Padang: Skena Musik dan Kota
Circa 1998, kota Padang adalah tempat menuangkan ekspresi dan kreasi bagi Cimay Ardana. Setelah beberapa waktu sebelumnya ia menetap cukup lama di kota Bandung yang turut membentuk sikap, pengalaman, cara, dan pandangan bermusiknya. Melalui corak ekosistem yang dinamis disertai ‘semangat era’ dengan cita rasa punk, rock n roll, grunge, metal, extreme metal, alternative yang menjadi perhatian kalangan muda Indonesia saat itu, turut menorehkan jejak di perjalanannya menjumpai pelaku skena musik sidestream di kota Padang.
Tepat di Rumah Bulat yang berada ditengah area Taman Budaya Sumatera Barat sebagai arena berkesenian di kota Padang saat itu menjadi ruang untuk mengawali aktifitasnya. Wadah kreatif yang bertempat di kawasan tepi pantai tersebut, secara rutin telah banyak berkumpul berbagai grup band yang multi-genre di sana. Tiap Sabtu sore perangkat alat musik dan sound system di-set dan dimainkan secara bergantian dalam momen jamming. Kegiatan kolektif yang diistilahkan “latihan bersama” itu diinisiasi oleh generasi awal komunitas Total Madness Underground.
Ajang regenerasi tersebut telah mencipta model berjejaring melalui pola saling berbagi referensi satu sama lain; memandu yang muda dalam produktifitas berkarya; jasa titip artwork berlisensi antar sesama musisi lokal lintas kota; apresiasi gelaran lapak berisi ragam produk berupa merchandise, tape-cassette, zine, aksesoris dan attribute (fashion) serta literatur musik lainnya; sampai pada kolektif-an dalam mengelola gigs, event, ataupun festival; sehingga berdampak pada animo mencipta karya/ lagu sendiri (karya original).
Apa yang tengah berlangsung saat itu adalah proses yang sangat menentukan geliat skena dan ekologi musik kota Padang yang evolutif. Kehadiran beragam band yang muncul sebagai akibat dari banyaknya pelajar dan mahasiswa yang berasal dari luar Sumatera Barat guna melanjutkan pendidikan terutama di kota Padang, telah melibatkan suatu fase yang intens. Dengan adanya Toasted (unit trash metal dengan semua pesonilnya adalah wanita), Honotjoroko, Baterai Antibiotic (punk) yang selalu hilir mudik di gigs bawah tanah ataupun panggung-panggung kampus. Dua band terakhir adalah pelopor di kota Padang yang merilis karyanya dalam format album.
Selalu Bertumbuh
Seperti kota-kota lain di Indonesia, perwajahan kota Padang juga tampak lumrah mengekspresikan modernitas yang dinamis dan progresif dengan menyimbolkan segala yang tak suram, yang terancang dan tertata, yang luwes dan penuh ragam nuansa. Kecenderungan sebuah kota yang berubah, bertumbuh, bertransformasi, bahkan bermutasi tanpa henti ke arah yang lebih kompleks dari sebelumnya, turut membentuk karakter masyarakatnya bersamaan dengan perubahan kota itu.
Padang sebagai kota pendidikan sekaligus beriringan dengan berbagai pertumbuhan industri, ekonomi, perdagangan, pariwisata, perumahan yang telah membawa bersamanya bermacam dinamika kota; turut memenuhi corak kota yang sarat dengan kolektifitas, guyub, dan kolaboratif di tengah masyarakatnya yang multi-etnis. Model serta pola berjejaring itu bekerja dengan relevan, sehingga telah menggeser secara fundamental skema kerja kolektifitas beserta maknanya pada tataran lintas kota bagi ekosistem dan masyarakat pendukungnya.
Dinamika kota dan skena musik di kota Padang itu memuat arti tersendiri bagi Cimay dalam menapaki perjalanan bermusiknya secara bertahap. Bertumbuh dari satu ruang ke ruang lain. Dari Rumah Bulat ke Jalan Permindo –pusat nongkrong anak muda di kota Padang. Lalu bergerak dari satu venue ke venue lain, dari studio satu ke studio lain, dari komunitas satu ke komunitas lain.
Budaya kunjung-mengunjungi mesti kerap dilakukan, baik antar personal (musisi dan pelaku skena ragam latar dan bidang) maupun lintas komunal yang menggerakkan dinamika skenanya, disamping sebagai penyambung silaturahim. Seperti menyinggahi Padang Punk Community, Damar Union Boy dan beberapa personal yang tergabung dalam produksi kompilasi “Metalian Radical of Padang” dengan line up: Vulgar, Toilet, Akhirat, Equator, Neurotic, Liang Lahat, Goublok, Mendiang, Sanitarium, Darah, Mistik, Ascetik, Orphic; yang mana pada saat itu melakukan proses perekaman di Pinokio Studio dengan diproduseri oleh AL dari Equator Band (trash metal) yang drummer-nya adalah Hendri Septa (Walikota Padang periode ini).
Masa emas skena musik sidestream di kota Padang mencapai gemilang pada era 1998–2000. Salah satunya ditandai dengan gigs yang fenomenal bertajuk “Millenium Berisik” dengan kehadiran band “Keparat” dari kota Bandung. Gigs tersebut berhasil mendatangkan penonton berjumlah fantatis lebih 3000 pengunjung dengan tiket sold out.
Geliat Berjejaring
POLA kinerja dengan model berjejaring dari satu kota ke kota lain (1999-2000) seperti Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Bekasi, Bukitinggi, Pekanbaru, Medan; mengantarkan Cimay pada sejumlah perjumpaan tak terduga antar pelaku skena dari berbagai latar dan lintas bidang sehingga memperkaya pengalamannya seperti di bidang sablon, lisensi artwork, copy zine yang berizin untuk kemudian diproduksi kembali di kota Padang.
Ekosistem musik sidestream (underground) di kota Padang saat itu mengalami pergesaran makna melalui ketersebaran Fanzine turut memengaruhi skena musik yang biasanya lebih menitik beratkan perhatian pada style musik saja kemudian menjadi berkembang ke arah pergerakan anti mainstream, semangat DIY. Di antaranya; Kelam Zine, Suara Gaduh, Gerilya Hitam, ‘EDU Zine‘ (zine garapan Cimay bersama teman bandnya dulu), dan beberapa zine luar Sumatera (hasil trade ataupun lewat mail-order).
Mail-order rajin dilakukan seorang Yasri. Berawal dari hobinya yang bergulir sejak kisaran tahun 1994-1997 dengan melakukan ‘mail-order‘ yang menggunakan sistem “well hidden cash money” yaitu mengirimkan uang dibungkus kertas karbon melalui pos dan tercatat langsung ke studio rekaman musik extreme yang sama sekali belum pernah dirilis ulang di Indonesia pada saat itu. Di antaranya; Repulse Records, Osmose Production, Nuclear Blast Records, Relapse Records, Century Media Record, dan lain-lain. Pada saat itu sering juga order langsung ke band-band tersebut tetapi masih dalam bentuk demo.
Fisikal Ke Digital
Kemutakhiran atas nama pengetahuan serba digital tanpa batas, dapat dipandang sebagai sebuah peluang sekaligus juga tantangan. Atau bahkan boleh disalah mengerti dan diabaikan sama sekali. Namun Digmagz berhasil dirilis pada tahun 2007 oleh Cimay bersama teman-temannya di kota Padang itu. Digmagz adalah sebuah zine alternatif yang membahas seputaran musik, style, profile, komunitas Sumatera Barat. Pada edisi perdana masih dalam format cetak, dan edisi kedua sudah dalam format Cd Interactive yang disupport oleh beberapa kontributor dari luar Sumatera, sekaligus melakukan promo Band terakhirnya “Ardana”.
Kesadaran kolektif terhadap pencatatan proses kreatif yang menyimpan ragam keterkaitan antarfenomena dalam skena musik di kota Padang, turut merapikan deretan berbagai peristiwa kesenian yang terekam secara platform digital. Sehingga kemunculan portal musik lokal di tahun 2009 cukup banyak memengaruhi suasana pengarsipan skena musik lokal Padang, seperti; Portal Indie Sumbar, Padang Onstage, meskipun keberadaannya tidak bertahan begitu lama hingga dalam kondisi hiatus sampai saat ini.
Impresi Pada Audio
Ketertarikan Cimay menggeluti proses pengerjaan audio makin intens dilakukannya. Studio Pinokio dan Garis Langit menjadi ruang uji minatnya saat merekam beberapa live session Bandnya yang lalu (Dirty Chaos). Proses itu dikerjakan untuk kebutuhan kompilasi “Mari Bung Rebut Kembali – Hardcore Punk Nusantara” yang dirilis tahun 2002— Marjinal adalah salah satu band di dalam kompilasi tersebut.
Saat proses master, Cimay sempat mengunjungi yang bertanggung jawab dalam proses mastering audio di Jakarta. Ketika itu ketemu dengan Rusdi (Dislike _Trauma), impresi pertama dengan proses mastering audio membuka passion-nya untuk bisa jauh menjangkau lebih dalam perihal dunia audio lewat proses digital. Walupun dengan fasilitas seadanya di kota Padang.
Jeda waktu hiatus pada beberapa band lokal Padang dalam merilis karya dan meng-organize gigs di awal 2000-an, mencetus antusiasme Cimay untuk selanjutnya pada tahun 2001 ia bertolak ke Medan sebagai kota yang menyambut minatnya mendalami pemahaman beserta praktik perekaman audio. Ia bekerja di Harumi Studio dalam rentang beberapa waktu. Dan perjalanan Cimay belum usai, kemudian ia kembali lagi ke kota Padang pada tahun 2004 karena ditawarkan untuk me-manage sebuah studio.
Kali ini dengan situasi yang tak biasa. Pembangunan REZQ Studio terkendala modal, akhirnya harus memanfaatkan fasilitas yang ada. Sebuah garasi rumah David (teman bandnya yang lalu) diberdayakan sebagai ruang produksi single perdana Antibiotic Band dalam format digital recording. Setelah ruangan studio REZQ selesai di tahun 2005, ia ikut support recording track untuk Honotjoroko (Rap Rock).
Melalui REZQ Studio (tahun 2006) bermunculan roster-roster baru di skena musik Sidestream dalam berkarya. Diantaranya; Long Vacation, Padlock, Ardana, Los Fuertos, dan lain-lain. Eksistensi era ini juga disemarakkan dengan berbagai event kompetisi Rock dan Indie (ada Reinkarnasi, Mandeez, Rubberclock).
Evolusi Ruang Kreatif
BERSAMA personil Ardana Band di tahun 2008, Cimay memutuskan untuk mendirikan studio pribadi dengan fasilitas minim di dalam kamar, dan berhasil bertahan sampai akhir 2013. Sejumlah proses kekaryaan dirancang dan dikerjakan di Ardana Studio. Banyak band yang produksi album di studio Ardana ini, sampai tur keluar Sumatera. Ada White Collar Crime Records dengan roster: Keep The Faith, Instinkt Zu, Drusties, Lorenk, Attack To The Front, Underline. Gerilya Hitam, dengan roster Metal seperti: IFRID yang juga aktif produksi album dan tur mandiri. Tintupper (Easycore) juga berhasil tur Jawa Bali. Band ranah Indie fenomenal ada; 5BLITZ, JADO (Alfa Records), Hasta yang juga mengerjakan produksi karyanya di Ardana Studio.
Dan bersama dua teman lainnya, Cimay mendirikan 3AM Studio dengan konsep studio plus ruang kreatif (ia menyebutnya creative space) yang masih bertahan sampai saat ini. Beberapa gigs kolektif maupun bersponsor sering digelar dan diorganize di area studio maupun di halaman belakang studio. Ada Navicula, The Panturas, Murphy Radio, dan band luar seperti; Brutality Will Prevail yang pernah merasakan suasana di studio GIGS 3AM.
Disamping itu, terdapat juga space lain yang masih aktif di kota Padang yakni Menace Space (Hardcore Mayhem nama sebelumnya). Menace Space rutin menggelar United Forces, perhelatan tahunan yang melibatkan musisi-musisi dari berbagai negara dan menjadi salah satu gigs bawah tanah yang diperhitungkan di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, teman-teman di Menace Space juga aktif mengorganisir kegiatan seperti Food Not Bomb, pemutaran film, dan berbagai aktifitas kreatif lainnya.
Beberapa band yang masih aktif sampai saat ini di Padang ada; Raze (Metalcore) dengan lirik humanismenya, telah meliris album dan beberapa video klip. Zeal (Metalcore), Awareness (Pop Punk), Saputangan Merah (Dramatic Folk), The Kura Kura (Punk Rock), Divine Cult (Metal), Season (Hardcore), The Secret (Folk), Swaralaya (Pop), Lajur (Dream Pop), Komunitas Seni Nan Tumpah (Musikalisasi Puisi), Manhorse, Laralogi, Freesound (Dub-Reggae), HappySoda (Pop), Rekayasa Genetik (Pop Punk), Nineteen (Pop), Bheroxc (Ska), Red Summer (Pop), Orkes Karupuak Jangek, Lalang (Folk), Basipakak (Rock n Roll), Darak Badarak (Etnik Kreasi), Estetikustik (World Music), dan lain-lain.
Kota Padang sebagai tempat yang urban dengan masyarakatnya yang multi kultur (Tionghoa, India, Mandailing, Nias, Jawa, dan lain-lain) namun masih menggunakan spirit dan corak kolektif khasnya. Perihal ini turut merentang latar embodiement yang tidak singkat, yang selalu berlangsung pada tingkatan pembauran maupun penyesuaian. Yang bergulir dalam hubungan timbal balik, yang menggerakkan dinamika kota dan skenanya.
*Ditulis secara kolaboratif oleh Rijal Tanmenan dengan Cimay 3AM Studio
Rijal Tanmenan Berawal dari mendengar hingga tergugah untuk mengenal lebih dekat pada pengetahuan musik etnik, terutama gamelan Bali dan talempong (Minangkabau). Melanjutkan studi di Yayasan Seni Musik Indonesia (YASMI) Surabaya, dan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Jurusan Etnomusikologi. IG: @rijaltanmenan
Cimay Ardana Cimay, seorang audiopreneur, drummer, pemberdaya seni,community activator berdomisili di kota Padang, saat ini mengelola ruang kreatif : 3AM CREATIVE SPACE . IG: @cimayxxx
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Lirik Lagu Empati Tamako TTATW tentang Mencari Ketenangan dan Kedamaian
Penggemar The Trees and The Wild sempat dibuat deg-degan sama unggahan Remedy Waloni di Instagram Story awal November lalu. Unggahan tersebut berisi tanggapan Remedy untuk pengikut yang menanyakan tentang kemungkinan kembalinya TTATW. …
Di Balik Panggung Jazz Goes To Campus 2024
Hujan deras di Minggu siang tak menghalangi saya menuju gelaran Jazz Goes To Campus (JGTC) edisi ke-47 yang digelar di FEB UI Campus Ground, Depok pada Minggu (17/11). Bermodalkan mengendarai motor serta jas hujan …
Lentera ngk di sebutin ya 😭
Love this news ….
Band Toasted yg disebutkan diatas berasal dari Kota Solok dari scene Total Noise Underground (Solok)