20 Tahun Album Padi, “Sesuatu Yang Tertunda”
Jika nama adalah doa, Padi adalah sebuah doa yang terkabulkan. Lima sekawan Andi Fadly Arifudin, Satrio Yudi “Piyu” Wahono, Ari Tri Sosianto, Rindra Noor, dan Surendro “Yoyo” Prasetyo membesarkan unit pop-rock kelahiran Surabaya, 24 tahun silam ini seperti fase hidup Oryza sativa, tanaman budidaya terpenting dalam peradaban umat manusia. Sebelum Sesuatu Yang Tertunda, dengan berbekal sepotong single “Sobat” yang ada di album Indie Ten perlahan mereka mulai “membajak” kuping-kuping penikmat musik.
Dengan tekun kelimanya menyemai dan merawat benih-benih unggul identitas musik dalam album debut Lain Dunia: pondasi kokoh dari Rinda dan Yoyo sebagai penjaga tempo yang memungkinkan detail layer-layer gitar nan harmonis antara Piyu dan Ari tidak sekadar fungsional namun juga artistik secara bersamaan, serta balutan vokal Fadly yang elegan namun tetap memancarkan aura kejantanan. Benih-benih unggul ini kelak memberikan hasil panen penuh gemah ripah di album Padi Sesuatu Yang Tertunda, yang tahun ini genap berumur dua dekade sejak peluncurannya pada 2 Juli 2001 silam.
Lain Dunia sebagai sebuah debutan memang menawarkan sebuah kesolidan. Meski demikian, album ini juga masih menyisakan kritik. Taufiq Rahman dalam This Album Could Be Your Life: 50 Album Musik Terbaik Indonesia 1955-2015 menyebut Lain Dunia meski laku hingga 700 ribu keping tidak pernah benar-benar mencermikan kekuatan Padi. “‘Begitu Indah’ adalah musik yang luar biasa bagus bagi mereka yang belum pernah tahu bahwa dari Irlandia ada band bernama U2,” begitu tulisnya.
Boleh jadi karena mereka tengah berproses. Padi bukan anak ajaib seperti rekan seangkatannya, Sheila On 7, yang kemunculannya langsung membetot perhatian publik. Mereka perlu waktu untuk berproses dari fase band kompilasi, menunggu mendapat kontrak rekaman, punya debut album penuh yang menjanjikan, dan kemudian berusaha menuju titik pencapaian yang lebih tinggi baik secara komersial maupun artistik. Proses ini yang agaknya membuat jeda album pertama ke album kedua memakan waktu dua tahun. Selain juga rentetan tur puluhan kota dan beberapa personel seperti Fadly dan Ari harus menyelesaikan kuliahnya yang tertunda di Universitas Airlangga. Kurun waktu yang cukup lama (dalam perspektif industri musik) untuk sebuah band yang tengah menjadi the big thing dan tentu saja, mesin uang label rekaman.
Dua tahun akhirnya menghasilkan salah satu album sophomore paling mengkilap di sirkuit musik populer tanah air. Majalah Rolling Stone Indonesia mensejajarkannya dengan album Dunia milik GIGI dan Kampungan kepunyaan Slank yang disebut sebagai sebuah lompatan kreativitas dan kecerdasan dalam membuat sebuah album.
Tiga track pertama sudah memberikan validasi bahwa album ini akan menjadi pencapaian craftsmanship tertinggi Padi sampai hari ini. Dibuka dengan dentuman semacam beduk, “Bayangkanlah” sudah menunjukkan bahwa Padi berusaha untuk membuat standar artistik baru yang lebih tinggi, sesuatu yang kemudian mereka maksimalkan di album Save My Soul dua tahun berselang. Tidak ada lagi derasnya sisi religi sekte rock Irlandia. Sitar Piyu pada bagian interlude membawa identitas Padi menjejak dengan mantap di belahan bumi timur, tanah dimana mereka berasal.
“Sesuatu Yang Indah” adalah pernyataan kematangan bermusik Padi sebagai sebuah kolektif. Meski Piyu acapkali disebut sebagai pemimpin dan otak kreatif, semua personel memberikan kontribusi yang signifikan dengan caranya masing-masing. Rindra dan Yoyo memberikan hamparan maha sempurna bagi Piyu dan Ari untuk bergerak lincah sejak awal. Berempat mewujudkan harmoni melalui instumen masing-masing. Fadly mencoba memberikan seporsi Thom Yorke dalam “Fake Plastic Trees” di bait-bait lagu sebelum dia mengeluarkan signature vokal langkanya yang menurut pengakuan Ari Lasso merupakan “kombinasi tebal tapi tinggi dan lantang namun ada mellow-nya.”
Sedangkan “Semua Tak Sama” adalah keluaran paling sempurna dari cetak biru Padi di album perdana. Sebuah lagu balada yang megah dan anthemic dalam ramuan terbaik. Tarikan vokal malas Fadly memulai track besutan Rindra, Fadly, dan Piyu ini dengan apik. Penjiwaanya begitu sesuai saat dia menyenandungkan bait “apalah arti hidupku ini memapahku dalam ketiadaan”, seakan penuh keputusasaan. Sementara departemen musik bekerja dengan efisien dan tidak terjebak pada ego sektoral. Menghasilkan alur lagu yang ringkas namun terpola rapi dengan porsi bertutur nan santun antarinstrumen. Liukan-liukan pada interlude cukup memberikan gocekan sekaligus menjadikan lagu yang menurut Rindra terinspirasi dari “Eyes Without Face”-nya Billy Idol ini lebih bernyawa, salah satu ciri khas Padi yang juga dapat ditemui di track “Angkuh” atau “Seperti Kekasihku” di album sebelumnya dengan pendekatan yang lebih nge-pop. Terlebih Fadly dengan begitu emosional berteriak “save me” sebelum melodi gitar menjadi klimaks. Apakah ini semacam nubuat buat album berikutnya Save My Soul yang begitu muram? Pendeknya, “Semua Tak Sama” adalah titik temu terbaik antara aspek komersial dan idealisme bermusik Padi.
Tentu track-track lain tidak bisa dikesampingkan begitu saja. “Lingkaran” adalah salah satu lagu underrated terbaik Padi, salah duanya adalah “Demi Cinta” di album pertama. Ari membawa kembali sayatan ajaibnya pada intro seolah tidak mau membiarkan decak kagum terhenti pada apa yang ia lakukan pada intro “Mahadewi” yang begitu agung. Tidak menyangka jika lagu dengan hujan efek yang begitu deras selama empat setengah menit ini terinspirasi dari “Life” sebuah lagu pop milik Des’ree yang dilabeli sebagai lagu pop dengan lirik terburuk dalam polling BBC 6 Music!
Membuang “Perjalanan Ini” dalam playlist lagu saat melakukan perjalanan dengan kereta api jarak jauh adalah pilihan sulit. Sesulit pendukung Manchester United menghentikan olokan pada pendukung Liverpool. “Kulayangkan pandangku melalui kaca jendela dari tempatku bersandar seiring lantun kereta.” Lagu balada dan perjalanan memang sejoli yang tidak bisa dipisahkan. Sementara di “Lain Dunia”, Padi memulai tradisi penulisan lagu menggunakan judul album sebelumnya. Tradisi yang berbalik di album kelima Tak Hanya Diam, yang justru menjadikan salah satu track di album keempat self-titled sebagai judul album.
Jika Dewa 19 memiliki “Kamulah Satu-Satunya” di urutan terakhir album terbaiknya, Pandawa Lima, maka Padi menjadikan “Kasih Tak Sampai” untuk menutup mahakarya mereka. “Kasih Tak Sampai” adalah semua formula untuk membangun lagu cinta yang monumental. Lirik dan vokal yang menancap sanubari, denting harpa Maya Hassan yang menusuk, serta kombinasi seksi gesek dan paduan suara menghantarkan teriakan bertenaga Fadly untuk memungkasi secara paripurna.
Sesuatu Yang Tertunda, Padi kemudian menjadikan Padi menjadi influence baru. Indikatornya adalah kemunculan beberapa band yang berusaha menjadi epigon, terutama karakter vokalis-vokalisnya yang sebelas dua belas dengan karakter vokal Fadly. Sebut saja Tiket dan Naff. Padi juga akhirnya benar-benar mampu menyeruak Dewa, Sheila On 7, dan Jamrud yang sepanjang tahun 2000 saling mencetak rekor penjualan album dengan membukukan angka penjualan album hingga 1,8 juta kopi. Empat penghargaan Anugerah Musik Indonesia tahun 2001 termasuk kategori prestisius Album Terbaik-Terbaik dan Penyanyi Rekaman berhasil disabet. Mereka juga meraih Album Terbaik dan Group Terbaik di Anugerah Industri Muzik Malaysia 2001. Puncaknya ketika mereka meraih Best Indonesian Artist pada ajang MTV Asia Awards 2002.
Di umurnya yang sudah dua dekade Sesuatu Yang Tertunda masih tetap menjadi sesuatu yang indah.
Sesuatu Yang Tertunda – Padi (2001) Sony Music Indonesia. Peringkat ke 02 dalam daftar 20 Album Terbaik Label Arus Utama 2000-2020
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …
CARAKA Suarakan Berbagai Emosi di Album Terbaru NALURI
Unit pop asal Tegal, CARAKA resmi luncurkan album bertajuk NALURI (15/12). Melalui sesi wawancara yang berlangsung pada Senin (16/12), CARAKA membagikan perjalanan band dan hal yang melatarbelakangi rilisan terbarunya. CARAKA merupakan band …