Wawancara Eksklusif Good Morning Everyone: Tur bareng Sheila On 7 adalah Mimpi yang Terwujud

Oct 16, 2024

Good Morning Everyone dibentuk Yuli pada tahun 2008. Formasi saat itu hanya berisi 4 personel termasuk dirinya. Setelah ia lulus Sekolah Menengah Atas (SMA), GME berubah menjadi berlima dan sempat dihuni 6 personel. 

“Sempat vakum tahun 2009-2010. Terus lanjut lagi awal 2011 masih dengan konsep musik yang sama, pop punk. Sebenarnya formasi yang sekarang satu tongkrongan, satu circle. Kenal sama Daniel juga dulu gara-gara adiknya temanku,” kenang pria berkacamata ini. 

Berkali-kali mengalami pergantian personel tak membuat Yuli tinggalkan musik. Sekarang ia memiliki rekan-rekan yang solid yaitu Daniel (gitar) dan Erwin (keyboardist) yang gabung di band tahun 2012, Sani (vokal) 2013, dan terakhir Dhani atau akrab disapa Kunyi (bas) 2018. Tidak ada pemain drum tetap, namun GME di setiap pemanggungan dibantu Wisnhu Lazuardy atau akrab disapa Inu.

“Jadi drumer ada masuk barengan sama aku, Gilang (2013) sampai 2018. Drumer keluar, Dhani masuk. Setahun lepas dari GME, dia gabung ke Kotak. Nah Inu itu sebenarnya drumer GME era 2010,” cerita Sani.

Selama bermusik, GME sudah menghasilkan album penuh Self Titled (2014), album mini berjudul Lusi (2021), dan sejumlah single lepasan. Usai mengeluarkan single baru “Inilah Aku” pertengahan Juli 2024, mereka diumumkan untuk menjadi band Bising Kota Pophariini yang membuka konser Sheila On 7 Tunggu Aku Di semua kota persembahan Antara Suara dan GOLDLive Indonesia.

Di Samarinda, saya tak bertegur sapa dengan GME. Padahal tenda sarnafil band Bising Kota Murphy Radio (MR) bersebelahan sama mereka. Situasi ini tak mengherankan karena begitu rombongan kami datang, GME sedang melakukan cek sound. Saat MR cek sound, GME sudah kembali ke penginapan untuk beristirahat mengingat jeda antara cek sound dan jumpa pers cukup lama sekitar 2-3 jam.

 

Kunyi, Daniel, dan Sani GME dalam jumpa pers SOT TAD Samarinda/ Dok. Michael Geraldo

 

Saya belum pernah menekan tombol play salah satu lagu mereka di layanan streaming musik atau menonton aksi panggung GME. Panggung SO7 di Samarinda menjadi kali pertama untuk menyaksikan langsung band ini. Komentar cepat saya, lagu-lagu yang dibawakan GME saat itu, nada dan liriknya mudah diingat.

Tiba di Makassar, saya menemui GME namun hanya sebentar. Siang itu Sani Cs tengah melakukan cek sound. Saya menghampiri ke panggung untuk mewawancarai satu per satu anggota dalam bentuk video rekaman tentang seberapa tegang mereka berbagi panggung dengan SO7 di kota kedua ini. 

 

GME tengah melakukan cek sound di panggung SO7 TAD Makassar / Dok. Ryan Herianto

 

Meskipun berada di penginapan yang sama di Makassar, saya tak kunjung bertemu GME dengan formasi yang lengkap. Sepertinya memang butuh proses dan ternyata Pekanbaru kotanya. Saya berbincang dengan Sani di trotoar pejalan kaki stadion yang berada percis depan tenda sarnafil GME dan Harubisu. Perbincangan basa-basi ini hanya untuk memastikan, dia bersama teman-teman GME dan saya segera bisa sama-sama punya waktu luang. 

 

Suasana hangat di depan tenda GME dan Harubisu SO7 TAD Pekanbaru / Dok. Sigit Sudarmanto

 

Harapan mewawancarai GME panjang lebar akhirnya terwujud di kota keempat, Medan. Saya bersama Diego LO Circle Path dan Surya fotografer Bising Kota mengunjungi tempat GME menginap hari Jumat, 13 September 2024. Bukan hotel, melainkan rumah berisi 3 kamar yang dinamakan Tropical House di Medan Selayang, Kota Medan. Ruang tamu rumah ini menjadi saksi perbincangan saya dengan para personel GME plus drumer mereka, Inu sambil ditemani tuak nira yang dibeli Diego melalui aplikasi online dari Lapo Tuak Camp David.

 

GME dan kru foto bersama di Tropical House, Medan / Dok. Surya Immanuel

 

Selama menjalani tur bersama SO7, rombongan GME selalu berjumlah 13 orang yang terdiri dari 5 orang personel, 1 additional player, 4 kru, sound engineer, fotografer, dan orang visual. Khusus kunjungan di Bandung, rombongan mereka bertambah menjadi 15 orang termasuk videografer dan orang lighting, yang kata Sani ini formasi yang sepatutnya tiap mereka tur. 

Sani juga menceritakan kisah yang menarik sebelum menjalani tur bersama SO7. Ia sempat melakukan les vokal sama Resya Yusadena, musisi yang tergabung dalam grup musik bernama Rockstar, band reguler sebuah kafe di kota asal mereka Semarang. 

“Aku kan gak tau selama ini basic-nya, teorinya, harus kayak gini, kayak gitu, dari rongga. Oh iya ya, ternyata gini,” ungkap Sani mengenai teknik apa yang dipelajarinya selama mengikuti les. 

Gaya bermusik GME selalu disamakan dengan pendahulu mereka, SO7. Erwin sendiri mengaku memang sudah terpapar band seperti SO7, Padi, dan Dewa 19 sejak SD. Ia mengungkapkan sampai ada pendengar GME yang berpendapat lagu mereka berjudul “Tunggu Aku” itu SO7 banget.

 

GME di balik panggung SO7 TAD Medan / Dok. Surya Immanuel

 

Tur bersama SO7 ini tak hanya mempertemukan GME dengan pendengar yang baru, namun pengikut akun media sosial band dan para personel juga bertambah. Lebih lanjut Pophariini mengajukan beberapa pertanyaan kepada para personel tentang kisah menjalani tur hingga proses menjadi pembuka konser SO7. Simak langsung di bawah ini. 

 

Bagaimana kesan menjalani tur bareng SO7?

Yuli: Sebenernya sama aja sih. Kayak yang lebih sering dititipin. Dititipin kayak, “Mas, mintain greeting dong. Mas, mintain tanda tangan dong’. Mumpung ketemu sama SO7. Ya, pasti oleh-oleh. 

Sani: Pressure kalau aku pertamanya. Soalnya anak-anak berlima serius banget pas tau jadi pembuka. Kalau secara setlist dan lain-lain kan diubah semua. Gak seperti yang biasanya kami manggung. Ada konsepnya, ada kata-katanya yang harus diomongin apa. Speech-nya harus dihafalin lagi. Hari pertama tuh pressure banget sampai gak bisa tidur. Tiba-tiba pas tidur, kebangun udah keringetan gitu. Serius ini. 

Ini gara-gara yang lain pada serius semua. Ini tuh yang nonton banyak, bisa sampai 30.000 lebih. Itu kan udah pasti kalau ada salah dikit aja yang notice banyak. Apa nih kurangnya. Lebih ke diri sendiri sebenarnya yang bikin pressure. Kalau yang lain mah kan memang penginnya mainnya smooth. Cuma di titik pertama tuh, kami kan main 30 menit. Kami ngepas-ngepasin enam lagu waktu itu, yang harusnya lima lagu. Tapi enam lagu tuh dipepet-pepetin. Pas lagi rehearsal sih 29 menit. Aman nih 29 menit. Pas lagu kelima, ternyata udah disuruh berhenti. Kami di tengah-tengah gak tau kan, hajar aja terus. Show D-nya udah kayak, ‘Wah, gimana sih nih?’. Udah masuk outro. Akhirnya di kota selanjutnya di-adjust lagi. Sekarang sih udah gak pressure banget.

Erwin: Ini mimpi yang terwujud karena dari, akhirnya aku kemarin langsung flashback waktu zaman SD dengerin lagunya SO7. Pulang sekolah langsung muter kasetnya terus gaya-gayaan gitarnya pakai sapu. Setelah sekian puluh tahun kok barengan satu panggung dan konser tunggal. Dan konsepnya pun kan beda di konser tunggal ini. 

Sampai tahap ini, sebenarnya kalo pengin kayak SO7 memang mimpi juga. Tapi tahap terjauh yang sudah tercapai saat ini, ya jadi opening mereka. Dari dulu juga kami pengin ya, Yul.

Yuli: Pas di Jakarta. Waktu awal kenal langsung kayaknya seru nih kalo jadi opening SO7. Pengin banget. 

 

Kru GME melakukan cek sound di panggung SO7 TAD Pekanbaru / Dok. Sigit Sudarmanto.

 

Erwin: Kemarin pertama di Samarinda. Itu groginya luar biasa sampai aku nelfon ke Mama buat minta doa. Baru kali itu. Nelfon gak bisa juga kan, akhirnya WA karena kan sinyalnya udah susah. Akhirnya minta restu, saking groginya karena kami tau info katanya 30 ribu penonton lebih. Dan itu seumur hidup juga baru sekali. Ya, itu sampe nelfon ke Mama sih. Ngabarin minta doa, supaya dilancarkan.

Dhani: Kalau kesan sih karena konser ini tuh beberapa kota sebelumnya kami belum pernah main di sana gitu. Contohnya, ini Medan, Pekanbaru, Makassar. Lebih ke penasaran aja sih. Maksudnya, kan experience-nya pasti beda-beda. Penasaran respons mereka ketika nonton kami pertama kali datang di kota itu karena sebelumnya kan banyak tuh yang komentar atau mention, datang dong bang ke Medan. Setelah kami datang terus responsnya gimana. Kebanyakan sih baru pada tau ya. Ternyata memang belum sebanyak itu yang dengerin kami di kota itu. Di antara puluhan ribu orang yang nonton SO7. Kesannya cukup baik ketika mereka nonton kami dan penasaran terus mencari jawaban dari setiap perform kami di konser SO7 ini.

Daniel: Kalau kayak teman-teman yang lain kan mimpi jadi nyata sudah pasti lah, sama kayak gitu. Cuma kemarin ini, keinget something. Ini belum aku share ke teman-teman juga. Di titik kedua, Makassar. Aku diingatkan, dari dulu sering melakukan afirmasi, law of attraction. Aku pengin apa, aku pasang di DP handphone. Biasanya kalau achieve, aku ganti. Dari zaman aku pengin efek-efek gitar yang bagus. Aku jadiin wallpaper sampai jadi kenyataan. Ternyata aku awal bulan Januari pernah pasang wallpaper foto stage di stadion gede banget. GME tahun lalu kan ngeluarin single “Pengingat”, itu lumayan naik. Gampangnya kan, kalau oh nih band gede tuh mereka bisa main di penonton yang sebanyak itu di stadion dengan ingar-bingar. Aku cari di Pinterest, foto stage beneran di stadion. Itu kan mimpi besar yang terlalu besar menurutku. Aku pasang sampai bulan 6. Terus aku sempat ganti karena disuruh ganti sama istriku. Terus tiba-tiba waktu kemarin tuh, aku liat fotonya Mas Naren yang pas GME yang dari belakang sama percis di Samarinda. Sama percis kayak wallpaper yang aku pasang di handphone secara konsep pas GME main. Di stadion dan rame banget di Samarinda itu kan. Lah ini kan, aku kan pernah masang wallpaper kayak gini manggung di stadion dengan penonton yang banyak. Itu kan kadang gak terpikirkan dengan cara seperti ini. Jadi pembuka SO7 dan beneran dapat crowd sebanyak itu. Itu menurutku achievement. Dan sekarang udah aku ganti lagi. Sekarang monthly listener. Kalau manggung penonton banyak sudah tercapai, monthly listener yang belum. Satu miliar. 

 

Kunyi GME di panggung SO7 TAD Bandung / Dok. Mahesa Ramdhani Putra

 

Berbicara soal penamaan band ini terinspirasi dari perkataan guru bahasa Inggris para personel GME di zaman sekolah. Setiap mulai mengajar, guru mereka selalu menyapa, “Good morning, everyone!” dan dijadikan nama untuk menjalani karier band ini. 

Ketika melihat jumlah pendengar bulanan GME per 16 Oktober 2014 sudah mencapai 136.910 di Spotify. Kini mereka juga sudah meraih 40,7K pengikut di Instagram dan 157K subscriber di YouTube. 

 

Apakah membuka konser SO7 sudah pencapaian tertinggi kalian?

Yuli: Ini pasti salah satu pencapaian karena SO7 memang se-legend itu, living legend. Dan memang secara personal aku sangat terinspirasi sama SO7. Jadi kayak, ini salah satu dreams come true. Dulu ngefans banget sampe akhirnya bisa kenal, bisa ngobrol sampe diajakin. Kayak wah banget rasanya. Ya semoga next bisa diajak lagi sih [tertawa].

 

Sani GME di panggung SO7 TAD Samarinda / Dok. Michael Geraldo

 

Sani: Sebelum tur ini, akhirnya les vokal. Itu juga dipaksa anak-anak yang lain, tapi memang jadi lebih baik dari sebelumnya. Di konser ini terasa. Kalau dari tur ini secara musiknya lebih berkembang. Maksudnya dari pengalaman di panggung, penonton sebanyak itu.

 

Erwin GME di panggung SO7 TAD Medan / Dok. Surya Immanuel

 

Erwin: Mungkin anak-anak udah pada tau. Aku makin banyak cari tau secara analisa data. Pendengar lagu GME itu siapa. Itu kan bisa kita liat data-datanya di Spotify. Makin mendalami itu lah. Supaya kami tau target kami tuh sebenarnya di mana. Terus di media sosial juga aku makin banyak ulik supaya kami gak percuma buang peluru. Baru-baru ini aku mulai menganalisa datanya. Akhir-akhir ini aku ikut andil. Biar cepat naik gimana karena algoritma sekarang cepat berubah. Persaingan juga semakin banyak. Belajar analisa strategi yang sudah mulai ada titik terang. Kami akan membuat proxy-proxy yang akan membantu. Dari media sosial ya, memang ada algoritma yang seperti itu sekarang.

Kami merangkul akun-akun yang memang banyak me-repost dan mention kami di media sosial. Jadi, kami merangkul mereka terus kami support. Setiap kami ada postingan apa, karena mereka kami rangkul mereka akan banyak nge-share. Kalau dibayar dipaksa, tapi ini cari organik dari postingan kami. Relasinya kami perkuat secara organik.

Dhani: Tadi teman-teman sudah cerita, di konser ini kami melakukan banyak hal buat upgrade. Jadi impact-nya gak cuma di konser ini, tapi perform kami selanjutnya. Kayak pembaruan tapi dipaksakan, mumpung ke arah yang lebih baik. Contoh simpel kayak kemarin sebelum kami berangkat titik pertama diberi informasi panggungnya nanti 40 meter, wing-nya sekian. Waduh, kabelku gak cukup. Beli alat lagi, upgrade. Benefit-nya ya gak kepake di sini doang, jadi bisa ke titik-titik yang lain. Kalau gak ada konser ini, misalnya aku gak beli wireless

Daniel: Sebagai musisi, waktu di-WhatsApp Mas Eross. Itu sebagai gitaris ya. Pencapaian yang wah gak pernah kepikir sih. Jadi waktu GME dapat 5 kota, aku WA Mas Eross, “Mas, matur suwun dikasih kesempatan”. Dia balas, “Sampe ketemu ya”. Kami yang Samarinda tidak sempat ketemu SO7. Itu besoknya Mas Eross yang WA, “Loh gimana sih. Kemarin kok gak ketemu. Besok langsung aja nyamper ke tenda, orang santai kok”. Ya udah waktu kami samperin disuruh nyobain gitarnya. Wah ini beneran gak sih. 

 

Ceritakan tentang penggarapan album baru kalian?

Yuli: Jadi dari bulan Desember 2023 sampai bulan kemarin (Agustus 2024), kami rilis sudah 4 lagu yang nantinya bakal masuk ke album. Ini sisa 6 lagu kami akan produksi. Baru nyicil 2 lagu, sedangkan kami target rilis bulan Desember. Secara materi sudah siap buat direkam. 

 

Yuli GME di panggung SO7 TAD Pekanbaru / Dok. Sigit Sudarmanto

 

Bagaimana cerita kalian saat sempat gabung ke label musik?

Sani: Dari Kunyi masuk itu, GME udah mulai serius masuk ke industri. Di 2019 ditawarin tuh Sony Music Indonesia, karena kami berlima belum pernah merasakan label gak tau label bagaimana. Nah kan, di Semarang tuh band yang pernah masuk label gapnya jauh banget. Dulu terakhir Blue Savanna tahun 90-an. Kami kan gak ada orang yang bisa di-look up label gimana sih, industri gimana sih. Makanya kami udah terjun aja. Belajar banyak juga dari label. Kayak setelah rilis, ternyata harus ada press release. Media kayak gimana. 

Yuli: Setelah rilis kami harus ngapain. Strategi promosi gimana kalau sekarang. 

 

Kenapa gak perpanjang kerja sama dengan label?

Sani: Udah cukup belajarnya.

Yuli: Kalau sekarang sih dirasa tanpa label bisa. Kami sebagai musisi secara mandiri bisa mendistribusikan, mempromosikan.

Sani: Apalagi band, berlima. Berlima kan bisa bagi tugas. Label lebih ngasih tau secara detail jobdesk. Kalau rilis itu harus sesuai timeline loh. Setelah rilis promonya kayak gini, harus gimana. 

 

Apa label kurang membantu kalian?

Sani: Sejauh ini kan kalau misalkan dari kami ya. Mungkin dana bukan suatu kebutuhan yang banget untuk saat ini. Dana bisa nabung, gak harus dari label karena ada kalau misalkan pasti kan ada apa ya, ada bisnis side-nya. Misalkan oke ada dana dari label tapi pasti kan konsekuensinya apa nih. Misalkan yang paling dirasain master lagu. Itu pertimbangan juga. 

 

SO7 sempat mengomentari karya kalian gak sih?

Yuli: Nah, jadi di tahun 2018 atau 2019. Waktu itu kan aku kenal sama salah satu tim produksinya SO7. Dia bilang, “Yul, Mas Duta lagi dengerin lagu kalian nih”. Difotoin. Mas Duta lagi nonton MV-nya “Secepat Mungkin”. Terus ada salah satu teman kami kakaknya orang produksi SO7 juga waktu itu. Ceritanya sama ternyata, Mas Duta lagi senang dengerin GME dan semuanya dikasih dengar. Akhirnya kami ke sana (Jogja) mendekati kelahiran anakku. Pertama mungkin yang didengarkan Mas Duta “Secepat Mungkin” sih. Dari situ mulai mungkin dengerin yang lain ya soalnya terakhir ketemu waktu sebelum konser ini, pas single “Pengingat”. Aku nanya kan, “Mas, udah dengerin lagu kami yang baru belum?”. “Oh, udah dong. Anakku dengerin soalnya. Jadi aku taunya dari anakku,” katanya. 

 

Eross dan Duta menyapa GME saat cek sound di panggung SO7 TAD Medan / Dok. Surya Immanuel

 

Daniel: Tapi kalau dirunut kami sampe bisa kenal Mas Tutut kan awalnya karena kami rekaman di tempatnya Mas Eross, namanya Lahan Eros. Akhirnya kenal Mas Tutut operator di studio Mas Eross. Rekaman lagu “Friendzone”. 

 

Daniel GME di panggung SO7 TAD Medan / Dok. Surya Immanuel

 

Sani: Janjiannya sama Mas Tutut, ketemu sama Mas Duta. Dari situ diajak ngejam lagu GME, yang nyanyi Mas Duta. 

 

Siapa yang biasa menuliskan lagu GME? Pernah berbahasa Inggris?

Sani: Album yang pertama itu Inggris semua, satu lagu doang yang bahasa Indonesia.

 

Kenapa akhirnya bahasa Indonesia?

Yuli: Awalnya, aku rasa waktu itu belum pernah bikin yang bahasa Indonesia. Akhirnya coba bikin, setelah awal pertama kali bikin lirik bahasa Indonesia di GME itu “Move On”. Itu pun tetap ada bahasa Inggrisnya. Awal pertama bikin tuh “Tunggu Aku”. Nah dari situ keterusan. Ya udah lah Indonesia terus. Ternyata responsnya malah lebih bagus, bisa diterima lebih luas karena musiknya pun lebih ringan, liriknya lebih mudah dimengerti, market-nya lebih luas. Jadi sampai sekarang keterusan.

 

Penonton ikut bernyanyi saat GME tampil di SO7 TAD Makassar / Dok. Ryan Herianto

 

 

Bagaimana mendapatkan inspirasi penulisan lirik ketika sedang tidak merasa jatuh cinta atau patah hati misalnya?

Yuli: Gak merasakan secara langsung, tapi emosinya dapat. Itu lagu “Bukan Begitu Caramu”. Lagu ini tentang ditinggalkan. Rasa sakit karena ditinggalkan tanpa alasan. Waktu itu aku sendiri gak mengalami cuma ada orang terdekat. Aku liat langsung kondisinya seperti apa, sakitnya kayak gimana. Aku ikut merasakan. Akhirnya aku berusaha jadi POV-nya orang tersebut. 

 

Bagaimana saat dikabarin jadi pembuka SO7?

Sani: Kunyi tiba-tiba WhatsApp. Dia yang WA Mas Adam dulu.

 

Adam saat menyapa para personel GME di balik panggung SO7 TAD Makassar / Dok. Ryan Herianto

 

Dhani: Antara Suara announced kalau akan ada konser Tunggu Aku Di 5 kota. Teman-teman share di grup, “Bro, ada tur nih”. Mau apply gak? Di-DM aja deh. Iseng-iseng dapat setitik setitik lumayan. DM Antara. Lalu waktu itu ada momen Lebaran, kami apply sekitaran itu. Biasakan minal aidin sama Mas Adam.

Sani: Kita udah email belum? Nah pas kirim email kan kayak udah kirim aja ke Antara Suara. 

Daniel: Bentar, DM dulu ke Antara Suara. Awalnya DM biasa, gak direspons. Kan aku mantau terus. Istri aku kasih tau, “Kamu kalau gak saling follow, kalau via DM gak akan kebaca”. Aku kirim untuk kedua kalinya dengan teks yang sama di kolom komentar Instagram Story mereka (25 April 2024), tapi yang awal aku hapus karena seminggu gak di-read. Pas kirim Instagram Story di-read. Dibalas, oke kirim email ya kata mereka (27 April 2024). 

Sani: Itu pas kami kirim email (29 April 2024) aja gagal terus. Aku ada rekan yang kenal dengan pihak Antara, minta email promotor. 

Dhani: Masih belum ada respons. Pas Lebaran iseng WA Mas Adam, “Mas, kemarin aku sempat email ke Antara Suara. Mudah-mudahan bisa sepanggung lagi. Kemarin ini aku dah email untuk konser Tunggu Aku Di” karena memang waktu tahun lalu sempat sepanggung sama SO7 di Semarang. Setelah itu, 13 Juni 2024 dikontak sama Antara Suara menanyakan schedule dan riders. Terus aku kirim jadwal, ditelfon. Cerita lah soal konser itu. Sebenarnya jadwal SO7 TAD, kami udah pernah cek. Ada satu tanggal kami sebenarnya sudah isi namun memang belum DP. Di jeda waktu itu, Antara Suara pernah menyaksikan langsung GME saat kami manggung di Singapura. 

 

Penonton menyalakan lampu handphone di panggung GME SO7 TAD Bandung / Dok. Mahesa Ramdhani Putra

 

Apa alasan mau balikan sama GME jadi additional drumer?

Inu: Dari awal musiknya memang sudah cocok aja. Ada kayak semacam, saya dulu kan juga reguleran. Ah udah sambil bantu GME. Jadwalnya memang rada susah, cuma memang selalu mengutamakan GME. Paling jadwal itu rada susah. Makin ke sini yang lain jadi kalah. 

 

Bagaimana melihat perjalanan GME band yang dulu kamu menjadi formasi tetap mereka?

Inu: Yakin aja GME bakal menjadi sebuah band yang besar. Makanya saya ikutin terus mereka. Soalnya yakin banget. 

 

Inu GME di panggung SO7 TAD Bandung / Dok. Mahesa Ramdhani Putra

 

Bisa menjadi band pembuka konser Sheila On 7 Tunggu Aku di Samarinda, Makassar, Pekanbaru, Medan, dan Bandung adalah mimpi yang terwujud bagi Good Morning Everyone. Mereka juga siap mempersembahkan materi terbaru akhir tahun ini. Mari nantikan.

 

Penulis
Pohan
Suka kamu, ngopi, motret, ngetik, dan hari semakin tua bagi jiwa yang sepi.
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

Menengok Gegap Gempita Ekosistem Musik ‘Pinggiran’ di Kulon Progo

Pinggiran, pelosok, dan jauh, sepertinya tiga kata itu mewakili Kulon Progo. Biasanya, diksi-diksi tersebut muncul dari orang-orang yang tinggal di pusat kota, pokoknya yang banyak gedung-gedung dan keramaian. Diakui atau tidak, Kulon Progo memang …

Perspektif Pekerja Seni di Single Kolaborasi Laze, A. Nayaka, dan K3bi

“Rela Pergi” menjadi single kolaborasi perdana antara Laze, A. Nayaka, dan K3bi via Sandpaper Records (29/11).      Tertulis dalam siaran pers bahwa proyek yang diinisiasi sejak pertengahan 2024—usai Laze merilis DIGDAYA dan sebelum …