Oslo Ibrahim – Cantaloupe (EP)
Ekspektasi kadang menjadi kambing hitam dalam banyak hal. Album mini Cantaloupe milik solois Oslo Ibrahim ini salah satu contohnya. Berharap sesuatu yang baru jelas akan kecewa. Tapi kalau sekedar lagu-lagu enak untuk didengarkan selewat bisa berlaku.
Dengan katalog EP, Strangers Again (2021), album penuh I Only Dance When I’m Sad (2020), dan EP debut, The Lone Lovers (2019) serta total jarak berkarya selama empat tahun bukan salah saya jika berharap akan sesuatu yang baru, berbeda, atau ekstrem.
Ekspektasi kadang menjadi kambing hitam dalam banyak hal. Album mini Cantaloupe milik solois Oslo Ibrahim ini salah satu contohnya. Berharap sesuatu yang baru jelas akan kecewa
Mengingat belakangan ini Oslo tampil dengan gaya fesyen baru yang “funky”dan ekstrem. Tidak hanya memakai kuteks, tapi juga baju transparan, crop top, dan pakaian lain yang kerap dikenakan perempuan. Ini berujung pada ekspektasi berlebih kala mendengar album mini terbarunya.
Namun ekspektasi ini terlalu tinggi. Dibuka dengan “Honey”, berlanjut ke “All My Friends Are Falling In Love”, “It Be Like That Sometimes”, “The Way You Say Goodbye” yang manis, “What is Love” yang hampir serupa mood-nya. Kelimanya merupakan lagu-lagu pop enak yang sayangnya tak terlalu membekas. Dengan balutan musik rileks bertempo menengah yang dominan gitar dan isian melodi gitar yang John Mayer-esque.
Area lirik pun serupa. Menyebut Spiderman dan Gwen di “Honey”, menyapa teman-teman satu circle-nya (J.Alfredo/Romantic Echoes, Morad, Pamungkas dan Gangga) di “All My Friends Falling in Love”, petuah positif buat sang mantan di “It Be Like That Sometimes” dan “The Way You Say Goodbye”, lalu balada cinta yang sendu di “What is Love”. Tak ada sesuatu lebih dari itu yang ditawarkan. Meski kalau bicara enak tentu lagunya enak.
Mengingat belakangan ini Oslo tampil dengan gaya fesyen baru yang “funky”dan ekstrem. Ini berujung pada ekspektasi berlebih kala mendengar album mini terbarunya.
Seperti yang sudah-sudah termasuk Cantaloupe kita tahu kekuatan Oslo menulis lagu yang enak di telinga sudah terbukti. Tapi sayangnya di tahun keempatnya cenderung mengarah ke stagnan. Padahal semenjak awal di album mini perdananya The Lone Lovers saya melihat sosoknya sebagai vokalis/penulis lagu/gitaris melodi begitu menjanjikan.
Karena kalau harus membandingkan dengan penyanyi/penulis lagu/gitaris melodi selingkarannya yang sama-sama dipengaruhi John Mayer seperti Pamungkas, Randy Pandugo, atau Petra Sihombing; ataupun penyanyi/penulis lagu seperti Romantic Echoes dan Morad, sayangnya posisi Oslo masih ada di bawah mereka.
Jika EP adalah perjalan menuju album penuh -dalam hal ini album penuh keduanya-semoga dalam prosesnya Oslo mengeksplor musiknya seberani seperti ia mengeksplorasi gaya fesyennya yang “funky” dan ekstrem itu.
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Wawancara Eksklusif Ecang Live Production Indonesia: Panggung Musik Indonesia Harus Mulai Mengedepankan Safety
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Pophariini masih banyak menghadiri dan meliput berbagai festival musik di sepanjang tahun ini. Dari sekian banyak pergelaran yang kami datangi, ada satu kesamaan yang disadari yaitu kehadiran Live Production Indonesia. Live …
Daftar Label Musik Independen dari Berbagai Kota di Indonesia 2024
Berbicara tentang label musik tentu bukan hal yang asing lagi bagi siapa pun yang berkecimpung di industri ini. Mengingat kembali band-band yang lekat dengan label raksasa sebagai naungan, sebut saja Dewa 19 saat awal …