6 Produser Musik Indonesia Pilihan Enrico Octaviano

May 1, 2021

Enrico Octaviano bersama bandnya, Lomba Sihir, baru saja merilis video musik “Nirrrlaba” di pertengahan bulan April lalu dari album perdana mereka, Selamat Datang di Ujung Dunia. Video yang kali ini penggarapannya berkolaborasi dengan Agung Pambudi dan QUN Films.

Perjalanan karier bermusik Enrico sendiri dimulai saat ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, bermain untuk pelayanan di Gereja setiap hari Sabtu dan Minggu. Ia juga nge- band bersama Roaring Goat yang kini para personelnya (kecuali Enrico) membentuk Satu Per Empat.

Begitu masuk Sekolah Menengah Atas, Enrico sempat tampil di sebuah gig untuk menggantikan drummer dari Gruvi yang sedang berhalangan. Ia juga beberapa kali menggantikan sang kakak, Marco Steffiano, bermain untuk penampilannya Raisa. 

Setelah menyelesaikan perkuliahan di Musicians Institute, Amerika Serikat pada tahun 2016, Enrico tetap berada di balik set drumnya bermain untuk beberapa nama seperti Rendy Pandugo, Isyana Sarasvati, Raisa, HIVI!, dan Teddy Adhitya.

“Di tahun yang sama gue juga mulai ngiringin Scaller yang membuat gue punya tempat buat main rock akhirnya untuk khalayak umum. Itu gue main sama Scaller sampai 2017 akhir. Dari situ gue mulai merasa tidak nyaman untuk tidak bikin karya, dikarenakan gue susah banget cocok sama orang akhirnya gw nekat bikin-bikin sendiri saja,” kata Enrico kepada Pophariini (06/04).

Ia pun merilis lagu-lagu atas nama dirinya sendiri. Kemudian membuat klinik drum ‘4 Sides of Drumming’ bersama kakaknya Marco, dibantu Yandi Andaputra dan Demas Narawangsa. Klinik drum yang bersifat edukasi karena Enrico merasa musik Indonesia membutuhkan pelatihan seperti ini.

Di 2018, berawal dari melihat Instagram Stories dari Rayhan Noor yang sedang bermain lagu dari Foo Fighters, Enrico tertarik membuat karya bersama, sampai akhirnya mereka berdua di tahun 2020 lalu dengan nama MARTIALS/ merilis single perdana “Like Gold”.

Melewati panggung ke panggung berbekal jam terbang yang tak main-main, Hindia dan sekarang Lomba Sihir, kami pun penasaran tentang enam produser musik Indonesia pilihannya:


  1. Randy MP

Randy MP (kiri) bersama Nikita Dompas (kanan). / Dok: Alur Bunyi.

Buat gue, cuman dia yang punya suara yang dia produce. Ide-ide dan suara-suara hip hop jadulnya yang sering banget dia gunain di produksiannya dia buat gue sangat seru-seru banget dan inspiratif buat gue dengerin. Nggak bosenin dan nggak ketebak-tebak produksiannya dan hasilnya naujubile bagusnya. Salah satu lagu favorit gue dari produksian dia adalah “I Did It” – Teza Sumendra, sama Parlemen Pop– nya.

 

2. Marco Steffiano

Marco Steffiano. / Dok: Istimewa.

Karena dia kakak gue (jiah). Dia adalah satu-satunya orang yang selalu feedback ke gue secara objektif tentang kerjaan gue (ya iyalah nggak bakalan bisa juga kesel-keselan wong kaka sendiri, Bang). Tapi dari sisi produksi pop Indonesia, top 40 style, ataupun nada-nada melayu yang sering banget ada di lagu-lagu penyanyi Indonesia, kayaknya pemilihan suara-suara diproduksiannya selalu ‘jeder’ saja buat gue. Dan dia sering banget sebenarnya ngegunain suara/instrumen/ even preset yang sama di banyak lagu dan produksiannya dia tapi nggak terdengar itu-itu lagi.

 

3. Petra Sihombing

PEtra Sihombing

Petra Sihombing. / Dok: Istimewa.

Selain dia sahabat gue, dia juga salah satu orang selain kakak gue yang paling sering tektokan sama gue tentang musik. Lagu yang dia kerjain, nggak ada yang nggak joget. Penggunaan pentatonik dia selalu tepat guna dan selalu catchy tapi nggak kampungan asal catchy doang.

 

4. Greybox

Greybox. / Dok: Istimewa.

Menurut gue, Kiki adalah salah satu orang yang gue sangat terkesima dengan gimana cara dia ngolah samples. Hasil karya dia somehow selalu ‘vibing’ [tertawa]. Apalah bahasanya itu. Sound design dia selalu terdengar detail di tiap hasil produksinya.

 

5. Stephan Santoso

Stephan Santoso. / Dok: @stephansantoso.

Buat gue, kualitas audio yang Mas Stephan rekam sih sudah nggak usah ditanya sih. Gue pribadi mengidolakan Mas Stephan karena mixing- an nya dia ke lagu-lagu di albumnya Barasuara. Habis itu gue jadi dengerin beberapa hasil produce- annya Mas Stephan. Memang sudah pasti ‘jeder’ bunyinya dan benar-benar bisa dengar per-instrumen jelas nggak ada yang numpuk-numpuk frekuensinya. Terutama gue cinta banget dengan sound rock yang dihasilin Mas Stephan sih. Kayak nggak banyak basa-basi tapi punchy tapi nggak over produced untuk lagunya.

 

6. Bam Mastro

Bam Mastro. / Dok: Nino Nirmolo

Manusia paling cocok untuk tengil karena memang natural tengilnya [tertawa]. Cuman dia yang boleh berkelakuan kayak dirinya. Tapi dia salah satu idola gue kalo masalah produksi musik. Dia tau kalau musik itu harus joget. Dia hampir nggak pernah ngegunain alat yang itu-itu saja. Sering banget nanya dia pakai VST apa dan lain-lain. Tapi ya memang ternyata nggak banyak hal yang out of space banget pilihannya tapi penempatan instrumen-instrumen dia seru-seru dan tepat banget untuk musik-musik yang dia bikin. Album solonya dia sebagai Bam Mastro dan lagu-lagu di luar albumnya jadi favorit gue dari karya-karya dia. Gue selalu bilang ke dia kalau lagunya joget selalu dan selalu ada ritmik-ritmik Afrika- nya.


 

Penulis
Pohan
Suka kamu, ngopi, motret, ngetik, dan hari semakin tua bagi jiwa yang sepi.

Eksplor konten lain Pophariini

We Are Neurotic Mempersembahkan Album Mini Terbaru Asian Palms

Trio disco dan jazz asal Jakarta, We Are Neurotic menutup tahun 2024 lewat perilisan album mini terbaru yang diberi nama Asian Palms (13/12) bersama C3DO Recordings sebagai label naungan.     Album Asian Palms …

Yella Sky Sound System Rayakan 1 Dekade Lewat Album Mini The Global Steppers

Unit dub kultur sound system asal Jakarta, Yella Sky Sound System merayakan satu dekade eksistensi lewat perilisan album mini terbaru bertajuk The Global Steppers (20/12). Dipimpin oleh produser sekaligus selektor Agent K, album mini …