Pamungkas – Solipsism
Artis: Pamungkas
Album: Solipsism
Label: Mas Pam Records
Daya produktivitas bermusik Pamungkas jauh dari sia-sia. Setelah batal tur Asia Tenggara, membuat konser virtual The End of Flying Solo Era yang begitu apik, sampai album ini resmi dirilis. Ia percaya diri langsung mengeluarkan satu album penuh tanpa pemanasan single.
Berkat penggemar berat atau ‘sedang-sedang saja’, maupun yang baru menemukan. Album mencapai angka 1 juta pendengar dalam kurun dua hari di Spotify. Berarti orang-orang rela menyisihkan waktu sekitar 44 menit untuk berjuang mengenal solipsisme.
Masalah hati gawat dipangku lama-lama. Pamungkas menjelaskan dengan ramah. Sebelas romansa album ini satu gelombang bentuknya. Bagian pertama lagu pembuka “Queen Of The Hearts” membuat saya merasa ‘tidak ada yang dapat menghancurkan hidup saya kecuali saya’.
“ Taking a walk like a champ in the night. I walk slow but I never walk back. Having a talk with you in my mind tonight. You worry so much as if the world is ending.”
Saya memang penggemar amatir, menyukai tidak lebih dari lima lagu dari dua album pertamanya, Walk The Talk maupun Flying Solo. Namun, semenjak album live The End of Flying Solo Era – Pamungkas & The PeoplePeople beredar di bulan yang sama dengan Solipsism. Saya akui pria berbintang Aries ini bikin cinta.
Tidak ingin memborong semua lagu menjadi yang paling favorit karena masih ada esok untuk menyimaknya lebih intens. Seperti “Intentions” bagian dari destinasi setiap pecinta yang rela berbuat apa saja demi orang yang ia cintai. Saya merasa lagu ini memperjuangkan ketulusan. Terserah benar apa tidak.
Jika khotbah paling realistis adalah kesaksian. Saya menganggap Pamungkas tahu bagaimana menciptakan persamaan rasa di ruang yang paling aman; musiknya. Kontinuitas lirik dramatik mengena bagi yang mengalaminya.
Bila pendengarnya seumuran dengan saya 30 lebih, tema yang paling bertalian adalah “Be My Friend”. Surat permohonan ‘Apa Kabar Kalian di Luar Sana?’ dilayangkan ke celah udara malam yang menipis.
“The city of egos. Stories and worries. I let you to read me raw. Though I can’t keep up. With the world that’s gone mad. But feelings are there; for me to know that I’m alive.”
Manusia yang berperan sebagai makhluk paling sempurna, terkadang sombong merasa kuat. Tetap bisa terbunuh oleh perasaannya sendiri karena terlalu rela berbuat apa saja demi mencapai tujuan cinta. Di album ini, Pamungkas menyebarkan ‘plester hati’ untuk dipakai sambil nyanyi berjamaah.
Lagu keempat “Live Forever” sesuai dengan kondisi sekarang, masa pandemi corona yang nyaris bisa membunuh akal sehat perlahan ternyata diam-diam menguatkan jiwa. Malam yang sempat buntu ‘besok mau ngapain ya?’ menemukan arah pikirnya untuk segera diselamatkan sekarang!
Pamungkas murah menyelipkan kata maaf di lagunya. Suasana “Deeper” pantang dilupakan. Bunyian gitarnya lebih mesra dari basa-basi selamat tidur mantan pacar. Terbayang senar-senar yang dimainkan saling berbisik ‘aku selalu di sisimu’. Selanjutnya, tak ada guna membalikkan kenyataan dengan ribuan pertanyaan. Lagu “Be Okay Again Today” pilihan yel agar baik-baik saja setiap hari.
Proses menerjemahkan pikiran orang susah-susah gampang. Jalan rindu ditempuh lewat “Higher Than Ever”. Meski adegan ciuman jarang dimulai dengan interogasi kecuali sangat gugup.
“Take me out tonight. Let’s just go see each other. Burn the love we had. Before you meet my mother. Can I kiss you? Can I kiss you?”
Nomor kesembilan “Riding The Wave” sekelibat tentang pengendalian diri. Saya enggan mendengarkannya berulang kali. Ada yang lebih mencuri perhatian 100 kali lipat. Definisi ‘lidahku kelu’ yang disempurnakan nona Vira Talisa saat menghadapi perasaan-perasaan dalam “Still Can’t Call Your Name”.
Dua lagu terakhir di album tak main-main. Saya membayangkan “I Don’t Wanna Be Alone” lagi dinyanyikan secara massal oleh penonton yang berdiri di balik barikade. Apa yang berada di isi kepala penggemarnya itu sama percis seperti yang Pamungkas tuliskan.
“You’ve got a place in my mind, thought you should know. You run a show in my mind and I’m front row.”
Saya tersenyum lepas sampai di “Closure”. Adakalanya manusia stabil keras hati demi mempertahankan apa yang ia rasakan. Walau tetap berbuntut kehilangan.
“I give up trying. At least for today.”
Ibarat sedang mengendarai sepeda motor dengan kaca helm yang dol. Kita sadar merasa terganggu tiap kali melewati markah kejut (polisi tidur, red). Tiba di penghujung rekomendasi ini. Solipsism menjadi bengkel perbincangannya, bukan perbaikan.
_____
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
5 Band Punk Indonesia Favorit MCPR
Dalam perhelatan Festival 76 Indonesia Adalah Kita di Solo, kami menemui band punk-rock asal tuan rumah, MCPR sebagai salah satu penampil untuk mengajukan pertanyaan soal pilihan 5 band punk Indonesia favorit mereka. Sebelum membahas …
Fraksi Penemu Sepeda Bercerita tentang Hobi di Single Gocapan
Setelah merilis single “Olahgaya” 2023 lalu, Fraksi Penemu Sepeda asal Bogor resmi meluncurkan karya terbaru berupa single dalam tajuk “Gocapan” hari Rabu (23/10). Lagu ini menceritakan serunya pengalaman bersepeda sambil mencari sarapan pagi. …
[…] online dari barang-barang memorable milik nama-nama yang sudah tidak asing lagi. Sebut saja Pamungkas, Sir Dandy, MALIQ & D’Essentials, Wahyu Acum (Bangkutaman), dan Anto Arief […]