya ia melihat gadis yang sebentar kemudian menjadi pujaannya, Anna Karenina.

Poster Film Ali Topan Anak Jalanan 1977 / dok. istimewa

Karakter Anna Karerina diperankan oleh Yati Octavia, aktris super-laris pada dekade 1970an dan awal 1980an, termasuk yang paling dikenal sebagai tokoh Ani dalam film-film Rhoma Irama (saat menulis ini, terngiang di kepala cengkok dan intonasi Raja Dangdut itu kala menyebut nama Ani).

Sejalan dengan masa meledaknya film Ali Topan Anak Jalanan,  tidak hanya sebagai aktor, Junaedi Salat juga mulai dikenal anak muda sebagai penulis lagu yang brilian. Lagu karangannya, “Kemelut”, berhasil menjadi Juara 1 pada ajang keren Lomba Cipta Lagu Remaja 1977 Prambors Rasisonia (sementara lagu “Lilin-Lilin Kecil” karangan James F. Sundah menjadi lagu terfavorit pendengar). Pada rekamannya, lagu “Kemelut” dinyanyikan oleh Keenan Nasution.

Junaedi Salat serasa ada di mana-mana. Aktif membintangi film, nongkrong bareng anak-anak band di Jalan Pegangsaan, juga mendukung Guruh Soekarno Putra menjadi salah satu eksponen di Swara Maharddhikka. Dengan sederet kerja dan aktivitasnya, jejak namanya senantiasa mudah ditemukan. Beberapa yang paling dikenal, terdapat pada rekaman-rekaman awal album Chrisye.

Di antaranya karena sukses besar album soundtrack “Badai Pasti Berlalu”, Amin Wijaya dari Musica Studio’s menawarkan kontrak rekaman kepada Chrisye. Dengan melihat rekam jejak Chrisye berkarya pada era 1970an, bisa cukup diduga reaksi Chrisye begitu hati-hati dalam menyikapinya, termasuk meminta kebebasan penuh dalam memilih rekan untuk penulisan lagu dan proses rekaman. Amin setuju.

Album itu dipersiapkan dan direkam pada 1977. Chrisye mengajak rekan-rekannya, di antaranya Jockie Surjoprayogo, Guruh Soekarnoputra, dan Junaedi Salat. Nama terakhir menjadi tak kalah penting dengan dua nama di awal karena Junaedi Salat menulis lirik untuk lagu “Juwita”, “Sabda Alam”, “Duka Sang Bahaduri”, “Cita Secinta”, “Nada Asmara” (bersama Jockie), dan “Citra Hitam”— 6 dari 10 lagu di album yang kemudian diberi judul Sabda Alam.

Sampul kaset album perdana Chrisye, “Sabda Alam” / dok. istimewa

Dirilis pada 1978, Sabda Alam meledak, menjadi awalan yang sangat baik bagi Chrisye untuk kemudian meneruskan perjalan rekaman musiknya bersama Musica Studio’s.

Di album Chrisye berikutnya, Percik Pesona yang dirilis pada 1979, Junaedi Salat berperan mengarang pada lagu “Kehidupanku” bersama Fariz RM, “Lestariku”, dan bersama Chrisye untuk “Damba di Dada”.

Pada era akhir 1970an hingga awal dan tengah 1980an, Junaedi Salat masuk ke dapur rekaman untuk album-albumnya sendiri:  Musim Pancaroba (Venus Record), Burung Camar (Lolypop Record), Joni Teler (JAL Record), hingga Kehidupan (JAL Record).

Junaedi Salat juga pernah tergabung dalam grup/proyek musik bernama General Group bersama Deddy Dorres, Bonnie Rollies, dan Jimmie Manopo.

Setelah menulis untuk Chrisye, Junaedi Salat pun membuat karya untuk banyak penyanyi, di antaranya Vonny Sumlang, Rieta Amelia, Luzy Christina, Lydia Kandou, Malyda, grup musik Emerald, hingga Gito Rollies. Di luar itu, Junaedi Salat juga beberapa kali berperan sebagai penata musik untuk album-abum rekaman.

Singkatnya, pada periode 1970an dan 1980an, nama dan peran Junaedi Salat kerap hadir mewarnai industri film, musik, dan pertunjukan, Kemudian, Junaedi Salat menjadi pendeta dan menulis lagu-lagu rohani.

Album-album Junaedi Salat: Burung Camar”, “Kehidupan” dan “Masa Pancaroba” / dok. istimewa

Tahun terus berjalan ke depan, Junaedi Salat sudah tidak lagi di tengah arus dunia hiburan. Hingga saya membaca posting-an akun Instagram wartawan musik senior Denny MR yang menuliskan: Telah wafat Djunaedi Salad hari ini, Senin, 18 Jan.2021, pukul 20.09, di RS PGI Cikini.

Lima bulan lalu, di saluran Youtube Ngobryls asuhan Jimi Multhazam dan Malau, mereka begitu antusias membahas album Joni Teler, memutarkan lagu “Joni Teler” dan “Tato”. Sementara saya, selalu teringat akan pose di sampul kaset soundtrack film Puber (1978) di mana Junaedi Salat mengenakan kaos Guruh Gipsy, sambil terus menerka: apakah ini sampul album pertama di Indonesia dengan kaos band terpampang di sana?

Selamat jalan Junaedi Salat…

 

____

Penulis
Harlan Boer
Lahir 9 Mei 1977. Sekarang bekerja di sebuah digital advertising agency di Jakarta. Sempat jadi anak band, diantaranya keyboardist The Upstairs dan vokalis C’mon Lennon. Sempat jadi manager band Efek Rumah Kaca. Suka menulis, aneka formatnya . Masih suka dan sempat merilis rekaman karya musiknya yaitu Sakit Generik (2012) Jajan Rock (2013), Sentuhan Minimal (2013) dan Kopi Kaleng (2016)

Eksplor konten lain Pophariini

Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota

Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …

5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac 

Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …