Rekomendasi: Aris Setyawan – Aubade
Tidak banyak akademisi dari jurusan yang tidak terlalu umum, yang konsisten dan tertarik terjun ke ceruk paling niche yaitu kancah musik independen. Dalam hal ini kita bicara Aris Setyawan, lulusan Jurusan Etnomusikologi Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Dan kabar baiknya Aris menyadari itu dan memutuskan untuk memberi sumbangsihnya dengan rajin menulis musik, baik di beberapa website, di blog pribadinya hingga di akun IG story nya. Tidak hanya mudah diakses di dunia maya, Aris juga memudahkan dirinya untuk ditemukan dalam bentuk fisik dengan menerbitkan tulisannya ke dalam beberapa buku, termasuk yang terbaru ini, Aubade: Kumpulan Tulisan Musik.
Sebelum membahas buku ketiganya saya harus membahas tetang Pias (2017) yang menjadi salah satu buku favorit saya dan juga ketidaksengajaan membaca Wonderland: Memori Dari Selatan Yogyakarta (2020) yang berujung pada keenganan berhenti dan langsung selesai dalam sekali membaca. Kenapa bisa begitu? Saya menikmati tulisan Aris yang lihay melakukan reportase dan bercerita mendalam tapi disajikan begitu singkat, padat dan mengasyikan.
Pada Pias saya bisa mengembara ke warung angkringan Jogja; mawas pada kontemporernya seni; mengetahui kekerasan budaya pasca 1965; dan mengamini kritik musik, hingga mengetahui kuasa bernama seks. Dan di buku kedua yang bercerita tentang proses album perdana bandnya, Aurette and the Polska Seeking Carnival, tanpa harus mendengarkan/tahu bandnya saya bisa tenggelam ke penuturannya yang mengasyikan. Itu adalah kekuatan Aris. Sejak paragraf pertama ia paham betul gimana cara memikat pembacanya dan tanpa sadar kita lalu tiba di paragraf penghujung tulisannya.
Di Aubade, buku ketiganya yang diterbitkan oleh Arung Wacana ini Aris Setyawan fokus menulis area musik. Dan berbaik hati untuk berbagi hal-hal mendasar tentang musik yang mampu membuat kita merenung mendefinisikan ulang makna musik, si hal gaib yang bisa menyenangkan hati kita ini. Dari artikel seperti, “Mendengarkan Musik”, “Memikirkan Ulang Faedah Musik”, “Apa Ulasan Musik Itu Masih Penting?”, ke “Merintis Pengarsipan Musik Indonesia” dan “Jurnalisme Musik dan Selingkar Wilayahnya” hingga tulisan yang bernuansa distopia teknologi, “Musik dan Kecerdasan Buatan” yang seperti menonton salah satu episode Black Mirror.
Favorit saya adalah tulisan reportase dari area tempat tinggal Aris seperti “Kesunyian Airportradio”, Pencarian Spiritual dalam Splitual”, “Hikayat Haji Noise”, dan “Saatnya Redefinisi Musik Indie”. Sangat menarik membaca sejarah atau perkembangan musik -dalam hal ini kancah independen- di kota lain. Aris selalu menyadarkan kalau kita butuh lebih banyak penulis yang bisa bercerita dan melaporkan tentang kancah musik independen dari selain ibu kota Jakarta saja.
Yang penting untuk dicatat juga dalam Aubade adalah Aris memberikan porsi cukup banyak untuk membahas persinggungan antara musik dengan kesehatan mental. Hal yang di tengah lajunya informasi dan teknologi ini banyak memakan korban. Dari soal rentannya musisi melakukan bunuh diri, ihwal kesehatan menta dalam musik nusantara, serta surat terbuka yang satir untuk sang idola, Chester Bennington, vokalis Linkin’ Park yang bunuh diri.
Tidak banyak penulis musik dari luar Jakarta yang punya konsistensi untuk menulis musik dan melakukan reportase, dan yang terpenting menyediakan dirinya sehingga mudah dijangkau seperti Aris. Terlebih dengan kelebihan latar belakangnya yang membuatnya mampu untuk menulis bahwa hal gaib bernama musik itu adalah urusan penting yang bisa ditarik hubungannya ke sana ke mari. Dan bukan hanya sekedar bebunyian teman kita beraktifitas. Maka itu tidak berlebihan bila menyebut Aris sebagai salah satu aset berharga dalam penulisan musik di Indonesia. Dan untuk itu kita patut bersyukur.
____
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …