Wawancara Eksklusif: LAIR Tetap Manggung di SXSW 2024

Mar 17, 2024

Dalam rangka mempromosikan album penuh kedua Ngélar, LAIR asal Majalengka bertolak ke Austin, Texas untuk tampil di salah satu festival ternama di sana, South by Southwest.

Berbicara soal album Ngélar, Tedi Nurmanto (vokal, gitar) menyampaikan bahwa ide pembuatan warna musik yang seperti ini sudah ada sejak LAIR pertama terbentuk.

 

“Idenya udah dari awal LAIR berdiri. Kami seneng banget sama ‘obrog-obrog’, musik-musik untuk membangunkan sahur di saat bulan puasa, Ramadan,” kata Tedi via WhatsApp (16/03).

Album yang rilis di bawah naungan Orange Cliff dan Guruguru Brain tersebut banyak membahas isu yang sering terjadi di sebuah desa bernama Jatiwangi. Salah satu isu yang dibawa berubahnya pabrik gula menjadi pusat perbelanjaan yang sangat ditolak oleh para personel LAIR.

Secara spesifik, Tedi juga menyampaikan cerita untuk salah satu trek di album Ngélar berjudul “Mencari Selamat”. Lagu ini dibuat saat LAIR mengetahui kondisi teman mereka yang terlibat perang di Suriah.

“Menurutnya, tanah adalah sesuatu yang sangat diidamkan. Saat ini Dia hanya punya 2 pilihan ketika pulang ke tanah sendiri, dia cuma punya pilihan untuk membunuh saudaranya, atau dibunuh,” kisah Tedi.

Panggung SXSW yang selesai dijalani LAIR tanggal 13 dan 14 Maret lalu merupakan kedua kalinya mereka tampil di luar negeri. Sebelumnya, band sudah pernah unjuk gigi di Kanada, Norwegia, Jerman, dan negara lainnya dalam Tur 1000 KM tahun 2022 lalu.

SXSW jadi kesempatan kedua LAIR unjuk gigi di luar negeri / Dok. Rubina Winnie

 

Tedi mengaku, jadwal manggung mereka yang dekat selama di SXSW membawa keuntungan secara teknis bagi LAIR.

“Peralatan yang kami bawa cukup banyak dan berat-berat semua. Sebagian besar alat-alat kami kirim ke venue kedua dengan Uber XL, sisanya kami jalan kaki dan naik bus. Untuk panggung setelahnya, kami pinjam troli dari venue dan dorong sendiri lewat back alley,” ucap Tedi mengenang situasinya.

Mewakili rekan-rekannya, Tedi yang saat ini masih berada di Amerika menjawab beberapa pertanyaan Pophariini soal bagaimana aksi mereka di sana, konsep musik yang diusung, hingga keputusan tetap tampil di SXSW meski banyak penampil yang menarik diri.

Walaupun hanya Tedi yang menjawab, ia menegaskan pernyataan-pernyataannya merupakan hasil diskusi semua personel LAIR. Mari simak langsung di bawah ini.

 

Ceritakan tentang genre dan konsep bermusik yang kalian usung!

Pantura Soul adalah ‘Lumbung’ istilah yang kami jadikan fokus gagasan dalam setiap karya musik LAIR, warisan kekayaan keragaman tradisi budaya masyarakat Pantura lah yang menjadi sumber energi tidak terbatas yang bisa kami olah secara berkelanjutan.

 

Memiliki 6 personel di LAIR, bagaimana kalian menjaga kekompakan antar personel dalam menjalankan proyek musik ini?

Sebagai kelompok yang lahir dalam masyarakat pantura yang kuat dengan tradisi guyub dan gotong royong, sudah tentu itu menjadi modal kami dalam menjaga kekompakan secara berkelompok. Cukup dengan hadirnya satu sama lain, saling support. Kami gak punya siapa-siapa lagi kalau bukan satu sama lain, apalagi saat tur di tempat-tempat yang belum pernah kami datangi sebelumnya. Kami puluhan ribu kilometer jauhnya dari rumah kami, dari keluarga.

 

Bagaimana cerita perjalanan LAIR bisa tampil di luar negeri termasuk yang terbaru mengisi panggung SXSW?

Untuk perjalanan SXSW berawal dari iseng obrolan di studio sudah sejak lama tapi tidak pernah kami rencanakan, hanya angan-angan belaka saja. Lalu, Oktober kemarin ada teman-teman dari Ziro Festival datang ke Indonesia, dan mereka ngasih kupon untuk apply ke SXSW, langsung kami isi aplikasinya. Gak sampe seminggu kemudian, langsung direspons positif oleh James Minor, yang punya hajat dan diundang kami menjadi salah satu band pengisi di showcase SXSW 2024 dengan 2 hari jadwal showcase: di International Day Stage (13 Maret jam 5 sore) dan di showcase-nya WOMEX (14 Maret jam 10 malam), satu lagi di unofficial showcase yang disusun oleh Chicken Ranch Records (13 Maret jam 12 siang).

Pengalaman asik pastinya bisa manggung di tempat baru, terlepas dari pecahnya tambur (bedug yang badannya terbuat dari tanah) milik Kiki (Permana) di perjalanan, di dalamnya ada surat notice dari TSA. Kayaknya itu pertama kali kejadian tambur pecah, dari 2018 awal LAIR dibentuk sampai dibawa ke Kanada dan sempat keliling Eropa aman-aman aja, baru di Amerika itu pecah. Itu baru kami buka hardcase-nya malam sebelum panggung pertama, kebayang paniknya.

Kami diantar oleh Pak Mel, suaminya Mbak Astrid dari Rumah Budaya Indonesia Austin untuk cari gentong tanah liat di Home Depot dekat rumah itu jam 21.30. Padahal tutupnya jam 10 malam. Pak Mel sampai ikutan langsung bantuin milihin pot-pot dan gentong-gentongnya. Belum nyari karet untuk membran tamburnya, kami pakai karet ban dalam truk Fuso, tapi di Amerika udah tubeless semua [tertawa]. Kiki sama saya yang akhirnya mati-matian pagi buta narik dan mengikat karet ban yang ukurannya kecil supaya bisa muat untuk mulut tambur yang baru.

Kami di sini dibantu banget oleh Rumah Budaya Indonesia Austin. Kami menginap di rumah Mbak Astrid dan suaminya, Pak Mel sebagai orang Indonesia diaspora yang membantu dan bersedia menampung kami di rumahnya selama kami di sini. Sampai diantar jemput kayak anak sendiri dari rumah mereka di Lakeway ke Downtown (lumayan 50 menit perjalanan), semua difasilitasi oleh teman-teman Rumah Budaya Indonesia Austin. Kami juga gak punya uang, semua berangkat dengan dana talang. Tiket yang termurah, tidak bisa di-refund dan di-reschedule kami beli dengan dana talang jauh-jauh hari.

Berangkat ke Amerika sebenarnya di luar kapasitas kami lah kasarnya. Biaya visa aja kerasa mahal. Kami tidak menerima apapun, sepeserpun dari SXSW, tidak ada fasilitas yang diberikan sama sekali. Transport, penginapan, semua kami urus sendiri dan bayar sendiri tentunya. Kalau bukan karena dukungan pemerintah yang akan menggantikan biaya-biaya kami setelah kepulangan, kami pasti akan jadi bubuk sebubuk-bubuknya setelah ini. Da mah eweuh duitna.

 

Apa menurut pandangan kalian tentang penonton dalam negeri dan luar negeri terhadap musik kalian?

Perbedaan kultur dan kebiasaan industri musik tentu jadi hal yang terasa beda untuk LAIR. Apalagi kami masih berproses mencoba memperkenalkan gagasan karya musik LAIR di dunia global. Pandangan kami terhadap audience global masih terbatas sama dengan halnya kami punya keterbatasan membaca pandangan audience lokal. Mudah-mudahan aja musik kami diterima karena tujuan kami hanya itu.

Monica Hapsari, kolaborator LAIR berinteraksi dengan penonton SXSW / Dok. Rubina Winnie

 

Di tengah hiruk pikuk band yang banyak mengundurkan diri tampil di SXSW, kenapa LAIR memutuskan untuk tetap tampil di festival tersebut?

Bagi kami, SXSW adalah salah satu festival yang kami tuju sejak lama. Kami melihat budaya dan perwakilan berbagai negara hadir di sana dan tidak hanya dari kesenian, namun juga dari bidang teknologi, film, bisnis, dan sebagainya. Kami melihat bahwa ini adalah kesempatan kami berbagi tradisi Pantura dan sekitarnya pada dunia global. Kami tidak pernah menduga ada agenda politik apapun di dalam dinamika SXSW selama ini.

Selama perjalanan kami ke SXSW, kami diliputi berbagai permasalahan super pelik dari logistik, administratif, pendanaan, dan lainnya, yang sejujurnya membuat kami sangat kelelahan jiwa raga dan membuat kami tidak waspada akan adanya polemik ini. Kami baru menyadari adanya isu keterlibatan RTX Corporation dan U.S. Army sebagai salah satu sponsor SXSW 2024 setelah kami selesai tampil di dua panggung SXSW dalam satu hari. Barulah kami menyadari besarnya masalah ini. Di situlah kami dihadapkan pada realita, bahwa niat kami untuk semata-mata berkarya, berkesenian, dan berbagi tradisi di panggung global dengan segala kesusahan yang kami alami untuk sampai ke Austin, ternyata membuat kami terjebak dalam permasalahan politik dunia yang benar-benar tidak kami sadari sebelumnya.

Kami dengan sepenuh hati meminta maaf kepada semua pihak yang tidak berkenan karena ketidakwaspadaan kami terhadap berita dunia terkini yang berkaitan dengan SXSW. Di hati kami, sebenar-benarnya niat kami hanya ingin agar industri musik global berkenalan dengan musik kami. Kami mohon maaf jika niat kami tersebut menyakiti banyak pihak.

Kami mendukung dan menghormati keputusan Reality Club untuk mundur dari SXSW 2024 sebagai aksi mendukung Palestina. Kami Memilih menyuarakan permasalahan Palestina dengan mengatakannya langsung di panggung terakhir kami di depan penonton global, “We say no to Genocide”. Kami sadar betapa kecilnya pengaruh dan dampak yang kami hasilkan jika memutuskan untuk mundur dari SXSW 2024. Dan jika kami mundur dari SXSW, festival akan tetap terus berjalan hingga bertahun-tahun lamanya, karena kami sadar dan tau diri, Namun kami berpikir, jika bisa tampil di panggung terakhir kami di SXSW 2024 dan menyuarakan permasalahan ini di panggung dengan memegang kendali  mikrofon, kami berharap suara kami bisa didengar langsung ke pihak yang bersangkutan.

 

Penulis
Gerald Manuel
Hobi musik, hobi nulis, tapi tetap melankolis.
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

Farrel Hilal Gabung Sony Music Entertainment Indonesia

Menambah katalog perjalanan musiknya, Farrel Hilal kembali dengan single baru berjudul “Di Selatan Jakarta“. Perilisan ini menandai kerja samanya dengan label musik Sony Music Entertainment Indonesia.   Dalam meramu aransemen musik “Di Selatan Jakarta”, …

Band Majalengka, HompimpaH Rilis Single Baru Terpengaruh dari Perunggu

Berjarak 2 tahun dari perilisan album mini Transisi, band pop punk asal Majalengka bernama HompimpaH memutuskan kembali dengan karya baru berupa single dalam judul “Bahagia Sendiri” hari Jumat (19/04).   HompimpaH beranggotakan Yogie Alani …