Sepuluh Tahun Lalu, Setengah Lima Sore
Suatu hari di tahun 2015 saya ditanya oleh seseorang,
“Mas, apa sih konser yang paling berkesan buat mas?”
“Berkesan bagaimana?” saya balik tanya.
“Ya pokoknya yang berkesan, boleh dibilang bikin orgasme lah,” katanya.
“Ya semua konser sih berkesan, bikin orgasme,” kata saya.
Saat saya menulis ini, teringatlah lagi pembicaraan itu. Saya mungkin belum bisa jawab apapun saat itu. Tapi kalau sekarang saya bisa menulis bahwa lima dari konser terbaik, berkesan dan membuat saya orgasme adalah konser Morrissey di Tennis Indoor, Senayan, 10 Mei 2012, Reuni The Stone Roses di Singapore Indoor Stadium, 22 Juli 2012, Kula Shaker di Lapangan ABC, Jakarta, 6 Agustus 2010, Santa Monica di Festival Melody of Life, Bangkok, 2008
Dan ya, yang kelima, launching album Sore – Ports of Lima di PPHUI, Kuningan Jakarta, 24 April 2008.
Saya tahu persis, saya duduk lumayan agak ke tengah atas saat konser. Jadi saya bisa begitu jelas melihat panorama panggung, cahaya, serta visual yang dimainkan.
Saya ingat sebelum Sore sepertinya belum pernah ada band, yang mungkin disebut independen saat itu yang membuat konser tunggal launching seperti Sore. Plus, ini adalah konser launching album Sore paling megah yang pernah saya tonton, setelah itu tak ada launching album dari mereka sampai semegah ini, atau bahkan tak ada sama sekali?
Namun yang jelas keputusan Aksara, label Sore waktu itu, untuk mengontrak Sore untuk album ini, dan membuatkan launching untuk mereka, adalah seratus persen keputusan tepat.
Saya ingat tiap komposisi yang dimainkan di lagu ini nyaris tanpa cela. Ada sih satu dua keselip di sana sini, tapi ia itu bagian dari tampilan live, beberapa kesalahan nyaris tak nampak karena bisa ditutupi.
Setiap lagu ditampilkan secara elegan, Bogor Biru, Setengah Lima, dll. Energi mereka masih full tank saat itu. Mondo, Echa, Ade, Awan, Bemby, seratus persen full tank.
Liukan-liukan pinggang Echa, tarikan bas Awan, Mondo yang kalem, Bemby bak Lars Urlich bermain Beatles serta begitu penuh penghayatannya Ade dalam setiap hembusan vokalnya, saya ingat benar pemandangan itu.
Saat itu, Sore tak pernah salah. Tunggu, tunggu, Sore dan Ports of Lima tak pernah salah. Sampul albumnya, kemasan musiknya, susunan track, label, scene musiknya, semua tak ada yang salah.
Sampai ketika mereka harus konflik satu sama lain dan berujung keluarnya Dono, Ade dan Mondo, rasanya bak petir di siang bolong. Ini pasti ada yang salah. Tapi ya, namanya juga dinamika. Ya, dinikmati saja.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …