“Mari Berhitung Simulasi Biaya Produksi Album Musik” oleh Riko Prayitno
Tulisan ini lahir dari sebuah komentar di postingan Youtube yang berbunyi “musisi ‘mah enak, tinggal gonjrang gonjreng dapet duit”. Tapi tidak semudah itu, karena sebelum gonjrang-gonjreng ada berbagai lika-liku yang harus dilalui. Salah satunya adalah proses dan biaya produksi album musik yang tentunya biayanya tidak sedikit.
Mari kita berhitung tentang simulasi biaya pembuatan sebuah album musik.
Satu lagu setelah digarap membutuhkan sekitar dua shift studio rekaman yang per shift nya (enam jam) dihargai seharga Rp850.000. Proses mixing dan mastering masing-masing sekitar Rp1.500.000 dan Rp500.000. Sejauh ini saja, biaya produksi per satu lagu total menghabiskan Rp3.700.000. Ini di luar pengeluaran seperti listrik atau AC di rumah saat proses menulis lagu, menggunakan semua aset alat musik, software dan komputer yang dipunya. Juga di luar menyewa jasa produser rekaman dan session player yang mengisi di lagu tersebut (jika ada).
Lalu berikutnya untuk sampul album. Kira-kira kita harus menyediakan dana sekitar Rp3.000.000 sampai Rp5.000.000. Dan jika kita menggunakan patokan terendah yang pertama, berarti harga satu master album beserta kover itu sudah menghabiskan total Rp40.000.000. Tentunya bisa saja dengan produksi di rumah, tanpa menyewa studio musik yang layak. Tapi akan butuh komputer, soundcard dan lainnya yang jika ditotal mungkin sekitar Rp10.000.000.
Lanjut ke urusan produksi CD, yaitu penduplikasian. Kita ambil jumlah 500 keping CD. Satu kemasan CD sederhana itu seharga Rp25.000, sehingga total untuk 5000 keping berarti sekitar Rp12.500.000. Berarti sampai sini total produksi sudah mencapai angka Rp52.500.000,-
Setelah kita tahu angka produksi satu album CD, mari kita bicara soal harga jual.
“apakah betul musisi tinggal gonjrang-gonjreng terus dapet uang?”
Lalu untuk CD tersebut, misalnya sebuah band mematok harga Rp50.000 perkeping, dan bila seluruhnya ludes 500 keping maka total pendapatannya adalah Rp25.000.000. Tapi dengan catatan itu: KALAU TERJUAL SEMUA. Lalu setelah dipotong sekitar 20% untuk biaya distribusi -Rp12.500.000- hasil bersih yang diterima si musisi bersangkutan adalah Rp7.500.000. Itu baru hasil dari pengolahan master rekaman. Sedangkan untuk master-nya sendiri mungkin baru bisa balik modal jika penjualan merchandise band dan streaming digital setelah berjalan satu tahun semenjak albumnya dirilis. Jadi bisa dibayangkan apakah betul musisi tinggal gonjrang-gonjreng terus dapet uang?
Saya menulis ini bukan untuk mengeluh. Karena saya sangat bangga dengan profesi sebagai musisi. Simulasi di atas hanyalah sekedar gambaran saja. Dan penting diingat: Tiap musisi punya keberuntungannya sendiri. Ada yang mudah mendapatkan sokongan label, sponsor atau brand, ada juga yang semua personil dan manajernya patungan untuk mengumpulkan dana rekaman album. Dan masih banyak jutaan jalan lainnya.
Saya ingin mengutip teman saya Yogi Kusuma yang pernah bilang, “Beli karyanya, jangan sedekahi nasibnya”.
Jadi ketika musisi kesukaan kita sudah mengeluarkan biaya produksi album musik yang tidak sedikit, lalu mengeluarkan produk seperti album rilisan fisik atau merchandise, kita bisa turut membangun ekosistem ini dengan cara membeli, mengapresiasi dan merawat produk-produk musisi kesayangan kita.
Begitu kira-kira. Terima kasih dan semoga harinya menyenangkan!
*Catatan: simulasi angka biaya rekaman album musik ini tergantung ke BM an (banyak mau) musisinya sendiri. Karena yang sudah-sudah biasanya akan membengkak jauh lebih besar.
Riko Prayitno adalah gitaris dan penulis lagu Mocca
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Juicy Luicy – Nonfiksi
Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …
Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana
Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu. View this post on Instagram …
UKT univ negeri sekarang katakanlah rata-rata 6 juta / semester (1 juta / bulan). Uang jajan mahasiswa utk hidup biasa-biasa saja katakanlah 1.5 juta / bulan. Total 2.5 juta / bulan. Jika 1 album Mocca (contoh) hanyak bisa menghasilkan 7.5 juta sekali produksi, jumlah personil 4, per orang sekitar 1.875 juta, belum lagi ada crew, session player, dll. Tambah corona gini tidak ada panggung. Bagaimana nasib seorang mahasiswa yg orangtuanya musisi?
Aduh, boleh bantu jawab ga sih!! Hahahah. Saya ketawa banget baca komentar ini. Saya lahir dan gede pakai duit dari hasil bapak saya musik dan menjalankan studio kecil nya. Kalo di tanya struggle pasti iya, karna banyak minus nya kalo jadi anak musisi hahah. Kecuali bokap nya udah terkenal yak. Tapi previlllege banyak banget, apalagi ketika dateng ke gigs atau kenalan sama musisi2 lain terus ternyata dia tau itu bapak ku, wah seneng nya banget banget!
Dan jawabannya adalah cari duit sendiri bang kalo udah mahasiswa mahhhh hahahaha.