Temarram – Montase
Kalau sebuah nama benar merupakan sebuah doa, maka nama Temarram dengan EP debutnya, Montase merupakan sebuah perwujudan dari doa tersebut.
Suram, gelap dan terasa remang-remang, tiga kata tersebut bisa merangkum apa yang saya rasakan setelah menyimak Montase secara keseluruhan, selaras dengan apa yang disampaikan di KBBI mengenai arti ‘temaram’.
Sebelum berlanjut, mari berkenalan sejenak dengan Temarram, trio darkwave/coldwave/post-punk asal Jakarta ini.
Dihuni oleh Regga Prakarso (gitar, synth, vokal), Sherina Redjo (vokal, synth) dan M. A Tanthowi (bas), Temarram resmi merilis Montase di bulan Maret silam, melengkapi kepingannya setelah di tahun 2021 mereka sempat memperdengarkan terlebih dahulu beberapa nomor. Tiga kepala tersebut juga turut digawangi oleh Pandu Fuzztoni (The Adams, Morfem, Zzuf) yang mereka dapuk sebagai produser.
Sekarang, mari kembali ke ‘suram’, ‘gelap’ dan ‘remang-remang’ yang sudah saya sebutkan di awal.
Tidak ada kegembiraan yang ditawarkan oleh Montase di enam nomor di dalamnya. Enam nomor yang masing-masing membawa cerita kegelapan dan keterpurukannya tersendiri, mulai dari rasa putus asa, kehilangan, duka hingga luka.
“Kami ingin merangkum dan merayakan keluh kesah akan kegelapan dalam hidup yang dialami setiap orang”, tulis Temarram dalam rilisan persnya, sebagaimana yang akhirnya mereka buktikan tuntas dalam enam nomor tersebut.
Montase dibuka dengan satu nomor berjudul sama dengan sang EP, satu nomor yang setelah durasi berjalan lebih dari satu menit baru memunculkan suara vokal Sherina, menyusul iringan instrumen serta permainan ambience yang membangun mood dari Montase ke depannya.
Nomor tersebut, “Montase”, dibawa Temarram dengan cerita mengenai sosok manusia yang datang dan pergi beserta kenangannya.
“Yang hilang, pergi tanpa pesan / Yang datang, menyisihkan peran”, nyanyi Sherina bersama Regga yang suaranya sayup-sayup terdengar di belakang.
Jika bicara tentang kehilangan, Temarram menceritakannya di nomor kedua, “Hilang” yang kali ini kental terdengar bebunyian drum mesin yang dipadukan dengan instrumen elektronik lainnya.
Sedikit kejutan dihadirkan oleh mereka melalui nomor ketiga, “Redum” yang wujudnya merupakan sebuah nomor instrumental. Kembali, permainan ambience menjadi sajian utamanya, bersama dentuman-dentuman penggedor gendang telinga yang berdurasi singkat (satu menit lebih sedikit), pun juga seperti bayangan suasana akan bar/pub gothic di sudut kota Grangemouth, kota asal idola mereka, Cocteau Twins di malam yang dingin setelah turun hujan satu hari penuh.
Nomor keempat, “Kidung di Hari Berkabung” adalah nomor dengan tempo paling cepat di Montase. Tempo dari drum mesin dibawa mentok oleh mereka, yang rasanya seperti puncak dari adrenaline di dada yang sesak, mengarah kepada keputusasaan dari seseorang dengan hidupnya.
Sementara intro dari “Pilu” sejenak sempat terdengar sangat pop, meski tidak lama setelahnya mereka kembali ke benang merah sang pakem. Nomor ini memuat sahut-sahutan vokal antara Regga yang dominan dan Sherina yang mengiringinya, diakhiri dengan untaian spoken words yang terucap dengan singkat.
Temarram menutup Montase dengan “Dua Empat”, sebuah rangkuman akan kebosanan atas rutinitas harian, yang juga kembali memuat harmonisasi vokal antar dua personel.
Satu yang patut diapresiasi lebih lanjut, bagaimana Temarram bisa dengan fasihnya membalut musik depresif mereka dengan rangkaian lirik berbahasa Indonesia yang sebenarnya terbilang sulit untuk diterapkan di pakem musik seperti ini. Jauh dari kata pretentious, bahkan bisa dibilang, filosofis dan tentu, sebuah keputusan berani yang mereka ambil dalam sebuah EP debut.
Semoga ada cerita lain dari Temarram dalam waktu-waktu mendatang.
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Wawancara Eksklusif Ecang Live Production Indonesia: Panggung Musik Indonesia Harus Mulai Mengedepankan Safety
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Pophariini masih banyak menghadiri dan meliput berbagai festival musik di sepanjang tahun ini. Dari sekian banyak pergelaran yang kami datangi, ada satu kesamaan yang disadari yaitu kehadiran Live Production Indonesia. Live …
Daftar Label Musik Independen dari Berbagai Kota di Indonesia 2024
Berbicara tentang label musik tentu bukan hal yang asing lagi bagi siapa pun yang berkecimpung di industri ini. Mengingat kembali band-band yang lekat dengan label raksasa sebagai naungan, sebut saja Dewa 19 saat awal …