18 Tahun Album Superman is Dead, Kuta Rock City
Singkat ceritanya begini: di awal 2021 kemarin, Pophariini berinisiatif membuat sebuah program seru bertajuk 20 Album Terbaik 2000-2020 Rilisan Label Arus Utama Indonesia Versi Pop Hari Ini. Program tersebut bermaksud mendokumentasikan album-album rilisan arus utama Indonesia yang paling berpengaruh dalam periode tahun 2000 hingga 2020.
Untuk menjalankan program mantap ini, Pophariini (PHI) membentuk sebuah tim yang berisi para penulis musik. Total ada sembilan penulis musik, empat dari pihak PHI: Anto Arief, Wahyu Nugroho, dan Pohan. Lima orang sisanya adalah Hasief Ardiasyah, Nuran Wibisono, Dimas Ario, Fakhri Zakaria, dan saya sendiri.
Dari awal berjalannya program ini—saya lupa tepatnya bulan Januari atau Februari—tim yang berisi para penulis musik ini diwajiibkan untuk menyetorkan kandidat pilihan masing-masing, yaitu 20 album yang sukses di kancah musik arus utama.
Untuk mempersempit lingkup kajian, PHI menegaskan bahwa sebuah album musik bisa dikatakan sukses secara komersial di arus utama jika album itu memenuhi kriteria berikut: 1) Dirilis oleh label besar (mayor), 2) Sukses secara penjualan, 3) Sukses secara estetika, 4) Secara dampak yang ditimbulkan (memengaruhi band/musisi lain), 5) uncoolness, dan 6) Satu album penuh, bukan hanya album yang memiliki satu atau dua hits saja.
Kuta Rock City meraih double platinum, ia juga menjadikan SID wara-wiri di berbagai ajang penghargaan, dan jangan lupakan kontroversi yang melingkupinya
Berbekal panduan kriteria tersebut, kami di tim lantas masing-masing memilih album yang kami anggap secara pribadi masuk ke kategori sukses pada dekade 2000 hingga 2020.
Senarai album yang kami buat lalu dikumpulkan menjadi satu, dan karena banyak album yang ternyata sama-sama direkomendasikan oleh para penulis, pemilihan kemudian menggunakan sistem rating di mana rating yang terbanyak akan memasukkannya berada di jajaran teratas. Nomor satu hingga sepuluh.
Beberapa album yang masuk 10 besar ini di antaranya adalah Bintang Lima milik Dewa, Kisah Klasik Untuk Masa Depan karya Sheila On 7, hingga Lexicon karya Isyana Sarasvati.
Kebanyakan album yang masuk daftar ini berasal dari musisi yang memainkan musik pop. Namun, di tengah mayoritas musik pop ini, ada satu album unik yang nyempil di daftar. Alirannya adalah punk-rock, bandnya adalah Superman Is Dead, dan tajuk album itu adalah Kuta Rock City. Sistem rating yang dijalankan menjadikan album milik band asal Pulau Dewata ini menempati peringkat keenam dari daftar yang kami susun.
Di tulisan ini, saya akan membahas Kuta Rock City. Album debut Superman Is Dead yang fenomenal dan monumental di kancah mainstream.
Sebelumnya, saya harus mengakui bahwa meskipun saya bisa dibilang tidak terlalu nge-fans dengan Superman Is Dead, juga tidak mengikuti diskografi mereka, dan saya terkadang kurang setuju dengan pola pikir JRX sang drummer yang menurut saya misoginis, tidak dapat dimungkiri album Kuta Rock City ini punya andil besar dalam perkembangan bermusik saya.
SID dituding sebagai band yang rasis, berkhianat dari etos punk, dan miskin moral.
Ketika album ini dirilis 18 tahun yang lalu, saya masih duduk di bangku sekolah menengah atas, dan di saat itu hasrat saya untuk nge-band sedang tinggi-tingginya.
Maka, ketika saya dan rekan nge-band saya menemukan Superman Is Dead di MTV pada tahun 2003 itu, kami langsung secara instan suka dengan band ini, dan album Kuta Rock City. Wajar jika kemudian tiap ada kesempatan manggung kami akan membawakan lagu Superman Is Dead. Kenapa? Karena di Karanganyar, kota kecil di sebelah timur Solo ini SID kala itu menjadi bintang baru yang digemari para penikmat musik. Maka, moshpit dan keriuhan kerumunan tak terbendung kala kami membawakan “Punk Hari Ini” atau “Superman Is Dead”.
Kuta Rock City memang fenomenal. Bagaimana tidak? Album yang sebenarnya kalau boleh jujur secara rekaman dan sound terdengar kurang baik dan terdengar seperti rekaman demo sebuah band pemula ini benar-benar moncer di pasaran. Kuta Rock City meraih double platinum, ia juga menjadikan SID wara-wiri di berbagai ajang penghargaan, dan jangan lupakan kontroversi yang melingkupinya saat album ini melambungkan nama SID.
Kontroversinya terkait dengan kredo punk yang mereka usung. Di satu sisi, banyak pihak yang memuji SID karena teken kontrak dengan Sony Music Entertainment Indonesia menjadikan musik mereka terdistribusi dengan lebih baik, artinya melambungkan nama punk, dan makin menjadikan SID moncer. Namun, di sisi lain, tidak sedikit pihak yang menuding SID sell out, istilah kasarnya di kancah punk, mereka mengabaikan kredo Do It Yourself (DIY) a la punk dan menghambur memeluk label mayor demi keuntungan finansial.
Kalau dalam catatan Rudolf Dethu di bukunya RASIS! PENGKHIANAT! MISKIN MORAL!; Tiga Kontroversi Besar, Melelahkan, & Nyaris Mematikan Karier Bermusik Superman Is Dead, SID dituding sebagai band yang rasis, berkhianat dari etos punk, dan miskin moral.
Membicarakan Kuta Rock City, kita mau tidak mau akan dibawa untuk membicarakan tiga band punk asal luar negeri yang menjadi patokan SID dalam berkarya: NOFX, Green Day, dan Social Distortion.
“Jika SID enggak masuk label mayor, dan muncul di TV, entah kapan orang pelosok seperti saya bisa mengenal punk.”
Terutama Green Day, cetak biru Kuta Rock City kental sekali dengan pengaruh band jebolan Billie Joel Armstrong DKK ini. SID secara sengaja atau tidak berusaha terdengar seperti Green Day di album Kuta Rock City. Mulai dari melodi lagu “Espionage” Green Day yang digubah ulang ke “Graveyard Blues/Vodkabilly”, hingga progesi akor “Angels Cry” yang mirip dengan “Macy’s Day Parade” milik Green Day.
Saat menyusun tulisan ini, saya melontarkan sebuah pertanyaan di media sosial saya: ada yang berkesan banget enggak dari album Kuta Rock City ini di hidup kalian? Dan jawaban beberapa orang muncul, semuanya berbeda, namun ada satu jawaban yang menggelitik saya: “Jika SID enggak masuk label mayor, dan muncul di TV, entah kapan orang pelosok seperti saya bisa mengenal punk.”
Tidak dapat dimungkiri, jika kita tapak tilas ke dekade 2003, Kuta Rock City dan tema-tema lagunya yang “nakal” menjadi sebuah penggetok batok kepala orang-orang bahwa ada sebuah aliran musik—atau gerakan—bernama punk. Artinya, sekontroversial apapun Kuta Rock City yang dianggap sebagai album sell out, kita tetap harus berterima kasih berkat album berisi 16 lagu ini sosok asal pelosok yang menjawab pertanyaan saya itu bisa mengenal punk dengan lebih baik.
Sebagaimana dicatat majalah Aktuil, punk boleh jadi mulai dikenal di Indonesia sejak dekade 70an. Namun, di dekade 2000an bisa disimpulkan Kuta Rock City mengenalkan punk ke khalayak penikmat musik di level yang lebih tinggi. Kuta Rock City menjadikan banyak anak-anak muda menegaskan identitasnya sebagai outsiders dan lady rose.
sekontroversial apapun Kuta Rock City yang dianggap sebagai album sell out, berkat album ini ada seseorang di pelosok Indonesia yang bisa mengenal punk dengan lebih baik
Pengaruh Kuta Rock City di dekade 2000an itu masih tokcer bahkan sampai dekade 2010 dan 2020an. Setidaknya di Yogyakarta pada dekade 2010an saya mengamati sendiri bagaimana ketika Superman Is Dead ada jadwal manggung di stadiun Kridosono. Meski band itu akan tampil di malam hari, sejak siang kerumunan outsiders dan lady rose sudah berjubel di sekitar kawasan stadiun Kridosono. Saya pun iseng-iseng menanyai mereka, pertanyaan standar seperti “dari mana kamu berasal?” dan jawaban mereka mengejutkan saya. Para penggemar SID ini tak hanya berasal dari Yogyakarta. Ada yang dari luar kota seperti Salatiga, Semarang, hingga Surakarta. Militansi mereka yang luar biasa yang mendorong mereka untuk bertandang ke Yogyakarta demi menonton Superman Is Dead di panggung.
Kembali ke lingkup kajian PHI untuk mempersempit sebuah musik agar bisa dimasukan kategori sukses secara komersial di arus utama, Kuta Rock City memenuhi semua kriteria tersebut: Ia dirilis oleh label mayor (Sony Music Entertainment Indonesia), laris secara penjualan di mana Kuta Rock City meraih double platinum, secara estetika album ini juga fenomenal, secara dampak yang ditimbulkan Kuta Rock City menjadi tonggak di mana setelahnya label mayor mulai melirik band lain asal Bali, seperti Navicula misalnya yang juga kemudian merilis album mayor bersama Sony Music, dan lagu-lagu di album Kuta Rock City sebagian besar menjadi anthem-anthem yang diamini oleh para outsiders dan lady rose.
Kita bisa saja menuding SID dan Kuta Rock City sebagai manifestasi rasis, pengkhianat, dan miskin moral. Namun, harus mengakui bahwa Kuta Rock City menjadi semangat zaman pada eranya
Delapan belas tahun pascarilisnya Kuta Rock City, saat menyusun tulisan ini, memori saya tak pelak tercelat kembali ke tahun 2003, saat saya menabuh drum untuk band pertama saya di depan penonton yang riuh bersama menyenandungkan “Gugur Bunga” saat lagu “Superman Is Dead” kami bawakan. Kuta Rock City, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, di mata saya akan tetap menjadi sebuah fenomena sosial yang menarik. Tentang bagaimana band asal Bali ini meruntuhkan patron musik mainstream Indonesia yang Jakartasentris, tentang bagaimana sebuah band asal arus samping (sidestream) mampu mengubah tatanan selera musik di ranah arus utama (mainstream), dan tentang sebagaimana digubah SID dalam “Punk Hari Ini”, punk dan segala simbologinya seperti rambut spike dan lambang anarki telah menyaru dalam banyak lini kehidupan kita.
Kita bisa saja dengan semena-mena menuding SID dan Kuta Rock City sebagai manifestasi rasis, pengkhianat, dan miskin moral. Namun, secara objektif kita harus mengakui bahwa Kuta Rock City menjadi semangat zaman pada eranya, serta mengobrak-abrik tatanan musik arus utama: bahwa musik mainstream tak melulu harus bicara cinta-cintaan yang banal. Musik mainstream juga boleh bicara tentang “My Girlfriend Is Pregnant” dan geliat “Kuta Rock City”.
Kuta Rock City, Superman is Dead (2003, Sony Music Indonesia) . Peringkat ke 06 dalam daftar 20 Album Terbaik Label Arus Utama 2000-2020
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
We Are Neurotic Mempersembahkan Album Mini Terbaru Asian Palms
Trio disco dan jazz asal Jakarta, We Are Neurotic menutup tahun 2024 lewat perilisan album mini terbaru yang diberi nama Asian Palms (13/12) bersama C3DO Recordings sebagai label naungan. Album Asian Palms …
Yella Sky Sound System Rayakan 1 Dekade Lewat Album Mini The Global Steppers
Unit dub kultur sound system asal Jakarta, Yella Sky Sound System merayakan satu dekade eksistensi lewat perilisan album mini terbaru bertajuk The Global Steppers (20/12). Dipimpin oleh produser sekaligus selektor Agent K, album mini …