Penyanyi Crooner Indonesia Jaman Kiwari
Penyanyi crooner adalah istilah yang diberikan pada penyanyi pria yang biasa menyanyikan lagu jazz standard -biasanya dari Great American Songbook- dan diiringi oleh piano, atau orkestra, atau juga big band. Awalnya istilah crooner di tahun 30an adalah sindiran akan gaya bernyanyi dengan gaya lembut dan sentimentil.
Istilah ini muncul paska kelahiran instrumen elektrik, tepatnya mikrofon, yang memudahkan para penyanyi tidak perlu mengeluarkan power yang besar untuk bernyanyi. Sebelumnya saat belum ada mikrofon, power besar saat bernyanyi merupakan syarat utama menjadi penyanyi. Dan setelah ada mikrofon para penyanyi bisa berekplorasi cara bernyanyi dengan lembut. Biasanya dengan suara rendah seperti terdengar seperti “berbicara” dengan mesra ke pada lawan bicaranya langsung.
Dunia musik populer mengenal nama-nama besar legenda crooner seperti Frank Sinatra atau Bing Crosby serta saat ini, Michael Bubble dan Jamie Culum. Namun meskipun begitu kini definisinya begitu cair. Tidak melulu harus diiringi orkestra atau big band serta bernyanyi musik swing/jazz standard. Berkarakter suara rendah (nge-bass), lembut, dan bernyanyi tentang hal sentimentil sudah bisa masuk ke dalam definisi penyanyi crooner. Beberapa di antaranya adalah nama-nama besar seperti bintang rock David Bowie dan vokalis The Doors, Jim Morrisson, serta penyanyi indie pop asal Inggris Morrissey adalah para crooner kontemporer.
Bagaimana jika di Indonesia sendiri? Julukan penyanyi crooner masih sangat jarang disematkan pada para penyanyi Indonesia. Namun jika merujuk pada definisi bersuara rendah/ngebass dan lembut serta bernyanyi secara sentimentil beberapa nama ini jelas termasuk.
Ardhito Pramono
Jelas salah satu penyanyi yang tepat dijuluki crooner muda Indonesia saat ini. Dengan refrensinya yang didominasi penyanyi jazz tahun 40an tak heran bila outputnya adalah musik bernuansa jazz era tersebut yang didominasi oleh piano, seksi gesek ala orkestra dan seksi tiup yang biasa ada di bigband. Ditunjang dengan karakter vokal nge-bass dan gaya bernyanyi yang lembut dan kadang sentimentil. Komplit sudah.
Adikara Fardy
Yang satu ini menipu. Kelahiran tahun 2000 namun memiliki suara seperti pria berumur paruh baya yang sudah matang. 2 singel terbarunya bernunansa sangat pop, namun silahkan simak ketika Adikara mengambil bagian dalam album kompilasi tribut Detik Waktu: Perjalanan Karya Cipta Candra Darusman yang bernunansa jazz standard ini. Karakter vokalnya sangat melenakan. Tidak heran bila lagu yang dinyanyikan pemuda yang juluki “Michael Buble-nya Indonesia” ini sempat masuk menjadi nominasi AMI Award untuk Artis Jazz Vokal Terbaik.
Fadhilonn
Ini dia indie crooners dari Bekasi. Fadhilonn adalah penyanyi/pemain trumpet/penulis lagu yang telah merilis 5 singel sejak 2018. Gaya bernyanyinya dipengaruhi oleh penyanyi crooner Indonesia/Melayu lama seperti Sam Saimun, Adi Karso, Bing Slamet ataupun penyanyi crooner barat seperti Frank Sinatra dan Louis Amstrong. Tidak heran bila outputnya bisa seperti ini. Selain berdendang sebagai solois, Fahdilonn pun tergabung sebagai vokalis kuartet Orkes Kedai Sarinah yang mempunyai karakter musik tidak jauh berbeda.
Leonardo Ringo (Leonardo and His Impeccable Six)
Ini juga datang dari kancah indie. Sempat memperkuat sebagai gitaris Zeke and The Popo, Leonardo akhirnya merilis album solo yang berjudul The Sun. Lalu menggebrak dengan membentuk band swing dan rockabilly Leonardo and His Impeccable Six dan merilis album Built To Race di 2013. Meskipun saat ini tidak terlalu aktif manggung, namun dengan karakter vokalnya dan sextet swing pimpinannya, gelar salah satu penyanyi crooner Indonesia layak disandang dirinya.
Tulus
Nama yang sudah tidak asing lagi tentunya. Duet mautnya dengan sang produser Ari Renaldi seringkali membawa nuansa jazz swing dan bigband baik ke dalam album ataupun penampilan panggungnya. Tulus sendiri sebelum merilis album dibesarkan dalam komunitas Klub Jazz Bandung. Yang mana tentunya membuat dirinya khatam membawakan berbagai repertoar jazz standards.
_____
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …