The Lantis – Pancarona

May 13, 2024

Setelah single “Lampu Merah” viral, The Lantis merilis Pancarona, album kedua mereka yang berpotensi mengisi kekosongan genre pop-retro dalam musik niaga pop Indonesia.

Sebelumnya The Lantis merilis album perdananya Pilot di 2021. Di tahun 2023 salah satu single nya “Lampu Merah” menjadi viral di media sosial TikTok. Lalu Warner Music Indonesia menarik band ini masuk ke dalam labelnya dan merilis album penuh kedua ini. Lantas apakah The Lantis bisa melawan kutukan  artis viral hit (alias one hit wonder) dalam album keduanya ini?

Album Pancarona berisi 12 lagu, sebagian besar lagu berbahasa Indonesia, sisanya berbahasa Inggris, dan banyak membicarakan tema-tema keseharian dalam balutan musik yang dominan bernuasa retro. KBBI sendiri menjabarkan ‘pancarona’ memiliki arti bermacam-macam warna, atau pancawarna. Itu pula yang cukup terasa di album ini. Campuran musik pop retro seperti yang diusung Naif, juga pop/rock indie seperti Two Door Cinema Club.

Musik pop retro yang diusung jadi hal yang menarik perhatian saya. Pengaruh Naif jelas terasa. Sound vintage, cara memainkan instrumen, notasi dan pecah suaranya. Adalah lagu yang sekaligus jadi judul album, “Pancarona” yang mengingatkan ketika Naif mengambil intisari dari era paling psikedelik The Beatles ke dalam lagu “Gula-Gula” dalam album keempat Naif, Retropolis. 

Nuansa pop retro ini juga faktor terkuat yang membuat The Lantis bisa menjadi pengusung pop retro yang sedang kosong terutama bila bicara di area pop niaga. Namun bila bicara pop retro di arus samping (skena independen) kehadiran Lantis menurut saya kurang menarik. Karena masih punya nama-nama seperti Indiesche Party, Sisitipsi bahkan Nonaria sekaligus, yang bila bicara estetika, musik mereka jelas  terdepan

Musik pop retro niaga The Lantis terasa tanggung. Meski separuh materi dalam Pancarona ini kuat, sayangnya sisanya rata-rata.

Beberapa lagu mengunci perhatian saya seperti, “Mantra” yang bernuansa surf dengan gitar reverb basah, “Pancarona”, yang psikedelik, lengkap dengan solo gitar dengan efek gitar yang di reverse. Sementara yang lainnya butuh waktu untuk bisa akrab di telinga ini karena kesederhanaan lagunya. Seperti, “Jakarta”, “Merah Hijau”, “Belahan Jiwa”, “Lampu Merah” dan “Gloria”. Sisanya adalah lagu pop dengan sentuhan rock 60an/90an yang meski digarap dengan sangat baik, tidak se catchy lagu lainnya. 

Tentu hal itu tidak salah jika mereka bermain di kolam pop niaga. Di situ peluang The Lantis sangat besar. Mengingat sudah lama tidak ada pemain pop retro. Terlebih jika mereka ingin membuktikan bahwa mereka bukan sekedar one hit wonder, atau bahasa sekarangnya, “viral hit” belaka di media sosial. 

Akhir kata, jika mengingkan musik pop retro yang ringan, minim kejutan, terobosan musikalitas dan estetika, album Pancarona milik The Lantis ini sangat direkomendasi. Namun bila berharap lebih dari itu, bisa jadi kecewa.



Penulis
Anto Arief
Suka membaca tentang musik dan subkultur anak muda. Pernah bermain gitar untuk Tulus nyaris sewindu, pernah juga bernyanyi/bermain gitar untuk 70sOC.
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

5 Band Indonesia Favorit Eva Celia

Dalam perhelatan Prambanan Jazz, tepatnya di hari kedua, Sabtu (06/07) kami menemui Eva Celia di balik panggung. Di kesempatan tersebut, kami menanyakan soal band lokal favorit sang solois yang baru saja tampil bersama sang …

Petualangan Imajinatif The Superego Lewat Single Vespa Tua

Band indie rock asal Lampung yang bermusik dengan nama The Superego resmi hadirkan karya anyar berupa single dengan tajuk “Vespa Tua” hari Jumat (19/07). Lagu ini mengambil inspirasi dari perjalanan Fuad sang vokalis saat …