Wawancara Khusus Rendy Pandugo: Karier, Cinta, dan Sekarang

Mar 6, 2021

Setelah mini album SEE YOU SOMEDAY beredar, Rendy Pandugo menargetkan album penuh keduanya yang bisa rilis di tahun ini. Jeda yang cukup lama dari album perdananya, The Journey (2017).

Perjalanan kariernya sebagai penyanyi solo di industri musik dimulai saat ia mengeluarkan single “Sebuah Kisah Klasik”, membawakan ulang lagu milik Sheila On 7 disusul “I Don’t Care” di tahun yang sama, 2016. 

Namun sebelum itu, Rendy telah melewati beberapa fase dalam bermusik. Ia sempat membentuk duo Di-Da, menjadi additional player untuk Music For Sale, band asal Bogor, hingga berpisah dengan label yang membesarkan namanya. 

Simak langsung tanya jawab Pophariini bersama Rendy Pandugo sampai hal bertahan di masa pandemi dalam wawancara khusus sebagai berikut:


 

Bagaimana kisah Rendy Pandugo berproses menjadi seorang musisi dari titik awal berkarier hingga sekarang?

Gue ngejalanin yang namanya sebelum solo karier, gue sempat punya project juga dulu sekitar 2011, Di-Da. Trus nggak jalan bandnya karena emang waktu itu mungkin kondisi yang cukup apa, untuk boyband dan segala macamnya. Trus gue ada di tahap, gue mungkin bisa dibilang putus asa. Gue mencoba untuk kayak ‘gue mungkin kantoran aja’. Sempat ada di fase itu juga di 2014. 

 

Akhirnya loe kerja kantoran?

Enggak, Alhamdulillah. Akhirnya, setelah fase kantoran itu gue mikir bahwa ‘tunggu dulu, sebelum gue memutuskan untuk kantoran gue pengin menelaah lagi, apa yang udah gue lakukan, apa yang udah gue lakukan buat musik gue, goal gue apakah udah tercapai dan segala macam, ‘apakah gue udah maksimal yang udah gue lakukan?’.

Akhirnya, ketika gue pikir lagi ternyata belum. Ternyata gue masih banyak malas-malasan, gue masih banyak di kamar, gue masih kurang mingle sama orang-orang, masih kurang teman juga. Akhirnya itulah yang gue lakukan, dan satu hal gue nggak punya jam terbang. Akhirnya gimana caranya, akhirnya gue cari jam terbang, akhirnya gue ngamenlah dari mall to mall, cafe to cafe, dari tempat pernikahan ke tempat pernikahan, dan segala macam. Dari situ akhirnya baru sedalam itu bikin SoundCloud dan segala macamnya. Alhamdulillah banyak juga yang waktu itu dengerin dan terdengar juga sampai ke label Sony Music Indonesia waktu itu. Akhirnya gue diajak untuk produced album, dan akhirnya kejadian juga gue ada di sana untuk bisa dibilang dua album. That’s it, sampai detik ini gue ada di sini.

 

Apakah yang membuat Rendy tidak meneruskan perjalanan Di-Da?

Gue memutuskan untuk tidak lanjut karena memang ada perbedaan prinsip sejujurnya. Untuk perihal apa yah, secara musikalitas sebenarnya memang kita cukup berbeda sebenarnya. Dan prinsip untuk, sebagai musisi itu kita juga berbeda gitu. Jadi, gue rasa ada baiknya memang ya udah kita jalan sendiri. Ngapain harus gue paksain kalau misalkan memang salah satunya memang harus terpaksa juga melakukannya. Ya udah nggak usah lah. 

 

Kalau Music For Sale?

Mereka teman-teman gue, dan gue nggak sengaja juga ketemu sama Dion waktu itu. Dan akhirnya berujung gue ngebantuin mereka untuk bandnya sebagai additional player untuk ngisi gitar di albumnya, album mereka. Cuma sayangnya kalau nggak salah nggak sempat rilis apa yang udah gue isi kemarin. Nggak sempat dirilis semua, jadi kalau nggak salah cuma satu lagu doang yang sempat dirilis. Tapi beberapa kali gue sempat bantuin mereka manggung. 

 

Pada saat itu loe memang sebagai additional player dan saat itu belum memulai karier solo?

On progress waktu itu. 

 

Siapa sosok yang menginspirasi Rendy di luar musik?

Banyak dibilang sih keluarga, ya mungkin mulai dari bokap gue, dan istri gue. Kalau dari bokap gue sih, gue ingat kata-katanya beliau tuh. Dia bilang, ‘gue ngebesarin loe dan mencoba untuk mendidik loe dengan satu keahlian, gue nggak mau anak gue gedenya nggak memiliki satu keahlian karena ketika loe punya satu keahlian gue yakin loe nggak akan susah untuk mencari nafkah’. Ibaratnya kayak gitulah. Jadi, kayak loe lebih siap ketika loe punya satu keahlian untuk ke depannya. Dan itu yang gue tanam terus di kepala gue, dan dia sangat support sekali dengan apa yang gue lakukan. Sama sekali nggak ada apa ya, bahkan nilai gue jelek di SMA pun sampai di kuliah pun karena gue banyak main musik. Beliau juga nggak pernah complained. Kalau istri gue, dia satu orang yang memang. Salah satu wanita, ya selain nyokap gue, yang benar-benar tau gue dari delosor yang emang cuma suka nongkrong di jalan. Kayak belajar nggak pernah benar, dan dia mau hidup susah sama gue juga. Tanpa ada complained juga. Jadi kayak, gue sangat bersyukur dikelilingi orang-orang itu sih.

 

Berarti bokap nggak ada background musik?

Sama sekali di keluarga gue nggak ada. 

 

Jadi, berawal dari hobi dari zaman sekolah?

Iya, zaman SD. Berawal dari gue pinjam gitar tetangga gue sih. 

 

Ingat nggak ngegitar lagu apa?

“Kamulah Satu-Satunya” – Dewa 19.

 

Waktu itu di Sony, loe cover malah lagu Sheila On 7 yah?

Sheila On 7 adalah salah satu band favorit gue Indonesia yang hampir semua karyanya pada saat itu gue dengar dan gue ulik, dan gue mainin pada saat gue sekolah dulu. Makanya, kenapa kok pada saat di Sony ditawarin ‘OK sebelum kita ngomong ke album, kita cover dulu’. OK ya udah karena gue tau waktu itu di Sony tuh ada nama almarhum Glenn Fredly dan Sheila On 7 akhirnya gue pilih, karena lagunya almarhun Glenn udah dipakai waktu itu kalau nggak salah sama Mytha Lestari. Akhirnya, gue ambil Sheila On 7. Tapi waktu itu dengan catatan ‘loe nggak boleh milih lagu Sheila On 7 yang udah terkenal’. Akhirnya gue pilih dua lagu, satu “Pria Kesepian” sama “Sebuah Kisah Klasik”. Akhirnya yang rilis “Sebuah Kisah Klasik”.

 

Loe dapat tanggapan apa dari Sheila On 7?

Nah lucunya nih. Gue mendengar rumor bahwa tidak mudah untuk meng- cover sebuah lagu Sheila On 7. Mas Eross dan teman-teman kan menganggap picky yah untuk urusan gitu. Dan gue setelah berapa tahun baru sempat ketemu beliau-beliau itu. Gue kalau nggak salah ketemu Mas Eross tuh baru sekitar 2-3 tahun setelah lagu itu rilis. Sekitar 2019 gue baru ketemu beliau di, waktu gue ada acara di Jogja. Ketemu di backstage dan ya udah gue bilang, ‘Mas, terima kasih banyak sudah diberikan izin untuk meng- cover lagunya’. Kita nggak sempat ngobrol banyak waktu itu karena memang waktunya nggak banyak juga. Kita cuma ngebahas gitar aja. Tapi yang gue sempat dengar dari Inu. Dia bilang, kalau nggak salah tuh ‘Nah, ini nih baru nge- cover lagu’.

 

Apakah mini album baru ini dirasa akan berhasil membuat pendengar berhenti menjuluki Rendy sosok John Mayer Indonesia?

Mungkin, bisa jadi karena cukup jauh dari itu sih kalau misalnya. Kalau bisa gue bilang sih. Cukup jauh dari influence itu. Meskipun karya-karya beliau tuh tetap gue masukkin, somehow. Tapi tetap yang kali ini memang agak sedikit jauh berbeda. 

 

Banyak di pemberitaan tentang loe dikaitkan dengan John Mayer? 

Gue tuh juga ya somehow gue juga mengerti kenapa mereka bilang begitu, dan gue paham juga memang. Mungkin pada saat itu gue sangat ya masih awal gue pengin nunjukkin bahwa belum banyak lho yang bisa mainin lagu-lagunya dia, dengan permainan gitarnya yang sangat kompleks itu. Which is I can do it. Mungkin salah gue adalah pada saat itu agak sedikit berlebihan juga. Tapi memang gue nggak mungkirin juga bahwa dia salah satu memang yang banyak mengubah gue melihat musik secara global. 

 

Lalu, bagaimana menurut Rendy soal gelombang penyanyi Indonesia yang bermusik/bikin lagu ala John Mayer?

Menurut gue sih nggak ada masalah sih sebenarnya karena pada dasarnya kita, apalagi di musik yah. Kalau prinsip gue ‘loe selalu harus punya Tuhan dalam bermusik’. Kalau gue sih begitu karena meskipun nanti awalnya, gue yakin bahkan John Mayer pada saat dia ke luar pertama juga dikatain juga, loe mau nyontek SRV (Stephen Ray Vaughan) apa gimana.

Kayak gitu kan dulu. Dan emang sampai detik ini, dia juga masih menuhankan, bisa dibilang menuhankan si Stephen Ray Vaughan juga kan. Cuma ya tergantung itu, kalau misalnya emang. Sekarang pintar-pintarnya si musisinya aja sih. Kalau gue sah-sah aja ketika mereka bikin lagu seperti itu, dan nanti itu seiring waktu akan nge- blend sendiri. Dan dia akan memilih sendiri, ‘OK sebenarnya yang enak tuh sepertinya yang gue ambil part ininya kali yah yang bisa gue kembangin dan terlihat lebih gue’. Kayak gitu misalnya. Gue sih kalau sekarang gue udah ngeliatnya gue cukup appreciate dan pastinya meskipun mungkin di luar sana, ada yang ‘Ini John Mayer banget sih atau Tom Misch banget sih’. It’s OK. It’s just keep it up. Kayak gitu aja sih kalau gue sekarang. 

 

Pernah nggak merasa terjebak di zona nyaman dalam bermusik?

Sekitar 2018 akhir kali yah, 2019 waktu gue lagi sama AIR (Afgan Isyana Rendy). Gue ada di zona nyaman sih. Ya, bisa dibilang untuk gue nggak bisa bikin lagi lagu waktu itu. Sampai cukup stres dan the end of the day gue sampai tiba-tiba tersadar bahwa kayak ’Nyet, kayak loe tuh udah nggak di tahap sedang, Heaven tuh udah kelar waktunya’. Dan bukan euforia Heaven pada saat itu memang cukup hype banget. Dan gue ngerasa, gue sangat menikmati. Cuma agak kelewat aja dan gue lupa untuk membuat satu karya yang bagus lagi. Gue ngerasanya. 

 

Bahaya juga ya judulnya Heaven (surga)?

Jadi kayak high mulu [tertawa]. Dan itu tuh gue cukup stres, dan bisa dibilang depressed juga sih pada saat itu in terms of nggak bisa bikin lagu dan segala macamnya. Gue akhirnya, dan pada saat itu juga banyak musisi baru yang bermunculan juga kan. Jadi, gue ngerasa kayak agak di- ditch, sama agak ketendang gitu lho kayak ‘Loe siapa nyet’. Kayak gitu lho, dan gue melihat banyak musisi-musisi baru yang emang jago-jago dan bagus-bagus kayak misalnya Pamungkas. 

 

Gimana loe tersadar dan bangkit dari zona nyaman?

Nah itu akhirnya gue merasa bahwa, ‘OK kayaknya semua orang udah step up the game’. Dan gue masih di sini-sini aja, dan nggak melakukan sesuatu. Itu tuh gue udah mulai resah. OK gue harus ngapain yah. Kok gue gini-gini aja, dan mungkin pada saat itu kondisinya gue kurang di- support sama label. Dan gue ngerasa semakin terkucilkan dan satu-satunya orang yang emang sangat cukup menggelitik gue dan cukup menginspirasi gue adalah Pamungkas waktu itu. Presents- nya dia tuh sebesar itu. Dan gue akui juga lagunya memang bagus-bagus.

Dan gue ngerasa terinsipirasi banget, dan terintimidasi juga. And then gue langsung bilang ke Pam waktu itu, ‘Pam gue boleh nggak ketemu?’. Akhirnya, gue obrolin, ‘Pam loe gila sih, presents loe gede banget. Loe mengintimidasi gue sekaligus menginspirasi gue’. Gue bilang. Gue pengin belajar dari loe. Akhirnya, kita sempat bikin satu lagu. Belum dikerjain juga sih, anyway. Masih belum dirilis juga. Tapi kita udah sempat bikin lagu kemarin. Dan akhirnya dari situ, gue jadi kayak banyak ngobrol, jadi sering ngobrol lah sama Pam. Akhirnya, dari situ gue merasa beban gue cukup berkurang. Gue sampai cerita ke istri gue juga bahwa gue stres, gue lagi depressed banget, gue nggak bisa ngapa-ngapain. Gue nggak bisa bikin lagu, not even word, gue tulis tuh bahkan nggak bisa. Gue sampai nangis. 

 

Melegakan?

Dan gue kalau misalnya gue ingat-ingat lagi, gue selalu merinding kalau misalnya ingat lagi pada saat itu akhirnya memutuskan untuk ketemu, dan gue obrolin semuanya ‘Pam gini.. gini..’. Ya, mungkin lebih ke curhat kali yah. Dan akhirnya gue juga bilang ke istri gue juga, waktu itu malam-malam, dan segala macam. Gue sampai nangis juga. Gue ya gue Alhamdulillah banget sih, gue punya keberanian untuk mengutarakan itu semua karena gue tau nggak banyak orang yang bisa mengutarakan itu, dan punya keberanian untuk ngobrol dan ngomong bahwa dia sedang depressed dan nggak bisa ngapa-ngapain. 

 

Lagu yang dibikin bareng Pamungkas bakal rilis nggak?

Gue belum tau juga sih. Apakah karena ini bukan based on apa-apa, maksudnya bukan karena apa-apa. Tapi karena apakah ini lagunya bisa gue aransemen dengan yang gue mau, apakah bisa menjadi sesuatu yang baru, apakah sesuatu yang bagus? Itu yang masih belum gue coba untuk ramu. Kayak gitu sih. 

 

Sepanjang karier, Rendy baru merilis satu album penuh. Sisanya single atau mini album. Punya alasan tertentu mengenai hal ini?

Memang ada permasalahan di label yang menurut gue ada sedikit tidak fair yang seharusnya gue masih ada utang satu album kemarin di label yang lama. Dan akhirnya gue putuskan untuk, gue minta di- cut karena gue rasa memang apa yang mereka mau dan apa yang gue mau memang udah nggak bisa ketemu lagi. Dan kita memang udah nggak bisa kerjasama karena menurut gue nggak fair ketika, gue tau mereka yang ngeluarin duit, as a executive producer dan gue sebagai artisnya. Tapi bukan berarti gue cuma hanya sebagai produk loe, yang emang kalau nggak laku nggak akan gue apa-apain gitu. Gue nggak bisa kayak gitu. To be fair aja gue juga butuh banyak hal dari apa yang loe punya dan gue akan bekerja semaksimal mungkin. Ketika gue udah bekerja semaksimal mungkin, gue menuntut loe untuk semaksimal mungkin juga mengerjakannya. Tapi pada saat itu gue merasa bahwa tidak semaksimal itu ternyata dan gue memutuskan untuk OK that’s it, kayaknya kita potong aja nggak usah sampai satu album. Dan akhirnya maka keluarlah si dua EP kemarin, CHAPTER ONE, CHAPTER TWO.

 

Gimana akhirnya kerjasama dengan Wonderland Records?

Jadi, ketemu sama Inu (2020) lagi setelah gue cabut dari Sony. Kita akhirnya ketemu lagi secara apa ya, profesional karena sebelumnya gue ngerasa kita ngobrol aja, dia curhat, karena dia teman gue juga, dan dia cerita segala macam. Akhirnya kita ketemu secara profesional, gue sebagai artis dan dia sebagai owner- nya Wonderland Records. Gimana kalau kita kerjasama lagi karena menurut gue ketika dia cabut dari Sony, gue lumayan semacam kehilangan induknya karena bisa dibilang si Inu nge- discovered gue pada saat gue masih ngamen di mana-mana. Dan dia yang memang menemukan, ‘OK loe maunya apa? Ayo kita bikin sesuatu buat loe yang bagus’. Kayak gitu lah. Dan gue ngerasa bahwa, gue nggak punya banyak teman yang bisa men- support apa yang gue mau seperti yang dia lakukan. Makanya gue memutuskan untuk, ‘OK kayaknya kita cocok kerjasama lagi’.

Hubungan Rendy dengan sang istri sudah menginjak 19 tahun sejak kencan pertama (info dari unggahan foto di Instagram). Apakah Rendy percaya tentang cinta abadi?

Gue percaya banget sih karena yang udah gue lakukan ini. Selama 19 tahun bahkan melebihi setengah umur hidup gue barengan sama dia. Ya meskipun, jadi gue 19 tahun itu sama dia tuh bukan berarti memang gue nggak pernah putus, gue nggak pernah apa. Ups and downs- nya selalu ada, dan segala macamnya. Cuma selalu dibukakan jalan untuk selalu bersama. Kayak gitu sih. No matter what. Selalu at the end of the day. Loe balik lagi, ya kayak gitu. Ketika dia nggak ada, gue juga kayak gue mau ngapain yah. Meskipun yang menanyakan nikah dia juga (dulu). Kalau kata bini gue, kalau gue nungguin loe punya rumah dulu baru kawin, nggak tau gue kapan kawinnya.

 

Loe ngerasain nggak sih kalau berumah tangga rezeki ada aja?

Wah, itu gila sih. Itu salah satu apa ya, gue kawin sama istri gue 2012. Gue nggak punya apa-apa. Gue masih nge- kost di kamar yang mungkin cuma halah paling berapa sih, 2,5 x 4 paling. Gue terutama gue masih nge- kost dan istri gue punya kerjaan yang setlled di Surabaya. Waktu itu kita memang LDR. Dan dia tanpa pikir panjang, karena dia nggak suka LDR- an, dan gue juga agak aneh LDR- an. Dia memutuskan untuk resign dan ya udah akhirnya ikut susah sama gue di sini. Hampir setahun kita sempat LDR- an tapi total LDR- an kita tuh sekitar 4 tahun. Setahun setelah menikah, setahun LDR- an akhirnya dia ikut gue ke Jakarta. Ya udah kita susah-susahan sampai 2013, 2014 tuh masih yang sama-sama, ‘OK ayok, OK ayok’. Akhirnya yang sampai gue memutuskan untuk ‘Apa gue kantoran aja yah?’. Kayak gitu. Itu di 2014. 

 

Istri loe suporter pertama loe nggak sih ketika loe mungkin pernah dilema menjadi musisi?

Gue kalau misalnya ngeluarin lagu, satu orang pertama yang gue tanyain tuh pasti bini gue. Enak apa enggak. Kalau dia jawabnya udah mulai susah, ‘OK berarti nggak enak’. Gue buang tuh lagu. Itu kayak gitu. Udah kayak bener artis repertoar gue pribadi. Jadi emang dia dari dulu yang gue salute adalah, karena gue memang sempat pacaran juga sama beberapa cewek lain dulunya, dan selalu ada apa ya, comment, ‘Ngapain sih jadi anak band?’. Kayak gitu, dan itu satu kalimat yang tidak pernah ke luar dari mulut istri gue. Sejak hari pertama sampai detik ini, dan Alhamdulillah dari gue susah-susah dan segala macamnya. Akhirnya, 2014 gue akhirnya melakukan ya udahlah OK. Pokoknya fokus aja. Kalau mau lanjut, ya udah lanjut aja. Dia tidak pernah memaksakan gue harus kerja kantoran. Enggak, ya terserah. Kalau mau udah belum, kalau memang belum ya udah lanjutin. Kalau memang udah cukup, ya udah cari yang lain. Kayak gitu. 2014 akhirnya gue ngamen. Mencoba untuk ngamen, pertama kali dalam hidup gue. Dan Alhamdulillah dari situ sampai detik ini Alhamdulillah gue nggak pernah ngerasa yang kekurangan dan segala macamnya.

 

Setelah dari Surabaya, istri loe sekarang jadi ibu rumah tangga?

Dulu dia, oh iya akhirnya dari ya di Surabaya, dari BRI dia resign. Dia ikut gue. Trus abis itu sempat berapa lama ya, nganggur di sini tuh akhirnya buka kayak online shop gitu. Usaha sendiri. Bahkan masih jalan sampai detik ini. Trus kayak mungkin ada setahun mungkin hampir setahun gitu sambil nyari kerja. Keterima akhirnya kerja PNS di Kemenpar waktu itu. Sempat jalan 4 tahun. Nah, kebetulan pada saat dia kerja di PNS, gue juga ngamen pada saat itu juga udah lumayan reguler banget jam terbangnya. Dan ketika gue berangkat kerja jam 7 (malam), dia jam setengah 7 baru sampai rumah.

And then kita ngerasa nggak pernah ketemu. Pada saat hari Sabtu – Minggu gue lagi sibuk-sibuknya kerja. Pada saat hari Senin gue libur. Di hari Sabtu – Minggu dia libur, di hari Senin dia kerja. Akhirnya kita putuskan cabut dari PNS demi keutuhan bersama.

 

Selera musik loe dan istri sama nggak?

Ini anehnya. Bini gue bukan pendengar musik sama sekali. Di handphone- nya, even Spotify. Kayaknya terakhir gue save tuh cuma lagu Taylor Swift doang. That’s it, itu doang. Jadi kayak dia tidak menggunakan apa yah, DSP apapun lah. Maksudnya musik tuh di keseharian dia tuh bukan suatu hal yang familiar. Nah, gue. Musik gue emang ke mana-mana. Cuma kita satu sama lain selalu tau bahwa ada musik yang, ada yang aneh. Misalnya kayak ada satu lagu yang, ‘Kok ini lagunya agak aneh ya?’. Gitu. Dan kita satu sama lain udah tau tuh kadarnya. Oh, kadar anehnya tuh begini-begini. Jadi, udah automatically tau gitu. Ya, 19 tahun (bersama). Tapi ada satu yang berbeda, pada saat dia dengerin jazz. OK, dia bisa tutup kuping karena puyeng. Tapi yang heavy ya, literally heavy, jazz heavy yang emang outside semua nadanya dan segala macam. Dia nggak bisa dengerin itu. Nggak nyangkut di otaknya. Sedangkan gue cukup menikmati untuk lagu-lagu yang kayak gitu. Itu sih mungkin kalau perbedaan musik di kita. 

 

Apakah lagu-lagu yang Rendy ciptakan memang pernah dialami?

Ada yang pernah, ada yang enggak. Kalau yang sekarang, jadi lucunya si EP gue itu tuh semua based on true story. Mulai dari “HOME”, kekangenan gue dengan keluarga gue. “MR. SUN”, complaint- an manusia sama matahari dan sekitarnya. “FAR” itu cerita di mana ada satu pasangan yang memang tidak bisa bareng, tapi lebih memilih untuk ya udah kita nikmatin aja yang ada, dan sampai di “B.Y.L (Before You Left)”, cerita teman gue sendiri yang harus ditinggal sama pasangannya tanpa alasan demi mengejar mimpinya. “SECRET” cerita cintanya Oslo Ibrahim. Jadi, semua itu gue compile dan gue bikin begitu menyenangkannya. Ketika bikin satu lagu dari, based on true story gitu yang kali ini. Jadi hundred percent true story yang kali ini. Ketika yang di album The Journey dulu ya 50% lah true story, 50% gue ngarang indah. Tapi kali ini gue mencoba untuk semua true story semua. 

 

Gimana kolaborasi sama Oslo?

Jadi, lagu itu adalah “The Secret” judulnya. “SECRET” itu salah satu lagu yang udah lama sebenarnya gue bikin nadanya. Cuma gue nggak tau harus cerita apa. Yang gue dapat dari penggalan reff- nya, “Tell me what your secret”. Dan di situ, tapi apa ya gue mau apa yah gitu. Dan akhirnya gue stuck, gue cari-cari cerita yang gue nggak mau nih mengarang indah lagi nih. Pada saat itu gue lagi sering ngobrol sama Oslo. Dan Oslo bilang, iya nih begini begitu begini begitu ceritanya dia lah, tentang nggak bisa move on sama cewek. And then gue coba tulis, barengan sama curating sama Leody Akbar. Akhirnya, kejadian lagunya. Itu ceritanya si Oslo. 

 

Merasa melakukan perubahan musik nggak di album ini?

Menurut gue iya karena beberapa sound yang bisa dibilang sebelum-sebelumnya nggak pernah gue pake. Dan beberapa apa ya namanya. Kalau in terms of music sih banyak hal yang wei tumben kok ada part begininya, ada part begitunya. Kayak gitu-gitulah. Dan gue sangat menikmati itu sih ternyata. Dan kemarin-kemarin juga dibantu sama beberapa teman juga. Ada Petra Sihombing, ada Enrico Octaviano juga, ada Teddy Adhitya juga. 

Rekomendasi: Rendy Pandugo – SEE YOU SOMEDAY

Bagaimana Rendy menentukan kolaborator di setiap penggarapan lagu seperti orang-orang yang sudah terlibat di mini album ini?

Teddy Adhitya itu ada di lagu “FAR”. “FAR” itu. Jadi, gue sama Teddy tuh temanan sudah lama. Bisa dibilang Teddy tuh memang salah satu apa yah. Dia yang menyaksikan OK perjalanan gue dari masih gue masih ngamen sampai gue masuk label, sampai gue keluar label, masuk label lagi. Kayak gitu. Tapi sepanjang itu tuh gue nggak pernah bikin lagu bareng gitu. Dan akhirnya “FAR” ini adalah lagu pertama yang gue ciptakan sama Teddy sebenarnya. 2019 apa 2020 gue lupa. Tapi dekat-dekat itu. Akhirnya, kita bikin. Itu lagu pertama gue sama Teddy. Kita bikin dan jadinya begitu. Itu karena based on, ‘OK, gue pengin bikin sama loe Ted’. Loe yang produser videoklip gue pertama kali tapi gue nggak pernah kerja sama loe as a musician

Yang kedua ada Enrico Octaviano, dia music producer di “SECRET”. Enrico salah satu orang yang emang, salah satu teman gue, sahabat gue yang emang gue percaya dari segi musik, dan dia juga additional drummer gue juga. Gue memilih dia emang apa yah. Gue butuh angin segar dari dia karena ide-idenya dia emang, meskipun gue kalau ngobrol masalah musik nggak selalu nyambung sama dia karena emang selera musiknya tuh bisa nyebrang banget. Tiba-tiba gue kayak, ‘Eh, loe lagi ngomongin apa sih, Co?’. Kayak gitu. Tapi gue butuh yang kayak gitu. Gue butuh untuk explore, itu gue butuh yang satu yang fresh banget. Dan makanya kenapa gue pilih Enrico.  

And then Petra, Petra ini tuh berawal dari kemarin gue camp di acaranya Indosat waktu kemarin IM3 Ooredoo. Gue tunjukkin ke Petra, ‘Pet, gue ada lagu nih. Menurut loe gimana?’. Gitu. Dan dia bilang, ‘Gue suka nih yang ini nih’. Gitu. Awalnya gue belum ada kepikiran, ‘Apa Petra yang ngerjain yah?’. Gitu. Karena gue belum pernah tau, gue nggak kebayang apakah Petra bisa membuat sound yang gue mau. Tapi nggak ada salahnya dicoba. Akhirnya gue cobalah Petra. Let say beda jauh. Maksudnya, let say gue nggak punya bayangan. Tapi at least ada gue yang tau, gue mau ngapain, dan gue bisa ngejagain Petra. Dan Petra juga pastinya akan ngasih banyak hal untuk si sound- nya gitu. Dan akhirnya kejadian. Itu ada di ”B.Y.L (Before You Left)”. Salah satu track favorit gue sih di EP ini. 

Leody itu yang co-writing si “SECRET” karena sebelumnya kita udah pernah bikin ‘I Don’t Care’, udah gitu ‘7 Days’. Akhirnya kita, gue pengin ngerjain lagi satu lagu sama si Leody. Kayaknya emang co-writer wajib.

 

Sebenarnya apa yang menjadi pertimbangan Rendy setiap menerima tawaran berkolaborasi (misalnya waktu itu proyek AIR)?

At least gue nyaman dulu sama si kolaboratornya. Itu paling basic. Kedua, baru kita ngobrolin musikalitas lah karena untuk masalah musikalitas menurut gue buat apa loe ngomongin musikalitas pertama. Tapi kalau emang ujung-ujungnya loe nggak nyaman mau ngapain? Gitu. Nomor satu sih gue kenyamanan dulu sih.

 

Pernah nggak ada nawarin loe ngerasa nggak cocok dan menolaknya?

Ada, menurut gue kayak nggak nyambung aja gitu. Gue nggak bilang musiknya jelek lho. Menurut gue juga, keren juga. Cuma kayak hmmm… enggak. For the shake of apa yang udah gue build. Kayaknya enggak deh. 

 

Rendy merasa harus terus bereksplorasi nggak dalam bermusik melihat sekarang ini setiap minggunya ada saja rilisan musik yang baru (bisa saja mudah diingat, namun cepat dilupakan)?

Itu selalu jadi pertanyaan berat sih buat gue sebenarnya karena gue merasakan emang progress- nya emang cukup cepat yah. Kayak semakin, setiap minggu, bahkan setiap hari gitu. Kayak gue nggak kebayang aja, kayak misalnya kayak Justin Bieber tiba-tiba kayak setiap minggu kayak ngeluarin kayak gimana loe bikin lagu bagus kayak setiap minggu loe kapan ngerjainnya nyet? Kayak gitu. Tiba-tiba Taylor Swift, OK bulan depan gue ngeluarin album lagi. Tiba-tiba kayak hah? Gue mencoba untuk menelan itu semua dan mencoba menikmatinya secara pelan-pelan. Nggak bisa gue ngikutin arus secepat itu karena menurut gue nggak sehat juga buat gue secara musikalitas juga nggak bagus. Menurut gue jadi kayak yang nge-glambyar aja jadinya. Mau ngapain gitu. Mendingan gue OK gue tetap keep up dengan apa yang ada sekarang. Tapi gue juga tetap tau apa yang gue sukai, apa yang mau gue bikin gitu. Menurut gue sih komposisi yang cukup apa ya. Ya, fair lah menurut gue. Itu sih yang gue lakukan kayaknya.

 

Ceritakan dengan singkat mengenai arti dari lirik lagu-lagu di mini album ini!

“HOME” ini gue tulis emang pada saat gue lagi tur di luar kota dan jadwal gue emang cukup padat. Untuk pulang tuh beneran rasa anak kost aja gitu. Udah kayak pulang ke rumah numpang tidur besok paginya gue udah harus ke bandara lagi. Kayak gitu. Itu tuh sekitar 2018 gue tulis, karena kerinduan gue akan family gue, keluarga gue. Dan menyadarkan bahwa rumah tuh bukan cuma sebuah tempat tapi rumah itu adalah isinya orang-orang yang kita sayangi. Itu sih intinya.

“MR. SUN” itu salah satu yang paling unik, lagu paling unik yang pernah gue tulis. Dan idenya gue dapat dari teman gue. Dia bilang, ‘Loe kenapa nggak nulis tentang matahari?’. Gue bingung awalnya, ‘Kenapa matahari ya?’. Apa yang harus gue tulis gitu? ‘Ya udah loe tulis aja tentang matahari. Apa kek?’. Kayak dia (matahari) tuh selalu dibilang, selalu disalah pahamkan bahwa matahari terbenam, matahari terbit. Seakan-akan dia yang bergerak, seakan-akan dia yang berlari. Padahal sejatinya kita yang bergerak, dan kita yang berlari. Dan meskipun suka disalah pahamkan begitu, dia tetap setia untuk menitipkan cahayanya di bulan, di malamnya kita. Dan kalau misalnya mau di relate- kan dengan apa, si manusia dengan matahari bahwa manusia tuh emang kadang-kadang emang suka nggak tau diri. Loe panas dikit complain. Loe apalah rambut lepeklah dan segala macam dan segala macam. Tapi ya lebih mengingatkan kita untuk bersyukur dengan apa yang kita punya di sekitar gitu, dengan hal-hal kecil yang kita punya. Kadang kita nggak peka aja sih. Lebih ke situ sih message- nya kalau MR. SUN. 

“FAR” ini gue tulis bareng Teddy Adhitya. Kita nulis ceritanya tentang cerita teman kita. Dan kita tau dia emang dengan si pasangannya ini emang apa ya, it’s kind of forbidden relationship. Yang emang nggak boleh sebenarnya. Tapi ya dan mau dibawa ke mana aja juga nggak akan bisa gitu si hubungan ini. Tapi instead of mikirin ini nggak akan bisa dibawa ke mana-mana, mereka lebih me- OK, healing in a moment. Menikmati dengan apa yang mereka dapatkan pada saat itu, adrenaline rush– nya. Dan ya itulah. Ke apa ya, ke- forbidden- an itu tuh yang dinikmati gitu. Ketika mereka bisa bersama. 

“B.Y.L (Before You Left)” ini ceritanya based on true story dari teman gue. Salah satu teman gue. Dia sempat cerita bahwa, tiba-tiba istrinya minta pisah dan segala macam dengan alasan yang menurut gue. Menurut gue yah, menurut gue nggak jelas menurut gue alasannya dan terlalu mengada-ngada. Dan gue nggak ngerti kenapa harus rela mengorbankan itu demi mimpinya. Gue nggak tau mimpinya apa, tapi dia sampai rela menyebut untuk pisah gitu. Dan dia harus meninggalkan si suami dan anaknya. Ya, gue kayak semacam semingguan gitu itu tuh yang kepikiran banget di gue. Makanya kenapa jadi track favorit gue. Gue tulis seakan-akan. Bukan seakan-akan sih. Tapi si cowok ini stay, dia nggak mau pisah, dan dia akan tetap di situ. Dan tetap akan nunggu istrinya. Dan di liriknya lebih ke, gue pengin punya memori yang bagus tentang loe sebelum loe cabut. Kayak gitulah.

“SEE YOU SOMEDAY” gue tulis pada saat beberapa menit sebelum show gue di Instagram Live. Sekitar 15 menit gue tulis. Itu merupakan message gue sebelum gue melakukan rehat kemarin 3 bulan dan menjadi message di EP ini sebagai kerinduan gue dengan teman-teman gue yang di saat ini emang kita susah banget ketemu. Di saat ini yang biasanya kita senang-senang di luar. Dan ketika gue manggung, kita nyanyi-nyanyi bareng dan segala macamnya. Menurut gue see you someday jadi big message sih.

 

Bertahan di masa pandemi?

Alhamdulillah kalau di musik tuh ada aja sih kemarin kerjaan. Ya, meskipun nggak banyak. Tapi ya cukuplah buat kita, buat gue makan dan segala macam, buat kebutuhan. Tapi ya cukup stres juga sih. Gue lebih stresnya kayak, aduh ini berarti akan ada yang berubah sistemnya dan gue harus mencoba keep up gitu. Cuma kemarin gue akhirnya cukup ke- distract awalnya tuh karena gue melakukan woodworking. Gue mencari kesibukan baru, woodworking dan gue bikin accoustic panel sendiri. Kebetulan studio gue nih emang akhirnya gue rombak. Dan gue bikin acoustic panel sendiri. Dan dari situ gue ditawarin untk ngerjain project interior design. Dari situ gue diajak dan akhirnya ini udah hampir setahun. Sejak gue diajak itu kurang lebih udah empat project yang kita kerjain dan masih berlangsung sampai sekarang. Dari woodworking, gue ditawarin interior design akhirnya sampai ke kontraktor.


 

Penulis
Pohan
Suka kamu, ngopi, motret, ngetik, dan hari semakin tua bagi jiwa yang sepi.

Eksplor konten lain Pophariini

Bank Teruskan Perjalanan dengan Single Fana

Setelah tampil perdana di Joyland Bali beberapa waktu lalu, Bank resmi mengumumkan perilisan single perdana dalam tajuk “Fana” yang dijadwalkan beredar hari Jumat (29/03).   View this post on Instagram   A post shared …

Band Rock Depok, Sand Flowers Tandai Kemunculan dengan Blasphemy

Setelah hiatus lama, Sand Flowers dengan formasi Ilyas (gitar), Boen Haw (gitar), Bryan (vokal), Fazzra (bas), dan Aliefand (drum) kembali menunjukan keseriusan mereka di belantika musik Indonesia.  Memilih rock sebagai induk genre, Sand Flowers …