Resensi: Pijar – Antologi Rasa
Artist: Pijar
Album: Antologi Rasa
Label: Orca Music
Peringkat Indonesia: 8/10
Ketika saya terjebak harus menonton film adaptasi dari novel laris yang berjudul sama Antologi Rasa, satu-satunya hal yang paling menyita perhatian adalah musik yang menyelamatkan saya dari filmnya itu yang yaa.. bolehlah.
Tapi ajaibnya musik itu bukan datang dari nama-nama band besar yang terlibat di soundtrack filmnya seperti Nidji, D’Massiv dan Geisha yang cenderung bermain aman di area feel musik blantika. Musik itu dimainkan oleh band dengan karakter vokal yang khas dalam balutan musik new wave/dance 80an yang kental ber-synthesizer dan dengan irama yang mampu membuat badan bergoyang. Sehingga musiknya berhasil mewarnai dengan sempurna adegan demi adegan filmnya yang bersetting urban yang digambarkan melalui visual warna-warna, fesyen dan gaya hidup anak muda, dan para pemerannya yang serba tampan dan cantik.
Musik itu justru datang dari grup musik trio asal Medan, Pijar yang terdiri dari vokalis/gitaris flamboyan J. Alfredo, gitaris Ican dan Aul pada drum. Dan paska menonton anehnya saya tidak banyak menemukan info Pijar sebagai pengisi soundtrack Antologi Rasa. Satu-satunya petunjuk adalah singel “Antologi Rasa” yang dirilis secara bersamaan dengan filmnya. Agak ironis karena bagi saya kemunculan musik Pijar sangat berperan menyempurnakan film ini. Namun rasa penasaran saya tidak lama karena pada akhir Februari kemarin Pijar merilis album mini yang berisi lagu-lagu dalam film Antologi Rasa.
Lucunya lagi album mini Pijar ini tidak masuk di dalam kompilasi resmi OST. Antologi Rasa bersama 3 nama besar di atas. Mungkin karena pertimbangan label (ketiga nama tersebut ada di bawah label Musica). Pun Pijar tidak menyertakan embel-embel OST/Soundtrack pada judul album mini Antologi Rasa ini. Padahal pada credit title filmnya, 5 lagu Pijar mendominasi lebih banyak dari band lain. Itu juga mungkin yang jadi penyebab ketika banyak resensi film Antologi Rasa di blog-blog film lokal yang membahas musiknya, nama Pijar tidak terlalu dapat sorotan banyak.
Album mini Antologi Rasa memuat 3 lagu baru dengan 2 lagu lama yang diambil dari album mini sebelumnya seperti “Lunar Biru” (Pijar, 2018) dan Akhir Pekan” (Ekstase, 2017). Dan 3 lagu baru itu adalah “Antologi Rasa” yang dirilis terlebih dulu sebagai singel album, “Perspektif Ketiga” dan “Embun” yang ditulis khusus bersama produser Stevesmith yang turut mengisi di dalam lagu. Stevesmith sendiri adalah produser yang terdiri dari duo kakak beradik Randy Danishta (kibordis Nidji) dan Nara Anindyaguna. Mereka selain menjadi produser Pijar sejak 3 album terakhir ini, juga berjasa mengajak Pijar untuk terlibat di dalam film Antologi Rasa.
Setelah menemukan produser yang sudah terbukti tepat untuk 3 album bisa dibilang Antologi Rasa adalah pencapaian terbaik Pijar. Selain juga sebuah kesempatan emas bisa menjadi bagian penting dari film garapan Rizal Mantovani adaptasi dari novel laris ini. Keterlibatan Pijar di film ini juga mensahkan musik mereka yang naik kelas dan cocok untuk menjadi latar kisah drama romantis muda-mudi di kehidupan kota besar yang didominasi oleh adegan melamun di apartemen dan/atau berkendara di malam hari di antara gedung-gedung tinggi.
Ditambah sejak terbentuk di 2014, Pijar sangat aktif merilis mini album dan singel, sehingga nyaris absen dari penggemarnya. Sehingga perkembangan musik Pijar bisa terbaca ke arah yang menyenangkan. Dari eksplorasi yang rumit seperti lagu “Tropis” di 2017, maupun lagu berapi-api di era awal terbentuknya mereka yang berjudul, “Boogie Night” (2014). Di lagu itu nuansa band post-punk yang sangat guitar driven, salah satunya Franz Ferdinand cukup kental terasa. Sehingga stempel “Franz Ferdinand Indonesia” yang sempat menempel ini sempat membuat gerah mereka. Dan album ini kemudian menjadi pembuktian kalau mereka berhasil keluar dari bayang-bayang itu.
Pembuktian itu adalah lagu terbaru “Perspektif Ketiga” dan “Antologi Rasa” yang minim suara gitar dan lebih banyak mengandalkan suara drum elektrik, kibor dan synthesizer yang bernuansa new wave 80an dengan reverb yang mengawang-awang dengan efek modulasi yang dreamy dan basah. Juga pada lagu “Embun” yang dibuat dengan Stevesmith yang sekaligus turut ambil bagian memainkan lagu dalam rekaman di studio.
Dari sisi lirik Pijar juga kembali ke tema cinta dan meninggalkan tema sosial seperti dalam album Ekstase. Meskipun sebetulnya kepiawaian sang vokalis mengolah area ini sudah tercium sejak lama dalam singel berbalut post-punk “Cinta Remaja” (2013) yang seru untuk berdansa. Dan lirik puitis ini juga muncul pada lagu balada paling favorit saya, “Burgundy” dari mini album mereka Pijar (2018). Pijar berhasil mengangkat tema cinta yang indah dan sederhana tapi tidak terdengar berlebihan. Dan semua itu kembali muncul dalam album Antologi Rasa ini. Silahkan simak lirinya dalam lagu pertama di album mini mereka:
“Biarkan sekejap sayapku memelukmu / Biarkan sejenak menghiasi kelabuku di setiap malam / Hingga ku terjatuh di setiap malam / Hingga ku terjatuh” (Persepektif Ketiga)
“Kali ini malam / Tak mengerti lelahnya aku / Kali ini terang / Hanya di satu sudut mimpiku” (Embun)
Dan mereka juga bisa menulis lirik sesantai ini:
“Jangan berfikir terlalu dalam / Sejenak lupakan waktu / Jangan berfikir terlalu keras /
Coba untuk bersenang” (Akhir Pekan).
5 tahun adalah waktu yang singkat buat sebuah band untuk bisa berkembang pesat. Namun Pijar berhasil menjadi trio yang sangat produktif. Dalam 4 tahun total 5 album mini, 1 album penuh sudah dirilis dan serta belasan video hadir di akun Youtube resmi mereka. Hingga kini total ada 8 video musik, dan 5 video lirik. Semua dikerjakan sang vokalis Alfredo sebagai sutradara. Bila itu tidak cukup semua artwork baik itu foto, lukisan hingga digital art juga dikerjakan olehnya.
Hijrah dari Medan ke ibukota, sempat dikecam akan diusir, tidak dibiayai hidupnya, tidak dianggap anak lagi adalah reaksi pertama para orang tua mereka yang kaget mendengar pilihan hidup anak-anaknya. Semua itu adalah cerita menarik dalam kisah sebuah band rock yang ingin sukses. Terlebih ketika pada akhirnya album Antologi Rasa ini benar-benar membayar perjuangan mereka selama ini. Dan bila paska film Antologi Rasa Pijar masih luput dari sorotan dari perhatian para insan perfilman dan blogger serta tertutupi oleh bayang-bayang band besar senior mereka, namun secara diam-diam Pijar sudah menjadi pemenang.
____
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Wawancara Eksklusif Kossy Ng dan Dimas Ario Spotify: Edukasi Stream dan Musik Berbayar Masih Jadi Tantangan Besar
Saat menentukan apa saja yang ingin diangkat untuk KaleidosPOP 2024, tim redaksi Pophariini langsung berpikir soal keberadaan platform streaming musik yang menjadi salah satu tolok ukur kesuksesan perjalanan band dan musisi di era ini. …
We Are Neurotic Mempersembahkan Album Mini Terbaru Asian Palms
Trio disco dan jazz asal Jakarta, We Are Neurotic menutup tahun 2024 lewat perilisan album mini terbaru yang diberi nama Asian Palms (13/12) bersama C3DO Recordings sebagai label naungan. Album Asian Palms …