Seberapa Pantas Sheila untuk Ditunggu?

Feb 2, 2023

Nihil materi baru sejak lima tahun. Pagebluk pandemi. Personel keluar untuk ketiga kalinya. Tiga tahun hampir tidak ada pergerakan. Tapi sejak konser Tunggu Aku di Jakarta dibuka penjualan tiketnya pada awal November tahun lalu, tiketnya langsung tandas, bahkan tidak sampai hitungan jam. Seberapa pantas Sheila On 7 untuk ditunggu?

Jika indikatornya adalah 22 ribu kepala yang memadati area seluas 18 ribu meter persegi di JIExpo Kemayoran, Jakarta pada Sabtu 28 Januari lalu, maka jawabannya jelas. Sheila On 7 yang kini menjadi trio Duta, Eross, dan Adam ini pantas untuk ditunggu. Menggelontorkan nyaris dua lusin hit di panggung besar. Lewat pembuka yang cukup kolosal: tirai putih raksasa penutup panggung menampilkan siluet para personel diiringi intro “Pejantan Tangguh” dan langsung tersibak begitu track besutan Eross itu menaikkan tempo dengan diiringi letupan kembang api.

Rekan seangkatan mereka, Cokelat yang baru saja reuni dengan vokalis dan drumernya, didaulat sebagai salah satu pembuka. Berikutnya adalah Perunggu yang tengah menjadi perbincangan sejak tahun lalu lewat debut album Memorandum yang menjanjikan. Trio rock ini secara lugas menyebut Sheila On 7 sangat berpengaruh dalam kehidupan bermusik mereka. “Aku sudah lihat mereka dari Youtube. Dengar materi mereka. Keren, tapi nggak maksa,” kata Eross.

Perunggu secara lugas menyebut Sheila On 7 sangat berpengaruh dalam kehidupan bermusik mereka. “Aku sudah lihat mereka dari Youtube. Dengar materi mereka. Keren, tapi nggak maksa,” kata Eross

Malam itu, Sheila On 7 bermain efisien dan taktis. Keseluruhan lagu dimainkan secara penuh selama lebih kurang dua jam, tanpa ada versi medley. Sebanyak 21 lagu dari total 22 lagu dalam setlist adalah single yang dibuatkan videoklipnya. Sebuah set pertunjukan yang menyenangkan semua generasi. “Ada yang bilang satu sisi kok cepat sekali udah kelar. Satu sisi pengen teriak we want more tapi kaki ini nggak bisa bohong. Yang nonton saja bilang begitu apalagi yang main. Boyok wis ra iso ngapusi (punggung tidak bisa bohong, -red),” kata Duta yang saat saya hubungi lewat sambungan telepon tiga hari selepas konser. Ia sudah berada di rumahnya di Jogjakarta, sementara Adam dan Eross masih di Jakarta. “Lagi ngeluk boyok iki (sedang meluruskan punggung-red),” katanya.

Momen yang ditunggu-tunggu / Foto: Narend

Ia mengaku sangat emosional melihat pemandangan puluhan ribu orang terus bernyanyi nyaris tanpa henti. “Untung aku pakai ear monitor. Kalau tidak, aku bisa dengar jelas orang sebegitu banyak nyanyi sebegitu kerasnya. Aku mungkin bisa nangis entah dari lagu keberapa.”

Duta mengaku sangat emosional melihat pemandangan puluhan ribu orang terus bernyanyi nyaris tanpa henti. “Untung aku pakai ear monitor. Kalau tidak, aku bisa dengar jelas orang sebegitu banyak nyanyi sebegitu kerasnya. Aku mungkin bisa nangis entah dari lagu keberapa.”

Dari kaji cepat Duta, setidaknya penonton konser kemarin terbagi dalam tiga golongan.  Pertama, tentu saja Sheilagank yang rutin menyambangi panggung-panggung Sheila On 7. Kedua, yang baru mengenal Sheila On 7 dari panggung-panggung pentas seni dalam sepuluh tahun terakhir. Ketiga, mereka yang seumuran dan sudah menyaksikan wajah-wajah lugu teman-temannya Sheila ini bersandingan dengan bintang-bintang sinetron dalam videoklip “Kita” lebih dari dua dekade lalu.  “Banyak yang bilang maaf jarang nonton. Takut venue-nya, udah punya anak, udah tua. Ya di konser kemarin mereka bikin bisa nonton lagi. Nggak hanya buat mereka tapi bisa ajak anak mereka yang sudah gede,” kata Duta.

Salah satunya adalah Ade Kumalasari, ibu dua anak yang saat ini tinggal di Jakarta. Saat konser kemarin ia datang bersama putri sulungnya yang berusia 21 tahun. “Dia hafal semua lagu-lagunya. Biasanya aku setel lagu lawas di rumah dengan speaker. Sebenarnya nggak cuma Sheila On 7, ada band-band lain, tapi mereka ini punya kisah klasiknya sendiri,” tutur Ade. Sekitar 26 tahun lalu Ade adalah Ketua OSIS periode 1996/1997 sekaligus adik kelas Duta di SMA Negeri 4 Jogjakarta. Ia pernah menjadi panitia untuk acara tutup tahun SMA yang diadakan di Balai Pamungkas. Ini adalah panggung pertama Sheila On 7 yang waktu itu masih bernama Sheilagank.

Sheila on 7 / foto: Fotokonser

“Cerita ini akhirnya jadi pembicaraan di keluarga. Putri bungsu saya sangat bangga kalau mamanya satu sekolah sama Duta. Dia ceritakan ke teman-teman sekelasnya lalu teman-temannya ini cerita ke orang tuanya,” kata Ade yang bekerja sebagai editor dan penerjemah lepas ini. Di konser kemarin, ia merasakan kembali kenangan masa putih abu-abu. “Penonton Jakarta diajak gojek kere. Joke-nya Duta itu Jogja banget. Mereka ternyata nggak berubah. Tetap japemethe,” kata Ade. Japemethe adalah bahasa slang Jogja untuk menyebut konco dewe atau teman sendiri.

Ditambah kabar kurang mengenakkan yang justru datang, membuat banyak spekulasi beredar soal masa depan band ini. Apakah akan jalan terus atau justru menjadi kisah klasik?

Cerita Ade ini merupakan salah satu daya tarik yang membuat konser pekan kemarin ini terus menjadi pembicaraan. Bermain di panggung megah dengan puluhan ribu penonton bukan yang pertama. Konsep konser tunggal juga pernah mereka lakukan sebelumnya pada tahun 2012 saat merayakan ulang tahun ke-16 di kota kelahiran.

“Konser Sheila On 7 kemarin itu akhirnya bukan cuma tentang Sheila On 7. Tapi tentang mereka yang ketemu teman lama dan ingat masa-masa dulu. Kalau soal lamanya, kami nggak keluar sih mungkin nggak sampai lima puluh persennya,” kata Duta.  Tapi kenyataannya butuh dua setengah tahun untuk melihat mereka kembali manggung untuk pertama kalinya, nyaris tiga tahun sampai bisa tampil mengumpulkan penonton dari berbagai generasi seperti konser di Sabtu malam lalu, dan selama itu hanya tampil dua kali di Instagram Live masih menjadi pertanyaan. Ditambah kabar kurang mengenakkan yang justru datang, membuat banyak spekulasi beredar soal masa depan band ini. Apakah akan jalan terus atau justru menjadi kisah klasik?

Ada pertimbangan mengapa mereka, bahkan enggan untuk sekadar tampil di konser online, sebagaimana yang banyak dilakukan musisi di periode awal pandemi. Produksi konser dalam skala kecil sekalipun dinilai tetap berisiko. “Nggak sesimpel itu cari uang di saat pandemi. Mungkin kita karena artis bisa saja dites tiap hari, tapi kan tidak semuanya bisa seperti aku. Iya kalau orangnya selamat, kalau sampai meninggal gara-gara acaraku?” papar Duta. Diakui Duta, jadwal manggung yang hampir tak pernah ada liburnya sebelum pandemi memberi tabungan yang cukup. “Memang berat karena sumber pendapatan kan dari manggung. Tapi Alhamdulillah ada gunanya urip sak madyo (hidup sewajarnya, -red), dikasih rejeki masih bisa nabung. Kita juga masih bisa kasih kru buat bekal kehidupan baru mereka,” ujar Duta.

Diakui Duta jadwal manggung yang hampir tak pernah ada liburnya sebelum pandemi memberi tabungan yang cukup. “Memang berat karena sumber pendapatan kan dari manggung. Tapi Alhamdulillah ada gunanya urip sak madyo (hidup sewajarnya, -red)

Tetap saja kalau situasi tadi bakal berkepanjangan, jadi kekhawatiran. “Ya enam bulan mungkin bisa, tapi kalau sudah setahun lebih wah gila juga masih kuat apa enggak. Tapi kan sama Gusti Allah tetap dikasih jalan bertahan,” terang Duta sambil tertawa getir. Tapi redupnya panggung konser selama masa pembatasan fisik ternyata tidak membuat mereka merasa benar-benar kehilangan pendapatan. Ada bentuk rezeki lain yang didapat dari cara-cara tak terduga. Salah satunya cerita-cerita positif pengalaman orang-orang yang pernah bersinggungan dengan mereka. Cerita yang kemudian menjadi perbincangan di linimasa dan diamplifikasi media. “Kami ini nggak ngapa-ngapain lho. Cuma tengak tenguk (bengong, -red), gitaran di rumah sama Adam, sama Eross juga kalau dia mulai judeg (pusing , -pen). Kok yang diomongi yang baik-baik terus. Itu kan rezeki dari Gusti Allah.”

Banyak yang berharap konser kemarin akan menandai kembali riuhnya akhir pekan dengan panggung-panggung Sheila On 7. Tapi, rupanya mereka belum mau buru-buru buat tancap gas. “Belum ada rencana apa-apa masih sama kayak kemarin. Manggung tapi frekuensi masih stel kendo, santai. Paling sebulan maksimal tiga atau empat kali,” kata Eross.

Duta mengakui, saat ini mereka masih dalam tahap membangun chemistry dengan para musisi pendukung dan kru yang sebagian besar baru. Sejauh ini penampilan live Sheila On 7 didukung oleh Bounty Ramdan (drum), Vicky Unggul (keyboard), dan Elang Nuraga (gitar). Nama terakhir adalah “anak didik” Eross yang membentuk duo The Finest Tree bersama adiknya, Cakka Nuraga. Hari Sabtu lalu mereka juga mengajak saxophonist Ayom Satria yang pernah turut dalam beberapa kali penampilan di pentas sebelum pandemi.

Tapi rupanya mereka belum mau buru-buru buat tancap gas. “Belum ada rencana apa-apa masih sama kayak kemarin. Manggung tapi frekuensi masih stel kendo, santai. Paling sebulan maksimal tiga atau empat kali,” kata Eross.

Pertanyaan lain adalah materi baru. Praktis sejak “Film Favorit” dirilis 2018 lalu belum ada lagi single terbaru keluar dari Lahaneross, studio pribadi milik Eross tempat semua materi Sheila On 7 digarap sejak era album Pejantan tangguh (2004). “Materi sudah banyak tapi belum ada pembicaraan kapan waktunya,” ujar Eross. Duta mengakui perkara materi baru ini jadi utang. “Kami ini kebanyakan janji seperti bikin single dari kapan.”

Kalau perkara single baru semata hanya buat penyegaran setlist di panggung, boleh jadi mereka sebetulnya tidak perlu risau-risau amat. Dengan bekal lebih kurang 80 single, bukan perkara sulit untuk melakukan modifikasi setlist. Sebagai gambaran, dari kriteria single dengan video klip yang menjadi setlist konser Sabtu lalu itu pun masih banyak yang tidak terakomodasi. Seperti “Perhatikan, Rani!”, “Radio”, “Mudah Saja”, juga “Bertahan Disana” yang tidak ada di layanan music streaming. “Kita punya total 80 lagu. Bisa kita pilih yang jarang atau belum pernah dibawain live. Kita main aransemen atau obrak-abrik stok lagu,” kata Eross.

Praktis sejak “Film Favorit” dirilis 2018 lalu belum ada lagi single terbaru keluar dari Lahaneross, studio pribadi milik Eross tempat semua materi Sheila On 7 digarap sejak era album Pejantan tangguh (2004). “Materi sudah banyak tapi belum ada pembicaraan kapan waktunya,” ujar Eross

Toh, tabungan lagu-lagu lawas memang jadi aset yang menjanjikan. Katie Allen dalam artikel Back Catalogues Spin A New Generation of Profits for Record Labels, yang dimuat di The Guardian 14 tahun silam sudah memprediksi katalog lama (back catalogue) ini bisa memberikan musisi pencapaian yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.  Tur Not In This Lifetime kepunyaan Guns ‘N Roses mampu membukukan pendapatan kotor lebih dari 500 juta dolar buat Axl Rose dan kawan-kawan, hanya dengan modal hit-hit nostalgia tanpa harus pusing memikirkan materi album baru.

Hal yang menarik juga perubahan konsumsi musik yang akhirnya menjadikan katalog lawas bak tambang emas. Lagu kini menjadi data yang dapat dieksplorasi serta dioptimalkan menjadi beragam konten, sebagaimana yang dijelaskan Jeremy Wade Morris dalam Music Platforms and the Optimization of Culture (2020). Salah satunya lagu “Sesaat Kau Hadir” dari mendiang Utha Likumahuwa. Pertama kali muncul tahun 1987, lagu ini 25 tahun kemudian masuk jajaran top chart di Spotify, menjadi popular track di Tiktok, dan diproduksi ulang dalam bentuk Extended Play Utha Likumahuwa – Sesaat Kau Hadir Remixes.

Tengok juga NOAH yang memoles kembali album dan single-single pencetak hits mereka. Tidak hanya mengaransemen ulang, mereka juga memproduksi kembali videoklip dengan pendekatan baru. Salah satunya  “Yang Terdalam”, yang kemudian memicu video-video parodi yang bertebaran di beragam platform media sosial.

Apakah Sheila On 7 akan melakukan hal yang serupa juga? Jawabannya sederhana, “Sing ono dilakoni sik wae (yang sudah ada dijalani saja dulu, -pen),” tutup Duta. Mungkin kita masih perlu berlapang dada, tapi tidak akan pernah berhenti berharap.

 


 

 

Penulis
Fakhri Zakaria
Penulis lepas. Baru saja menulis dan merilis buku berjudul LOKANANTA, tentang kiprah label dan studio rekaman legendaris milik pemerintah Republik Indonesia dalam lima tahun terakhir. Sehari-hari mengisi waktu luang dengan menjadi pegawai negeri sipil dan mengumpulkan serta menulis album-album musik pop Indonesia di blognya http://masjaki.com/
2 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Sashy
Sashy
1 year ago

Sheila on 7 akan selalu ditunggu dan pantas ditunggu bagi mereka yang mencintai karyanya bukan sensasinya. Jika memperhatikan perjalanan mereka dari awal maka ada satu hal yang tidak pernah berubah dan menurut saya pribadi itu adalah kekuatan yang menjadikan Sheila on 7 bisa melewati puluhan tahun bahkan memiliki penggemar yang bisa dibilang lintas generasi. “Kesederhanaan” dan “Hidup yang sewajarnya” tidak pernah muluk-muluk dan memaksakan diri. Jika mereka belum menghasilkan karya baru mungkin memang belum menemukan saat yang tepat, jangan lupa usia pun tak bisa dibohongi mereka tak lagi semuda dulu saat pertama kali menggebrak dunia musik tanah air. Masih melihat Sheila on 7 tiga kali sebulan di atas panggung mungkin adalah hal yang patut disyukuri mengingat tak banyak band angkatan mereka yang masih bertahan dengan eksistensi yang sama bahkan setengahnya. Kita doakan saja Bandnya Eross, Duta & Adam ini selalu sehat dan akan datang waktu yang tepat untuk mengobati kerinduan Sheilagank akan karya-karya terbarunya.

Ryan Perdana
Ryan Perdana
1 year ago

Mas Fakhri, tulung dioyak-oyak terus Mas Mas So7 untuk segera bikin lagu lagi. Saya sudah nonton konser mereka 3 kali, dan sudah berjanji akan nonton lagi kalau ada album atau single baru.

Satu lagi, mohon agar potensi merchandise bisa dioptimalkan dan website-nya agar di-update. Mosok isinya masih tentang rilis “Film Favorit”.

Soal merchandise, sebenarnya sangat bisa dioptimalkan dengan aktifkan promosi di media sosial. Karena eman-eman. Bisa kita cek Noah, yang terlihat sangat seriusi merchandise-nya.

Soal media sosial So7, itu mbok ya dihidupkan lagi, digiatkan lagi, ditunjuk admin. Mosok cuma aktif bikin ucapan pas hari besar. Biar ada interaksi yang baik dengan fans. Eman-eman je cah. Aku ki sayange ora umum karo Sheila on 7..

Eksplor konten lain Pophariini

5 Alasan Superman Is Dead Enggak Bubar

Pophariini berkesempatan untuk meliput Festival 76 Indonesia Adalah Kita Solo di De Tjolomadoe, Karanganyar pada Sabtu (26/10). Acara ini dimeriahkan beberapa band punk-rock tanah air, salah satunya Superman Is Dead (SID). Kami berkesempatan menemui …

5 Kolaborasi yang Wajib Disimak di Jazz Goes to Campus 2024

Jazz Goes to Campus akan digelar hari Minggu (17/11) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Tahun 2024 merupakan pergelaran ke-47 festival tahunan ini.     View this post on Instagram   A post …