Oscar Lolang – Jalan Sendiri (EP)

Dec 5, 2022

Beberapa hari sebelum perilisan Jalan Sendiri, EP teranyar Oscar Lolang, Dwi Lukita dari Microgram Entertainment mengirimkan pesan singkat kepada saya. Kira-kira begini isi pesan yang ia kirim:

“Gue mau spill EP-nya Oscar duluan nih. Mau enggak?”, ujarnya sembari melampirkan tautan ‘underground’ menuju Jalan Sendiri, sang EP.

Meski sudah diberikan akses untuk mendengarkan terlebih dahulu saat itu, namun saya baru bisa menyimak di beberapa jam setelahnya, yang mana setelah setengah materi Jalan Sendiri diputar, hanya ada satu kata yang terlintas di pikiran saya, yakni ‘nostalgia’.

“Setengah jalan dengerin ini, tastenya sama kayak pertama kali nonton beliau di Bandung. Dibawa balik ke era itu, empat apa lima tahun lalu gitu ya, lupa”, balas saya ke Dwi.

Nostalgia yang beralasan, mengingat terakhir kali Oscar merilis sebuah materi penuh adalah di tahun 2017, tahun ketika ia bernyanyi sepuluh nomor dari album debutnya, Drowning in a Shallow Water dan saya juga sudah lupa kapan terakhir kali menyaksikan sang solois di atas panggung.

Berselang lima tahun, kini giliran Jalan Sendiri yang ia nyanyikan. Sebuah EP berisi enam nomor, meliputi “What The City Doesn’t Kill”, “Ode Untuk Mami-Mami”, “Song For Jon”, “Memesan Luka”, “The Only Blue I Love The Best”, “Jalan Sendiri – Live Acoustic”, serta satu nomor kejutan, “Suliram” yang kehadirannya bahkan tidak direncanakan oleh sang solois.

(Mari kesampingkan sejenak beberapa lagu lepasan yang ia rilis di rentang waktu setelah rilisnya sang album debut, karena hampir seluruh lagu yang ia lepas tersebut tidak masuk di EP ini).

Oke, idealnya, Oscar bisa saja melalui rentang waktu lima tahun tersebut dengan tidak bernostalgia, dengan melakukan eksplorasi bermusik di perjalanannya, entah apapun itu.

Namun, ia memutuskan untuk membawa pendengarnya kembali ke awal perkenalan (dan kemunculannya?), yakni musik folk yang minimalis, mengandalkan kekuatan vokal dan untaian lirik sederhana, kemampuannya untuk bercerita yang lugas penuh keintiman, serta iringan gitar akustik sebagai teman akrabnya, yang keseluruhannya mempunyai satu sisi yang terdengar rapuh, namun satu sisi juga mempunyai magisnya tersendiri, yang pada kesempatan kali ini, magis dari Jalan Sendiri turun ke saya dengan kata yang sudah disebutkan beberapa kali, ‘nostalgia’.

Oscar Lolang, 2022 / Dok. Istimewa

Dalam rilisan persnya, Oscar memang mengungkapkan bahwa Jalan Sendiri merupakan sebuah ‘penghabisan’ dari materi-materi lamanya, yang juga menjadi sebuah jembatan menuju ragam rencana di kemudian hari, sebelum akhirnya berkenalan dengan materi-materinya mendatang.

Jalan Sendiri adalah tentang acceptance atau penerimaan, seperti kondisi di mana kamu merasa sudah siap ‘pergi’ untuk melangkah maju. Namun ketika sedang bersiap-siap, membereskan lemari baju yang sudah berdebu, hal-hal yang tidak sengaja ditemukan malah meminta untuk diingat, dibereskan, dirapikan, agar menjadi doa untuk perjalanan kita kelak. Kurang lebih analogi itulah yang menjadi latar belakang lahirnya EP ini; lagu-lagu baru maupun lamaku yang harus kutuntaskan sebelum berjalan lebih jauh”, terangnya.

Terdengar berat? Tentu saja. Tidak mudah jika berbicara mengenai acceptance, keikhlasan, mengenai proses menerima diri sendiri setelah apapun yang terjadi, berdamai dengan masa lalu, ‘telanjang’ di depan khalayak tanpa menutup-nutupi apapun dan berusaha menjadi orang lain. Namun, Oscar bisa melakukan semua itu dengan sederhana.

Hal tersebut bisa tergambar di “Memesan Luka”, nomor keempat dari sang EP. Di nomor tersebut, Oscar tulus meminta maaf atas dosa-dosanya di masa lalu, tertuang di penggalan lirik “Aku memesan luka / Dengan luka yang ku akibatkan / Dari segala penjuru / Menjadi pisau yang kembali ke hulu”.

Sama halnya dengan nomor “Jalan Sendiri – Live Acoustic”, yang kali ini lekat dengan rasa ikhlas dan tentu, penuh kerapuhan. Bayangkan saja, Oscar berani bernyanyi “Kekasihku / Mungkin ku penyebabnya / Sampai berat kau menerima / Masa depan menyambut kita”, secara berulang-ulang di empat setengah menit durasi nomor berjalan, dengan gitarnya yang lirih menemani. Kalau bukan keikhlasan, entah apa itu namanya.

Oscar turut berkisah tentang (apa yang saya tangkap) hiruk pikuk pergumulan kota metropolitan di “What The City Doesn’t Kill”, bagaimana rasanya melihat impian yang makin hari makin jauh dari penglihatan, namun tetap menyisakan sedikit cahaya untuk diraih secara perlahan. Layaknya sebuah pesan semangat dari Oscar untuk mereka yang tengah berjuang meraih apapun itu, untuk bersama-sama menjaga kewarasan di tengah rimba yang sedang dijelajahi.

 

Ode Untuk Mami-Mami” menjadi favorit saya di EP ini. Sebuah nomor tentang keluarga yang sudah lebih dulu Oscar rilis di penghujung 2020 silam. Rangkaian lirik sederhana yang merangkum dua sudut pandang dari orang tua dan sang anak yang saling bersahutan menjadi man of the match dari nomor ini, dinyanyikan oleh Oscar dengan level vokal yang sudah tidak perlu diragukan lagi. Sayup-sayup isian vokal nan merdu “Ku berada jauh” dan “Ku merasa pilu” yang ditempatkan perlahan di belakang suara gitar pun makin menambah magis dari nomor ini.

Jika momen ini menjadi kali terakhir untuk melihat seorang Oscar Lolang dengan karakter seperti saat ini sebelum akhirnya memutuskan untuk berganti baju, maka rasanya apa yang ia tunjukkan di Jalan Sendiri lebih dari cukup.


 

Penulis
Raka Dewangkara
"Bergegas terburu dan tergesa, menjadi hafalan di luar kepala."

Eksplor konten lain Pophariini

Solois Asal Binjai, Palep Angkat Kisah Masa Lalu di Single Kedua

Solois asal Binjai, Sumatera Utara bernama Palep resmi merilis single kedua bertajuk “You Still Call My Baby” hari Sabtu (30/11). Lagu ini bercerita tentang seseorang yang terjebak di situasi yang tidak bisa melupakan semua …

High No Man Menghadirkan Karya Reggae Dub yang Berbeda

Proyek reggae dub asal Tuban, Jawa Timur bernama High No Man resmi meluncurkan maxi-single bertajuk More High yang berisikan 2 lagu yaitu “Beat Down Babylon” dan lagu yang berjudul sama dengan maxi-single. Materi ini …