Para Pahlawan Gitar yang Terabaikan dan Ditinggalkan

Sep 27, 2018

Guitar heroes, pahlawan gitar, adalah orang yang menginspirasi orang lain untuk ikut main gitar. Hendrix, melakukannya. Stevie Ray Vaughan juga. Johnny Ramone pun begitu walau hanya mengandalkan tiga jurus. Kita bisa menyebut nama-nama lain dari genre lain. Satu benang merah yang menyatukan mereka adalah: persona mereka melampaui tataran teknis.

Maka ujian besar bagi rock n roll –termasuk bagi keberlangsungan gitar listrik– datang ketika makin jarang gitaris yang bisa menginspirasi orang lain untuk angkat gitar. Nasib gitar, juga para guitar heroes, makin terpinggirkan karena tren musik yang sedang bergulir ke arah lain. Sekarang, musik elektronik dan hip-hop jadi penguasa industri musik. Musik rock minggir dulu deh.

Tapi setidaknya di Indonesia, krisis kekurangan pahlawan gitar itu belum terasa sih. Atau mungkin saya yang bebal? Entahlah. Saya rasa, kita masih bisa menunjuk pahlawan gitar yang jumlahnya melebihi jari tangan. Memang, mungkin belum ada sosok yang personanya sekuat jagoan lawas macam Ian Antono, Eet Sjahranie, Totok Tewel, Pay, Didit Saad, Andra Ramadhan, Dewa Budjana, atau dua jagoan saya: Boris dan Cole.

pekerjaan para guitar hero baru ini tak mudah. harus menghadapi perubahan selera musik & turbulensi industri musik pula.

Namun siapa yang bisa menyangkal betapa kuatnya persona Ricky Siahaan, Gugun, Stevie Item, Rey Marshall, atau bahkan Mohammad Istiqamah Djamad dan Kharis Junandharu? Malahan, dalam sudut pandang saya, J.A “Otong” Verdiantoro dan Rektivianto Yoewono sudah masuk dalam tataran pahlawan gitar.

Otong membuat para penonton merasakan lagi aura coolness vokalis rock gondrong yang bernyanyi sambil main gitar, lengkap dengan atraksi membanting gitar. Sedangkan Rekti, di sebuah masa, pernah membuat saya merasa perlu mencontek gayanya bermain gitar –lagi-lagi, gagal secara memalukan.

Pertanyaannya adalah: apakah mereka-mereka ini bisa menginspirasi penontonnya untuk ikut main gitar? Jawabannya jelas tidak bisa dihadirkan sekarang. Mungkin baru bisa dilihat satu windu lagi, atau satu dekade lagi. Atau bahkan lebih. Kuncinya saat ini, kata Geoff Edgers, bagaimana menyampaikan magisnya perasaan main gitar ini ke anak-anak muda. Lagi-lagi, pahlawan gitar pada akhirnya melampaui perkara teknis dan skill belaka.

Satu yang pasti, pekerjaan para guitar hero baru ini tak mudah. Mereka harus menghadapi perubahan selera musik. Harus mengalami turbulensi industri musik pula. Beban mereka jadi tambah berat karena seolah-olah memanggul nasib rock n roll, walau saya yakin mereka santai-santai saja dan tak merasa terbebani, dan tak perlu juga terbebani.

 

____

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1
2
3
Penulis
Nuran Wibisono
Nuran Wibisono adalah penulis buku musik "Nice Boys Don't Write Rock N Roll” yang diterbitkan oleh EA Books tahun 2017 lalu. Berbagai tulisannya mudah ditemukan di dunia maya, karena pengalamannya menulis di berbagai media on-line. Kini ia bekerja sebagai editor di Tirto.id.

Eksplor konten lain Pophariini

Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota

Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …

5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac 

Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …