Para Pahlawan Gitar yang Terabaikan dan Ditinggalkan

Guitar heroes, pahlawan gitar, adalah orang yang menginspirasi orang lain untuk ikut main gitar. Hendrix, melakukannya. Stevie Ray Vaughan juga. Johnny Ramone pun begitu walau hanya mengandalkan tiga jurus. Kita bisa menyebut nama-nama lain dari genre lain. Satu benang merah yang menyatukan mereka adalah: persona mereka melampaui tataran teknis.
Maka ujian besar bagi rock n roll –termasuk bagi keberlangsungan gitar listrik– datang ketika makin jarang gitaris yang bisa menginspirasi orang lain untuk angkat gitar. Nasib gitar, juga para guitar heroes, makin terpinggirkan karena tren musik yang sedang bergulir ke arah lain. Sekarang, musik elektronik dan hip-hop jadi penguasa industri musik. Musik rock minggir dulu deh.
Tapi setidaknya di Indonesia, krisis kekurangan pahlawan gitar itu belum terasa sih. Atau mungkin saya yang bebal? Entahlah. Saya rasa, kita masih bisa menunjuk pahlawan gitar yang jumlahnya melebihi jari tangan. Memang, mungkin belum ada sosok yang personanya sekuat jagoan lawas macam Ian Antono, Eet Sjahranie, Totok Tewel, Pay, Didit Saad, Andra Ramadhan, Dewa Budjana, atau dua jagoan saya: Boris dan Cole.
pekerjaan para guitar hero baru ini tak mudah. harus menghadapi perubahan selera musik & turbulensi industri musik pula.
Namun siapa yang bisa menyangkal betapa kuatnya persona Ricky Siahaan, Gugun, Stevie Item, Rey Marshall, atau bahkan Mohammad Istiqamah Djamad dan Kharis Junandharu? Malahan, dalam sudut pandang saya, J.A “Otong” Verdiantoro dan Rektivianto Yoewono sudah masuk dalam tataran pahlawan gitar.
Otong membuat para penonton merasakan lagi aura coolness vokalis rock gondrong yang bernyanyi sambil main gitar, lengkap dengan atraksi membanting gitar. Sedangkan Rekti, di sebuah masa, pernah membuat saya merasa perlu mencontek gayanya bermain gitar –lagi-lagi, gagal secara memalukan.
Pertanyaannya adalah: apakah mereka-mereka ini bisa menginspirasi penontonnya untuk ikut main gitar? Jawabannya jelas tidak bisa dihadirkan sekarang. Mungkin baru bisa dilihat satu windu lagi, atau satu dekade lagi. Atau bahkan lebih. Kuncinya saat ini, kata Geoff Edgers, bagaimana menyampaikan magisnya perasaan main gitar ini ke anak-anak muda. Lagi-lagi, pahlawan gitar pada akhirnya melampaui perkara teknis dan skill belaka.
Satu yang pasti, pekerjaan para guitar hero baru ini tak mudah. Mereka harus menghadapi perubahan selera musik. Harus mengalami turbulensi industri musik pula. Beban mereka jadi tambah berat karena seolah-olah memanggul nasib rock n roll, walau saya yakin mereka santai-santai saja dan tak merasa terbebani, dan tak perlu juga terbebani.
____

Eksplor konten lain Pophariini
Eksklusif Komunal: 13 Tahun Tanpa Album, Nostalgia Ini Ijazah
Sejak merilis album penuh Gemuruh Musik Pertiwi 13 tahun lalu, Komunal rasanya belum menunjukkan kembali eksistensi mereka lewat perilisan materi holistik sebagai statement keberadaan mereka. Memang, selain masih aktif menghibur KKK (Kawan-kawan Komunal) di …
False Theory Ceritakan Kisah Penyembuhan Luka Masa Lalu di Single Dua Atma
Unit pop punk asal Tana Paser, Kalimantan Timur, False Theory merilis single ketiga bertajuk “Dua Atma” pada Kamis (05/06). Lewat lagu ini, mereka mengangkat cerita tentang dua jiwa yang saling menyembuhkan dari luka masa …