5 Band Jogja Favorit Captain Jack
Wild Ground Fest 2023 yang berlangsung 11 dan 12 November lalu menyisakan banyak cerita, yang paling pamungkas tentu kembalinya Captain Jack setelah tujuh tahun tidak manggung bersama.
Mohammad ‘Momo’ Dhani Febriadi (vokal, gitar), Andi ‘Babon’ Irfanto (drum), Zuhdil Hery (gitar), Novan Maltuvanie (bas), dan Surya Ismeth (kibor) menebus kerinduan para Monster Jackers (sebutan penggemar Captain Jack, red) di hari pertama festival.
Sejumlah lagu dibawakan penuh nostalgia, seperti “Tak Ada Klaim Atas Aku”, “Sempurna”, hingga “Monster”.
Kami menemui Captain Jack usai manggung. Mereka bercerita tentang pikiran dan perasaan yang mampir di kepala sebelum menyapa Monster Jackers.
“Kalau aku pribadi ketika naik ke stage tadi itu, totalitas. Perasaan senangnya itu ketika dihubungi mas Wiempy ‘Tebonk’ (pemilik Starcross, founder Wild Ground Fest), itu yang senangnya. Kalau di sini lebih senangnya ketemu teman-teman Monster Jacker, baik yang kenal atau belum dikenal,” sambut Ismeth.
Sementara bagi Novan, perihal teknis sempat menjadi momok baginya. Beralasan, mengingat sudah cukup lama mereka tidak satu panggung.
“Sebenarnya pertama tuh ada kekhawatiran di masalah teknis, karena kan ini tim baru semua. Saya coba untuk tidak mikirin itu, ya memang ada sedikit masalah teknis, cuman alhamdulillah, vibes yang dulu pernah saya rasain waktu manggung itu saya coba tarik lagi dan ternyata suasana yang di sini juga mendukung,” tutur Novan.
Lebih lanjut, salah satu trigger untuk kembali berkumpul di panggung ini adalah menjaga silaturahmi yang sudah terputus cukup lama. Sedikit kilas balik, Captain Jack terakhir manggung tahun 2016 lalu.
“Terus terang, after pandemi, kita sudah pada berumur juga, kita pengen silaturahmi terjalin lagi. Itu salah satunya, setelah putus kontak lama banget, baru benar-benar kontak berlima itu bulan lalu ya? Enggak sampai sebulan lalu malah. Tatap mukanya Kamis (09/11) kemarin sekaligus latihan. Latihan cuma dua kali, Kamis dan Jumat, malam sound check. Ya mohon maaf kalau ada kurang-kurang [tertawa],” lanjut Andi.
Bicara soal langkah ke depan, Momo sang vokalis berpendapat, bahwa ia lebih ingin menikmati momen ini terlebih dahulu ketimbang membicarakan tentang masa depan bandnya.
“Mungkin di zaman sekarang selalu akan ada pertanyaan begini, apa yang akan terjadi setelah ini? Rata-rata orang sekarang lebih sibuk buat mikir plan-plan-plan dan segala macam. Tapi kalau kami mungkin sekarang kami pikir, menikmati apapun momen sekarang lebih penting. Jadi ke depan memang enggak ada yang pernah tau. Menurutku malah mungkin surprise-surprise kayak gini yang seru,” tutur Momo.
Di kesempatan yang sama, kami juga bertanya tentang band-band Jogja favorit mereka. Sebuah daftar yang menarik karena para personel menyebutkan nama-nama yang cukup lama tidak terdengar atau bahkan terdengar asing bagi mereka yang tinggal di luar Jogja. Simak berikut ini.
SWAMI
“SWAMI itu basicnya dari Jogja. Lagu ‘Bongkar’ itu menjadi fondasi reformasi. Tapi kenapa aku suka, album SWAMI itu kalau diibaratkan buku pintar, pelajaran dasar bermusik sampai pelajaran pemahaman tingkat tinggi dalam bermusik ada di situ semua. Sawung Jabo, Innisisri, Iwan Fals, nah itu.” – Ismeth.
Pagi Hari
“Kalau saya, Pagi Hari. Sudah enggak ada lagi band ini. Favorit bukan karena lagunya, tapi karena roadman-nya [tertawa]. Sebenarnya, band favorit itu band-band teman, Sophie, Anggisluka, 123 Disko. Kalau Sophie masih ada, yang lain enggak. Itu favorit-favorit saya.” – Novan.
Alectrona
“Karena vokalisnya istrinya dia (Momo) [tertawa].” – Hery.
Sheila On 7
“Kalau aku yang paling legend saja, Sheila On 7. Itu sudah pasti panutan dari zaman dulu, yang bikin Jogja ramai industri musiknya lebih hidup. Pada berlomba-lomba pengin bermusik, salah satunya itu yang pasti.” – Andi.
Bagaikan
“Satu yang agak sudah terlupakan oleh zaman di Jogja. Ada satu band namanya Bagaikan. Karena tanpa Bagaikan, aku enggak akan pernah berani memulai band rock di Jogja yang waktu itu sarat dengan pop. Jadi Bagaikan, aku salut sampai sekarang sama mereka, terutama sama Heldy, karena memang terima kasih sudah ngasih aku pencerahan bahwa Indonesia enggak selalu harus menye, terutama Jogja mungkin.” – Momo.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Wawancara Eksklusif Kossy Ng dan Dimas Ario Spotify: Edukasi Stream dan Musik Berbayar Masih Jadi Tantangan Besar
Saat menentukan apa saja yang ingin diangkat untuk KaleidosPOP 2024, tim redaksi Pophariini langsung berpikir soal keberadaan platform streaming musik yang menjadi salah satu tolok ukur kesuksesan perjalanan band dan musisi di era ini. …
We Are Neurotic Mempersembahkan Album Mini Terbaru Asian Palms
Trio disco dan jazz asal Jakarta, We Are Neurotic menutup tahun 2024 lewat perilisan album mini terbaru yang diberi nama Asian Palms (13/12) bersama C3DO Recordings sebagai label naungan. Album Asian Palms …
Kapan yah konser di tangerang…
Rindu jaman” sekolah di kampung, udah seperti sebagian back sound dalam keseharian, samapi sekarang masih sering..
Puter lagu” mereka…
Semoga sehat selalu buat personil dan timnya…
Ayo bangkit captain jack..
Semua lagunya…
Hambir menceritakan keseharian yg terjadi
Salam monster jack dari purbalingga jawa tengah