Resensi: Burgerkill – “Adamantine”

Aug 21, 2018

Ivan wafat menjelang album ketiga Burgerkill, Beyond Coma and Despair yang dirilis dengan mencabut diri dari Sony Music untuk kemudian diusung oleh Revolt! Records pada 2006. Pembuatan dan kelanjutan album yang sama sekali tidak menurunkan intensitas kejinya kepal Burgerkill. Api mereka terlalu gede. Artistik terus berkembang; suara mengerikan datang bersama paduan death metal dan metalcore. Mereka pun menafsirkan “Atur Aku” dari Puppen dalam rekaman, sebuah pilihan yang lagi-lagi turut mendeskripsikan semangat Burgerkill. Veteran hardcore “sepertongkrongan” dari Bandung yang punya estetis dan spirit teruji, Puppen adalah salah satu klasik di Indonesia. Sebelumnya, Burgerkill juga pernah merekam “Guilty of Being White” dari pionir hardcore punk yang sangat terhormat, Minor Threat. Daripada cover version biasa, pilihan ini terbaca seperti tribute yang menegaskan injakan TNT Burgerkill.

Ketika Burgerkill mampu melanjutkan nafasnya setelah ditinggal mendiang Ivan Scumbag, bersama pengakuan yang semakin berdatangan, maka kengerian berikutnyalah yang terjadi.  Venomous (2011), album selanjutnya, tak terhindarkan untuk maju menghempas. Semakin groovy, dan tetap heavy. Bisa jadi komposisi album ini justru bertambah edan. Burgerkill semakin fasih.

Hingga sekarang, 2018, Adamantine ada di tangan. Dengan terkam-terkam Burgerkill yang pernah mereka torehkan, memang ada pancingan ajakan untuk membandingkan.

Adamantine diputar—saya melakukannya berulang kali dan semakin enak saja rasanya. Di luar dua lagu singkat pengantar, enam lagu terbaru mereka di sini benar-benar komposisi yang solid. Semuanya bisa jadi favorit kala semakin didengarkan, berurutan ataupun bergantian. Semuanya punya petualangannya masing-masing; gahar, bersinar, rapat berakrobat, Di satu tempat mereka menghadirkan kemegahan, di tempat lain bertamu repitisi riff yang seperti hanyutnya batang kayu di sungai, lalu datang solo gitar yang killer dan keren, variasi ritmik pun keras-indah berdentang, di durasi lainnya: suara purba bersahutan!

Satu hal yang biasa-biasa saja adalah lirik Bahasa Indonesia di lagu “Paradoks” Sangat disayangkan digarap tidak maksimal, apalagi lirik itu dicetak di sleeve cover album yang sama bersama “Air Mata Api” dari Iwan Fals—jadi terbaca jomplang kelasnya. Bila memang hanya ada satu lagu berlirik Bahasa Indonesia, seharusnya istimewa.

Dan, ya, Burgerkill merekam satu lagu cover version; “Air Mata Api” dari Iwan Fals. Sebuah pilihan yang khas dan pantas. Menjadi populer dari Mata Dewa, salah satu album Iwan Fals yang paling rock pada 1989, saya bisa membayangkan lagu itu berada dalam perjalanan “mendengar musik lokal” para personil Burgerkill. Seperti sebelumnya, Burgerkill memilih yang terbaik untuk mewujudkan hasil terbaik. Mereka sukses menafsirkan “Air Mata Api” bersama  struktur lagunya yang terjaga, mempertahankan sidik jari asli sambil mengekstremkannya.

Jikalau Burgerkill berstamina lebih (karya dan finansial) untuk menambah dua lagu baru berbahaya di album ini, dan lirik “Paradoks” digarap lebih baik, maka semakin garang peringkat album ini. Apalagi sampul album dan back cover, serta foto personil di dalam, menampilkan citra yang mengimbangi jalur ledakan musik mereka.

Setelah death metal semakin bergoyang dengan sound yang lebih berat, sadis, dan padat, setelah hardcore terdengar bertambah metal dan teknikal—keduanya telah dimulai sejak 1990an di penjuru lain dan terus dimainkan dalam variasi “modern”-nya, Burgerkill ada di sana, dari Bandung, Indonesia, lapar ingin mencabik dunia.

Kini propaganda Burgerkill dan scene metal Indonesia semakin berkobar, Dan banyak panggung yang jauh, didatangi dengan pesawat terbang, siap untuk terus dihantam!

 

____

1
2
Penulis
Harlan Boer
Lahir 9 Mei 1977. Sekarang bekerja di sebuah digital advertising agency di Jakarta. Sempat jadi anak band, diantaranya keyboardist The Upstairs dan vokalis C’mon Lennon. Sempat jadi manager band Efek Rumah Kaca. Suka menulis, aneka formatnya . Masih suka dan sempat merilis rekaman karya musiknya yaitu Sakit Generik (2012) Jajan Rock (2013), Sentuhan Minimal (2013) dan Kopi Kaleng (2016)

Eksplor konten lain Pophariini

Daftar Label Musik Independen dari Berbagai Kota di Indonesia 2024

Berbicara tentang label musik tentu bukan hal yang asing lagi bagi siapa pun yang berkecimpung di industri ini. Mengingat kembali band-band yang lekat dengan label raksasa sebagai naungan, sebut saja Dewa 19 saat awal …

Wawancara Eksklusif Kossy Ng dan Dimas Ario Spotify: Edukasi Stream dan Musik Berbayar Masih Jadi Tantangan Besar

Saat menentukan apa saja yang ingin diangkat untuk KaleidosPOP 2024, tim redaksi Pophariini langsung berpikir soal keberadaan platform streaming musik yang menjadi salah satu tolok ukur kesuksesan perjalanan band dan musisi di era ini.  …