Rekomendasi: SUPER (Sun Eater Prontaxan Energi) – Sun Eater, Prontaxan

Oct 11, 2021
Sun Eater Prontaxan

Sebelum membicarakan kolaborasi SUPER antara Sun Eater dengan unit kitsch funkot Jogjakarta, Prontaxan, kita harus sedikit membahas soal istilah kitsch itu sendiri.

Berasal dari bahasa Jerman “yang termurah” atau juga menunjuk pada objek yang miskin cita rasa dan juga miskin kualitas sehingga disebut sampah artistik. Kitsch juga diakrabi hadir dalam karya-karya desain dan seni rupa kontemporer. Menurut penyair dan pakar sastra Sapardi Djoko Damono, kitsch merupakan sebuah istilah umum yang dikenakan pada karya tiruan yang mengambil bahan dari kesan yang sejati yang dibuat atau disusun untuk memenuhi selera masyarakat luas namun tidak peka terhadap inti kesan.

Atas dasar itu kita bisa memahami bagaimana efek Prontaxan bisa bekerja baik dan bereaksi dengan menyenangkan bagi generasi muda trendi masa kini. Bermain-main dengan imaji musik funkot yang terpinggirkan dan secara kelas stratanya lebih rendah dibanding musik manapun termasuk musik indie. Prontaxan lalu membuat karya tiruan dan melahirkan ‘musik sampah’ yang artistik sebagai respon bermain-main dengan kelas strata pada musik ini.

Tidak heran bila ulahnya justru sukses gemilang dengan me-remix tembang-tembang indie kesayangan muda mudi skena independen. Sehingga berbagai undangan tampil termasuk di panggung RRRECFEST, dan Synchronize Fest -sebelum pandemi-  dipenuhi muda mudi trendi ibukota bernyanyi pada tiruan musik funkot ini. Kemudian secara komunal seperti mengamini peniruan yang Prontaxan usung.

Hal ini yang tampaknya menjadi pertimbangan berkolaborasi dari pihak Sun Eater. Dengan berkolaborasi dengan Prontaxan merilis mini album remix berjudul, SUPER (Sun Eater Prontaxan Energi). Sun Eater dengan senang hati merelakan lagu-lagu hits milk roster-nya dikemas ulang menjadi murahan, menggelikan nan seru. Dan dari penjudulannya yang asal-asalan ini kita sudah bisa paham dibawa ke mana, dan akan bagaimana materi di dalamnya.

Ada empat lagu yang diacak-acak oleh para kru Prontaxan. Dari “Berita Kehilangan” milik .Feast, “Membasuh” Hindia dengan Rara Sekar, “Lampu” milik gitaris/vokalis Rayhan Noor, dan “Evaluasi” milik Hindia. Bila terasa tanggung karena hanya memuat 4 lagu, namun percayalah dengan ketukan ngebut antara 190 dan 160 bpm ini adalah keputusan bijak. Mengingat karakter musik funkot yang terdengar mirip-mirip dengan ketukan bass drum sintetis ngebut, berbalut kendang tradisional yang sangat mengundang jiwa nusantara kita bergoyang tanpa malu-malu ini mudah membuat telinga letih. Terlebih bila didengarkan dalam keadaan -uhuk- sadar.

Pengecualian untuk lagu “Lampu” yang ketika ditelangjangi hingga tersisa vokalnya dan dibungkus ulang dengan bebunyian funkot dengan sempurna bisa menjelma seperti tembang pop melayu mid tempo yang lumrah terdengar dari suara pengeras di angkot. Kejutan yang menyenangkan, karena sangat berbeda dengan versi sesungguhnya.

Sederhananya kolaborasi tanpa pretensius ini berhasil menjadi karya yang mampu membuat kita goyang badan, bersenang-senang pada karya tiruan funkot sambil ber-sing a long pada hits rilisan Sun Eater. Meskipun sayangnya karena pandemi, kita belum tau kapan bisa bersenang-senang dengan lagu-lagu ini secara langsung baik di panggung Prontaxan atau Sun Eater di gigs lokal.

 


 

Penulis
Anto Arief
Suka membaca tentang musik dan subkultur anak muda. Pernah bermain gitar untuk Tulus nyaris sewindu, pernah juga bernyanyi/bermain gitar untuk 70sOC.

Eksplor konten lain Pophariini

Setelah 7 Tahun, Risky Summerbee & The Honeythief Kembali Rilis Karya Anyar

Setelah beristirahat 7 tahun, Risky Summerbee & The Honeythief asal Jogja akhirnya resmi kembali lewat single anyar bertajuk “Perennial” hari Minggu (21/04). Lagu ini merupakan karya pembuka untuk album mini terbaru yang mereka jadwalkan …

Rekomendasi 9 Musisi Padang yang Wajib Didengar

Di tengah gempuran algoritma sosial media, skena musik independen Padang sepertinya tidak pernah kehabisan bibit baru yang berkembang