Tulus – Manusia

Mar 16, 2022

Tak lebih dari tiga sampai lima lagu yang saya simak dari dua album Tulus sebelumnya. Jika mundur ke album penuh perdana self-titled, saya hanya memilih dua lagu. “Sewindu” dan “Teman Hidup”. Delapan tahun berselang dari Gajah dan enam tahun dari album terakhirnya, Monokrom. Album Manusia berhasil memikat saya untuk merekomendasikannya ke pembaca. 

Saya memperkirakan pembuatan album ini hasil dari proses jalan pelan-pelan karena jeda dari album terakhir yang lama. Album keluar di waktu yang tepat, di mana orang-orang semakin terlihat menginginkan atau butuh diwakili perasaan-perasaannya lewat musik. Bahkan, mereka yang sedang tidak memiliki persoalan yang sama bisa ikut terbawa euforianya. 

Sesuai judulnya, album memiliki penyampaian cerita yang manusiawi dimulai dari “Tujuh Belas”, angka wajib seorang Warga Negara Indonesia memiliki Kartu Tanda Penduduk atau usia yang selama ini dianggap spesial bagi remaja. Saat pertama kali mendengarkannya biasa saja. Begitu masuk ke dalam album, saya merasa lagu ini memang cocok menjadi pembuka. Sebuah nostalgia yang abadi berasal dari masa remaja.

 

Saya langsung dibuat tunduk nomor kedua “Kelana”. Keterlibatan Petra Sihombing di lagu ini mungkin salah satu faktornya. Di mana saya begitu menyukai “Labirin” yang menjadi kolaborasi perdana antara Tulus dan Petra empat tahun yang lalu. Perayaan sebagai anak remaja di nomor sebelumnya, diteruskan ke peran dewasa. Sosok yang tadinya cuma memusingkan Matematika masuk ke fase yang berbeda sebagai petarung. Seperti yang tertulis di liriknya, “Kita ke mana? Mau ke mana? Hendak mencari apa? Menumpuk uang untuk apa?” menjadi renungan. Kalau harta tidak bisa dibawa mati, manusia yang lelah mencari bisa mulai mempertimbangkan bekal akhiratnya.

Setelah merayakan dan mempertanyakan hidup, Tulus menceritakan tentang segala kemungkinan atau kesempatan kedua di lagu “Remedi”. Seseorang yang mendapatkan umur panjang itu masih bisa melakukan perbaikan diri. Trompet yang membuka lagu ini menegangkan, hidup memang mengejutkan. Ketegangan itu diambil alih genjrang-genjreng ukulele yang membuatnya jadi terdengar imbang untuk semua hal yang serba sementara.

Alasan lain saya merekomendasikan Manusia jatuh pada nomor “Interaksi”. Saya yang cukup payah menaksir seseorang, berubah menjadi santai menikmati per liriknya. Bunyi jentikan jemari berhasil memperindah lagu ini. Lagu tentang seseorang yang tetap memiliki harapan. Kendatipun tidak ada lagi yang dapat diandalkan karena rasa khawatir berlebihan selalu bisa terjadi.

 

Lagu berikutnya “Ingkar” yang sudah diperdengarkan sejak tahun lalu. Tadinya, tidak terlalu berkesan buat saya. Tapi, begitu masuk ke album terdengar istimewa. Membayangkan Tulus dengan posisi berdiri tegap seperti namanya bernyanyi lagu ini di atas permasalahan hatinya dan hati orang lain. Setiap lirik yang diceritakan olehnya. Bersama lagu ini, kita tau semua tentang berbohong pasti menyiksa.

Ketika bosan dengan istilah jatuh cinta. Lagu “Jatuh Suka” menjadi pengganti baru. Lagu ini berbau pembelaan dengan mengatakan, bukan salahmu. Seperti bom waktu yang tak pernah diketahui kapan meledaknya. Saat membela seseorang yang kita suka itu tampak konyol sampai harus meminta maaf lebih dulu tetap mungkin terjadi.

Sesuatu yang serius tertuang di lagu “Nala”. Intro lagu ini mengingatkan saya tentang sesuatu yang jauh dan mencengkam. Sesuatu yang dekat pula untuk diraih walau hanya dalam bayangan saja. Siapa Nala? Iramanya sedih berantakan. Anggap saja bisa menjadi kontemplasi bagi semua orang.

Cerita Tulus berlanjut di “Hati-Hati di Jalan”, lagu yang sedang naik daun di berbagai ruang digital. Nuansa lagu ini mesra seperti orang lama yang berpengalaman menerobos jalur buntu perasaan. Peribahasa “Jodoh seseorang bisa saja berasal dari tempat yang jauh, tetapi bertemu juga” yang diselipkan di lagu ini cukup meyakinkan, namun tidak selalu berlaku untuk kisah yang sebenarnya.

Menuju satu terakhir, ada lagu yang menamakan “Diri”. Lagu ini tulus sekali. Saya mencoba mendengarkannya sambil duduk di depan kaca. Seakan berat memaafkan diri yang lalu. Kesalahan-kesalahan yang besar menimbulkan dampak buruk kini. Sebut saja ini lagu self-love yang manis dari Tulus

Terakhir dari album ini berjudul “Satu Kali”. Apa arti kehidupan tanpa bersyukur? Bagaimana caranya? Semua yang tidak dapat diulang artinya satu kali. Hidup yang dijalani sekali ini saja sebagai kecil, muda, dan tua diharapkan tak pernah merasa sia-sia. Lagu ini penutup yang sempurna untuk tidak pernah menyerah dan menyesal. 

Selama 37 menit lebih, saya menyimak Tulus bercerita tentang pengalaman hidup yang umum dialami siapa saja. Tulus yang sepertinya tidak ingin mengeksplorasi aransemen musik terlalu jauh bukan masalah. Toh ada nama-nama lain yang cukup melengkapi albumnya. Meskipun masih Ari Renaldi sebagai zona nyamannya.

Album Manusia yang masih sangat Tulus ini jelas tak mengubah sedikit pun kecintaan pendengar terhadap dirinya. Patut diacungi jempol karena ia konsisten menggunakan bahasa untuk semua judul lagu dan albumnya sampai hari ini. 

Terakhir mengenai sampul album yang berbeda, Tulus sudah tidak lagi memusingkan pose. Wajahnya berlumur biru, warna yang diartikan kepercayaan dan kesetiaan. Kemudian warna putih yang dipilih sebagai dasarnya menjadi representasi album secara keseluruhan, bahwa segala rasa yang diungkapkan Tulus masih menarik untuk dilanjutkan.


 

Penulis
Pohan
Suka kamu, ngopi, motret, ngetik, dan hari semakin tua bagi jiwa yang sepi.
1 Comment
Inline Feedbacks
View all comments
Andiska
Andiska
2 years ago

best review ever!!

Eksplor konten lain Pophariini

Navicula dan Endah N Rhesa bersama NATURE Merilis Segara Gunung

Navicula, Endah N Rhesa, dan NATURE merilis lagu berjudul “Segara Gunung” hari Kamis (18/04) dalam rangka menyambut Hari Bumi yang diperingati setiap tanggal 22 April.   Lagu “Segara Gunung” memasukkan elemen suara-suara alam khas …

Karma Baik 20 Tahun Epic Symphony, Album Debut Homogenic

Mendengarkan kembali Epic Symphony album perdana Homogenic ternyata masih terasa relevan dan masih segar seperti saat pertama mendengarkannya