Wawancara Eksklusif: Persiapan Konser dan Pengalaman Berharga GIGI Selama 30 Tahun
Setelah tur Road To 30th Anniversary tahun lalu, Pophariini kembali bertemu dengan Armand Maulana, Dewa Budjana, Thomas Ramdhan, dan Gusti Hendy untuk menanyakan soal persiapan konser GIGINFINITY 30th Years Anniversary yang akan berlangsung tanggal 24 Agustus 2024 di Istora Senayan, Jakarta.
View this post on Instagram
Kami mewawancarai band saat mereka sedang melakukan latihan hari Senin (19/08) di Studio Sepat, Jakarta Selatan. Tak hanya berempat, latihan ini juga dihadiri musisi-musisi pendukung bserta beberapa kolaborator di konser nanti seperti HIVI!, Mahalini, Afgan, Ariel NOAH, dan Perunggu.
Menyaksikan GIGI latihan merupakan hal yang menyenangkan karena memperlihatkan bagaimana mereka melakukan persiapan yang niat untuk konser 30 tahun ini. Tampak pula Edy Khemod Seringai yang terlibat sebagai Show Director sedang memberikan arahan kepada para musisi.
Di sela-sela waktu istirahat, usai GIGI melakukan latihan bersama para kolaborator, Pophariini dipersilakan masuk ke ruangan mereka untuk sesi wawancara. Kami membuka perbincangan dengan menanyakan apa tujuan band menggelar konser tunggal, mengingat ini bukan yang pertama kalinya.
Mewakili rekan-rekannya, Thomas mengatakan konser 30 tahun bukan semata-mata sebagai pembuktian. Ia melihat pergelaran ini lebih sebagai hasil sinergi dari keempat personel GIGI.
“Kalau buat gue, hal yang ini mumpung masih ada energi dari perorangannya. Tanpa sengaja atau apa, kami sinergi itu jadi nyambung,” kata Thomas.
Bicara soal intensitas latihan untuk konser, Budjana menjelaskan bahwa hari itu merupakan latihan perdana GIGI di studio besar dan perdana mereka tatap muka latihan bersama para kolaborator. Persiapan ini dirasa mepet karena band masih manggung di mana-mana.
“Hari ini pun kami masih meraba-raba sebenarnya karena banyak perubahan-perubahan. Tapi asyik sih jadinya. Walaupun mepet, kami harus berusaha karena kesibukannya padat banget,” jelas Budjana.
Hendy menambahkan bahwa dalam konser ini keterlibatan GIGI dari sisi manajemen juga lebih besar. Singkatnya, ia dan ketiga rekannya memiliki tugas sebagai promotor untuk perhelatan GIGINFINITY 30th Years Anniversary.
“Itu yang mungkin membuat jadinya secara persiapan lebih matang, tapi mungkin secara latihan (kurang) karena banyak kerjaan di berbagai event. Tapi gue melihatnya it’s okay, masih kepegang dan keren aja sih [tertawa],” ujarnya.
Di sesi wawancara kami bersama GIGI tahun lalu, Armand sempat menyatakan urusan sound saat manggung adalah hal yang krusial. Maka dari itu, kami menanyakan juga bagaimana persiapan teknis mereka di GIGINFINITY 30th Years Anniversary.
Secara tegas, sang vokalis menjelaskan GIGI cukup cerewet untuk masalah teknis sound, terutama Budjana yang memang dipercaya rekan-rekannya bisa menangani aspek tersebut.
“Budjana keukeuh bahwa, ‘Gak, gue pokoknya buat (konser) ulang tahun ini harus sound A, kalau gak B’. Tadinya tetap mau ada (opsi) yang C, tapi gak. Kalau gak A, ya B. Alhamdulillah, akhirnya tercapai juga si A ini,” jelas Armand.
Meskipun ia mengaku latihan hari itu belum mencapai kepuasan, Budjana optimis untuk bisa mengejar sound yang ingin dicapai GIGI keesokan harinya (20/08) yang menjadi sesi latihan berempat saja.
Perbincangan kami dengan GIGI berlanjut kepada topik pengalaman berharga menjalani karier selama 30 tahun sampai bagaimana strategi yang dilakukan band agar tetap mengikuti perkembangan industri musik. Simak langsung di bawah ini.
Ceritakan pengalaman yang paling berharga menjadi musisi Indonesia selama 30 tahun!
Armand Maulana: “Buat gue sih jadi banyak teman ya. Itu sangat berpengaruh. Kalau teman dan saudara di GIGI ya gak usah diomongin lah. Waktu itu gue tahun 1991/1992 bikin album solo, tapi tidak terlalu sukses. Ketika di tahun 1994 gue dapat sebuah grup band bernama GIGI terus sukses, karyanya diterima di seluruh Indonesia. Asli itu gue kayak (dapat) teman tuh banyak banget. Dari pertemanan dengan wartawan, para musisi, label itu tuh. Ketika gue butuh sesuatu yang tidak berhubungan dengan musik kadang-kadang dibantu oleh teman-teman itu. Ketika umur gue sudah lanjut, teman-teman seangkatan itu dan fans-fans GIGI ada yang jadi menteri, ada yang jadi jenderal. Bukannya gue merasa bahwa gue diuntungkan, tapi ketika gue membutuhkan sesuatu, itu benar-benar membuat gue bersyukur jadi musisi. Bercandanya, kalau susah nyari parkir di mal, pas lihat muka gue, ‘Eh, Kang Armand, sini Kang, ada-ada’ [tertawa].”
Thomas Ramdhan: “Jangankan gitu. Gue aja bilang, ‘Temannya Kang Armand’. Udah langsung dapat [tertawa].”
Dewa Budjana: “Tapi (pelajaran) berharga juga, bahwa kami selama bermusik di GIGI 30 tahun ini tidak pernah ikut di politik. Tidak tertulis, tapi sepakat untuk tidak. Jadi itu menyenangkan.”
Armand: “Budjana pernah ditawarin di Bali untuk menjadi apa-apa. Apalagi gue karena vokalis gitu kan. Jadi wakil walikota, (anggota) DPR, dan lain segalanya. Ya benar Budjana, gak tertulis tapi semuanya (sepakat untuk) gak.”
Budjana: “Kami mendingan gak punya uang segitu, tapi ngeband.”
Thomas: “Dari SD kelas 1, kalau mau sekolah gue menghayalnya sambil bok*r tuh beneran lagi manggung di (GOR) Saparua. Sambil megang-megang air, di khayalan gue tuh itu. Memang main band itu bukan yang kebetulan, memang dikasih jalan. Jujur aja, gue bisa ketemu mereka ya, walaupun Hendy baru 20 tahun, kayak sudah diatur. Itu menurut gue sebuah keuntungan. Satu, gue beruntung punya teman seperti mereka. Kedua, gue jadi punya identitas, itu mahal harganya buat gue. Bukan buat show off atau apa gitu. Bukan karena ada nilai ekonomi, dikenal orang atau apanya, tapi buat gue jadi banyak teman. Karena gue percaya, banyak teman, banyak rezeki.”
Gusti Hendy: “Ketika gue ditransfer sama LMKN. Karena selama bermain musik, gue gak pernah ditransfer [tertawa]. Ini menandakan bahwa ada sebuah lembaga yang resmi dan sistem industrinya membaik. Walaupun belum sempurna, tapi it’s okay. Ya gue main musik dari kecil sama kayak Thomas, gak pernah ngerasain. Baru akhir-akhir ini, tiba-tiba dapat. Meskipun kecil, tapi ya semoga menuju yang baik.”
Pastinya susah untuk menyenangkan semua pihak. Bagaimana GIGI menentukan setlist konser?
Thomas: “Empat bulan sebelum sih kalau kurasi setlist dari 200 lebih lagu GIGI. Tapi kami juga gak bisa (menentukan) menurut kami berempat aja. Kami ada tim kecil, terus diskusi atau apa. Makanya kami hire Show Director untuk melihat algoritmanya kayak apa. Harus diakui ya, GIGI lagunya banyak. Belum tentu semua orang tau. Ya banyak hal lah, ada yang memang radio hits, ada yang gak. Nah itu pemilihannya lama banget.”
Hendy: “Yang pasti kalau lihat di promo kami, ada chapter-chapter. Dalam arti, ada bintang tamu di mana ada yang kolaborasi sama GIGI. Terus ada yang konsepnya kalau kata (Edy) Khemod, Show Director kami tuh ‘peremajaan’. Yang pasti ada yang only GIGI, berempat. Itu benar-benar kurasi dari lagu yang album pertama sampai terbaru akan kami bawain dengan aransemen baru yang seenak mungkin. Karena gini, yang harus kami pikirkan sebenarnya range umur penonton GIGI yang mungkin sudah 30, 40. Mereka mau mendengarkan lagu-lagu dari album yang rilis saat mereka remaja. Lalu, ada juga mungkin yang mengenal GIGI dari 10 atau 15 tahun belakangan ini. Nah, itu yang kami rangkum supaya di semua range bisa menikmati chapter-chapter itu.”
Apa alasan memilih Edy Khemod untuk menjadi Show Director konser ini?
Thomas: “Sebetulnya, ada beberapa nama sebelumnya. Cuma kami ke dia itu, karena dia mengenal GIGI dalam artian pernah kerja bareng di 4 videoklip kami. Terus dia seorang pemain musik, jadi mengerti ini bukan artis solo seperti itu. Jadi untuk mengutarakan sesuatu, cara memahaminya dia lebih cepat. Begitu pun sebaliknya. Kalau dari gue pribadi melihat, Khemod itu memang basic-nya kooperatif orangnya, menerima sesuatu hal dan merangkumnya cepat.”
Armand: “Nambahin. Show Director di Indonesia itu banyak banget dan semuanya teman, pernah bekerja sama dengan kami. Cuma ada satu sejarah kalau sama Khemod. Pernah bikin videoklip GIGI, 4 biji lagi. Kalau yang lain belum pernah, jadi kerja samanya di stage. Ada sejarah itu yang lebih menguatkan lagi.”
Thomas: “Kalau yang namanya band, ada 4 kepala nih di GIGI, yang satu mau gini, yang lain mau apa. Khemod itu bisa menyatukan tanpa harus mengorbankan keinginan yang lain.”
Dan apa pertimbangan memilih kolaborator-kolaborator yang hadir nanti?
Hendy: “Yang pasti kurasi juga karena banyak banget pilihannya. Waktu itu sederhananya, dari Thomas 10 list, begitu juga Armand, Budjana, gue, jadi ada 40 kan. Terus kami mengerucut kayak misalnya KD (Kris Dayanti). Ternyata di empat-empatnya ada tuh, ya sudah itu pilihan pertama. Akhirnya dari situ, kami gak mungkin juga saklek sama satu pilihan doang. Jadi ada beberapa yang gak bisa, ganti ke yang lain. Tapi dalam hal ini kerja sama bareng Khemod lagi untuk kurasinya. Jadi, Khemod mintanya ada yang seangkatan, ada yang jauh banget dari umur kami. Lalu ada yang di tengah-tengah. Akhirnya ketemu nama-nama yang sekarang. Itu pun Khemod misalnya Fanny Soegi, dia melihat bahwa Fanny jarang main full band. Jadi gimana lagu GIGI bisa disederhanakan untuk Fanny. Jadi benar-benar yang nonton kalau ada yang Gen-Z terwakili, naik dikit umurnya ada Ariel terus Afgan, terus yang seumuran kami ada KD. Kurasinya begitu sih, semua hasil diskusi.”
Thomas: “Ada juga yang kami mau, gak bisa jadwalnya [tertawa].”
Hendy: “Makanya harus banyak pilihannya kan.”
Thomas: “Kalau gue melihat GIGI memang suka berteman. Entah itu satu angkatan atau tidak buat GIGI bukan berarti merasa senior atau apa. Cuma memang kebetulan (beberapa musisi) yang kami incar sudah ada jadwal.”
Bagaimana strategi yang dilakukan GIGI untuk mempertahankan eksistensi dalam hal promosi di media sosial!
Armand: “Gue senangnya di GIGI, saudara-saudara gue di sini tuh aware banget. Bukan hanya media sosial, dari tahun 90 ke 2000-an awal dan seterusnya, kami ngikutin. Kayak misalnya Budjana dengan alat (musik), dia tuh benar-benar terus update. Thomas kadang-kadang beli, gak dipakai, sok banget dia [tertawa].”
Hendy: “Kami nih kelebihan alat sebenarnya [tertawa].”
Armand: “Sebetulnya di panggung yang main tuh alat, bukan kami [tertawa]. Menurut gue bukan hanya di media sosial, tapi gue perhatiin ketiga teman gue ini selalu mengikuti apa yang terjadi di industri musik. Kan macam-macam, ada alat, panggung, lampu, stage act, pakaian, dan ada media sosial sekarang. Dulu cuma promo radio, TV, dan majalah doang. Terus dari kaset tiba-tiba ke CD. Kalau gue perhatiin mereka semua tuh, ‘Eh, sekarang tuh gini loh’. Buat gue, ya senang aja. Mereka semua cerewet dalam arti relate. Tapi tidak memaksa, kayak tiba-tiba Budjana TikTok-an gitu, gak juga.”
Thomas: “Tiba-tiba Budjana bilang, ‘YTTA (Yang Tau-Tau Aja) ya’ [tertawa].”
Budjana: “Update itu kan (soal) otak ya karena kalau kami mempelajari sesuatu yang baru adalah bagian dari mengasah otak, termasuk media sosial. Saat pandemi kami belajar ngedit video. Kalau kami gak mau mengerjakan itu otak mandek juga.”
Hendy: “Yang pasti ya benar kata Armand, mudeng terhadap segala sesuatu. Mau itu industri dari kaset, CD, Bluetooth, terus digital streaming, sampai sekarang yang mungkin kami gak pernah nyangka bahwa lagu itu akan naik di TikTok atau Instagram. Alhamdulillah, GIGI mengalami semua itu. Kalau di GIGI sendiri yang lo bilang di media sosial, ya akhirnya kami mempekerjakan anak-anak muda di bidangnya. Kami juga belajar sama mereka. Intinya gak menutup diri terhadap yang muda. Jadinya sinergi itu membuat kami update terhadap hal baru karena ada orang muda di tim kami, bergulir terus. Kalau musik apalagi, Thomas masih dengerin dan pakai (kaus) Billie Eilish.”
Armand: “Punya anaknya itu [tertawa].”
Hendy: “Ya, kami tetap ngikutin. Apalagi yang personal-personal gitu, pemain gitar lah, kayak kadang Budjana bilang, ‘Gue nemu pemain gitar keren nih, gila banget. Masih muda banget’. Berarti kan kami ngikutin terus, up to date terhadap sesuatu. Itu yang bikin jalan.”
Thomas: “Intinya, musik adalah bagian dari kehidupan, bukan hanya penghidupan. Kalau penghidupan itu cari duit doang, kalau kehidupan itu sudah bagian dari hari-hari.”
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Fraksi Penemu Sepeda Bercerita tentang Hobi di Single Gocapan
Setelah merilis single “Olahgaya” 2023 lalu, Fraksi Penemu Sepeda asal Bogor resmi meluncurkan karya terbaru berupa single dalam tajuk “Gocapan” hari Rabu (23/10). Lagu ini menceritakan serunya pengalaman bersepeda sambil mencari sarapan pagi. …
Beltigs Asal Bandung Menandai Kemunculan Lewat Single Pelican Cove
Bandung kembali melahirkan band baru yang menamakan diri mereka Beltigs. Band ini menandai kemunculan mereka dengan menghadirkan single perdana “Pelican Cove” hari Kamis (07/11). Beltigs beranggotakan Naufal ‘Domon’ Azhari (gitar), Ferdy Destrian …