Irama Dari Nusantara: Perjalanan Panjang Radio Kita
“Di radio aku dengar lagu kesayanganmu
Kutelepon di rumahmu sedang apa sayangku
Kuharap engkau mendengar
Dan kukatakan rindu”
Lagu “Kugadaikan Cintaku” yang dipopulerkan oleh Gombloh ini cukup lama bertengger dalam hits radio hingga tahun 1988 bahkan lebih. Dahulu saya tak pernah mengenal nama asli beliau yaitu Soedjarwoto Soemarsono. Tak pula mengenal grup The Lemon Tree’s Anno ’69, tapi saya hanya mengenal nama Gombloh sebagai musisi yang sangat terkenal. Lagunya adalah “Kugadaikan Cintaku” yang dirilis pada tahun 1987 lewat album Apel. Setahun kemudian pada 8 Januari 1988 Gombloh meninggal dunia tetapi lagu-lagu hits beliau tetap mengudara setidaknya hingga penghujung akhir 80-an.
Sebagai anak kecil yang duduk di bangku sekolah dasar pada saat itu radio adalah satu-satunya pilihan dalam dunia hiburan bagi saya. TVRI yang baru mulai siaran di sore hari pun tak menyuguhkan banyak acara musik kecuali program Aneka Ria Safari dan itu pun hanya di akhir pekan saja. Untuk yang beruntung masih bisa menikmati musik via video betacam di penyewaan kaset video. Video-video kumpulan video klip yang isinya didominasi oleh band-band new wave dari luar negeri.
Radio adalah satu-satunya pilihan bagi muda mudi di Indonesia untuk menikmati musik tanpa harus mengeluarkan banyak uang. Semua orang mendengarkan radio sepanjang siang dan malam banyak public figure yang lahir dari radio. Setidaknya saat itu radio terus mampu menjadi raja hingga dua dekade ke depan. Era 90-an masuknya kaset-kaset baik dari dalam dan manca negara makin menyuguhkan banyak pilihan, namun bagi kebanyakan orang radio masih menjadi primadona. Bahkan untuk dulu di Bandung bagi penggila jazz kami dimanjakan oleh radio KLCBS yang hingga kini masih mengudara dengan idealisnya. Untuk penyuka musik alternative rock dan metal kami punya GMR yang sayangnya tidak berumur panjang.
Memasuki tahun milenial dunia hiburan makin berkembang dan referensi mulai banyak masuk ke Indonesia menawarkan beribu pilihan. Tetapi radio masih saja mampu menjadi corong yang baik bagi muda mudi kala itu. Tahun 2003 di Bandung saya dan beberapa teman berhasil meyakinkan sebuah stasiun radio bernama Oz untuk membuat program musik yang memutar lagu-lagu spesifik yang hanya memutar lagu-lagu yang kami sukai. Program itu bernama Substereo. Dan acara itu masih ada sampai sekarang, hingga di Oz Jakarta pun ada. Sampai saat itu radio masih menjadi senjata ampuh garda depan untuk mensyiarkan sebuah propaganda yang paling efektif disamping televisi dan media cetak.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Juicy Luicy – Nonfiksi
Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …
Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana
Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu. View this post on Instagram …