Daniel Mardhany, Darksovls: “Lirik Gua Gak Ada Yang Terang Lah!”
Daniel Mardhany bercerita kepada Pophariini tentang unit death metal asal Jakarta, Darksovls. Resmi merilis debut albumnya yang bertajuk Omegalitikum melalui Blackandje Records pada tanggal 27 Agustus 2022 lalu. Selain Daniel Mardhany (vokal), kuartet ini digawangi oleh Coki Bollemeyer (gitar), Bonny Sidharta (bass), dan Andyan Gorust (drum) itu siap memuntahkan komposisi death metal berbasis pentagram beserta tema peradaban baru di tengah dunia yang sekarat.
Daniel Mardhany kali ini memaparkan proses kreatif mereka seputar Omegalitikum. Mulai dari penemuan musik dasar di rumah Coki, tema lirik pasca apokalips, susunan lagu yang terinspirasi dari Dark Side of the Moon, hingga impiannya bermain di panggung ala Tool dan Nine Inch Nails.
Bagaimana ceritanya kalian mencetuskan bikin Darksovls?
Di rumah Coki sambil minum-minum. Waktu itu kita lagi nongkrong bareng. Kebetulan Coki punya beberapa materi mentah yang tadinya mau dipakai buat album solonya. Tapi akhirnya berbelok jadi materi Darksovls setelah melalui proses workshop, brainstorming dan nongkrong bareng. Intinya kita mau melanjutkan apa yang dulu pernah kita lakukan bersama. Bersenang-senang dapat uang dan memainkan death metal. Tapi kali ini ditambah kadar black metal dan prog. Bagi gua ini rasanya mungkin kayak Joy Division jadi New Order atau Peterpan jadi Noah, hahaha.
Seperti apa proses penggarapan album Omegalitikum ini?
Workshop biasanya di rumah Coki, trus lanjut ke grup Whatsapp. Karena prosesnya pas pandemi lagi kusut-kusutnya jadi kita gak sempet latihan sebelum rekaman. Cuma bermodal kepercayaan kapasitas dan karakter masing-masing personel aja. Kita udah tahu bakal seperti apa isian masing-masing karena udah pernah bareng-bareng garap dua album di band sebelumnya. Karena chemistry yang kuat jadi proses penggarapan album dengan total delapan lagu bisa terbilang cepat. Gak sampai satu tahun proses penggarapan album perdana kelar. Yang paling penting dalam proses kreatif antar personel tidak saling mendikte. Dikasih kebebasan berkreasi seyogyanya musisi atau seniman. Hasilnya malah banyak kejutan tak terduga dari isian masing-masing personel. Paling cuma saling kasih masukan dikit-dikit. Kita udah paham satu sama lain maunya gimana. Di sini kita menjalankan kembali etos demokrasi di tengah derasnya arus oligarki.
Bagi gua ini rasanya mungkin kayak Joy Division jadi New Order atau Peterpan jadi Noah, haha
Iya, tentunya kalian berempat tidak sulit beradaptasi lagi ya…
Gak sulit, itu kelebihan kita. Becandaan internal juga udah nyambung. Itu yang paling penting kayaknya, haha. Walaupun musik kita serius dalam penggarapannya selalu bercanda, luwes dan gak kaku. Ya, layaknya band tongkrongan gitu lah. Banyakan bercanda dibanding ngomongin musik. Biasanya kalo ngumpul malah ngebahas anjing, alien, atau game.
Apakah ini formasi yang paling solid dan diidam-idamkan selama ini?
Sebenernya output musik kita harus dimainkan berlima, karena Coki ngisi part untuk dua gitar, malah di beberapa part ngisi untuk tiga gitar. Maka dari itu kita ajak Dirk dari Abolish Conception/Hellcrust/Sentient untuk mengisi lini gitar dua untuk kebutuhan manggung. Mungkin di album kedua formasi kita akan berlima…
Kita udah tahu bakal seperti apa isian masing-masing karena udah pernah bareng-bareng garap dua album di band sebelumnya. Karena chemistry yang kuat gak sampai satu tahun proses penggarapan album perdana kelar
Lantas bagaimana kalian membagi waktu dan prioritas dengan band atau aktifitas bermusik lainnya?
Setiap jadwal panggung band-band lain kami masuk pasti di-update di grup Whatsapp. Dulu-duluan jadwal masuk aja. Semua band kita skala prioritasnya sama. Di sini kita belajar toleransi antar personel dan band-band lain mereka.
Daniel Mardhany selaku penulis lirik, sebenarnya isu apa saja yang diangkat di album ini?
Sebenernya tema ini kelanjutan dari Tyranation (Dead Squad). Serpihan-serpihan cerita pasca bangsa tirani runtuh. Peradaban baru dimulai kembali di dunia yang sekarat. Lirik-lirik gua masih berasaskan kegelapan, kebencian, kemuakan dan kecemasan. Tak ada yang terang lah, haha. Tema seperti resureksi diri kita kembali menjadi suatu unit yang utuh, sifat megalomaniak karena post power syndrome yang makin banyak gua temuin, tendensi bunuh diri sebagai gaya hidup, transisi metropolis menjadi nekropolis, kenyataan bahwa fakta di dunia nyata semakin sureal, hingga dekadensi hasrat kebendaan di era digital. Sebenernya Omegalitikum ini konsep album, lagu pertama “Kahar” dimulai dengan tema kelahiran, ditutup dengan lagu bertema kematian di “Hamba Alam Baka”. Jumlah delapan track juga merupakan simbol infinitas siklus kehidupan. Penataan lagu di Omegalitikum ini terinpirasi dari konsep Dark Side of the Moon-nya Pink Floyd.
Ini kelanjutan dari Tyranation (Dead Squad). Lirik-lirik gua masih berasaskan kegelapan, kebencian, kemuakan dan kecemasan. Tak ada yang terang lah, haha
Dalam proses penggarapan album ini, musik apa saja yang didengarkan?
Kalau gua pribadi dengerin Disintegration (The Cure), Music For The Masses (Depeche Mode), Garlands(Cocteau Twins), Dummy (Portishead), Superunknown (Soundgarden), Jar of Flies (Alice In Chains), The Great Southern Trendkill (Pantera), semua album Dissection, empat album awal Morbid Angel, empat album awal Deicide, The Downward Spiral dan Broken (Nine Inch Nails), Symbolic (Death), Heartwork (Carcass), Nol Derajat (Rumah Sakit), Paradox (Deddy Stanzah), Tool, Wolfbrigade, The Doors, Public Enemy, Joy Division, Propagandhi, Bob Dylan, Pink Floyd era Roger Waters, Waste Of Space Orchestra, juga Oranssi Pazuzu.
Bagaimana ceritanya memilih Morrg untuk menangani sampul dan artistik visual album ini?
Sebelumnya gua sama Morrg udah pernah tuker pikiran pas garap album pertama Kala dan puas dengan hasilnya. Begitu Darksovls mau garap album di kepala gua langsung muncul dia lagi. Karena dia bisa ngubah ide-ide gua jadi visual dengan ciamik. Gak perlu setan-setanan tapi gelap. Dan yang terpenting pesan dari lirik yang mau gua sampein ada di artwork. Gua gak mau asal keren dan serem doang tapi bias makna dari tema lirik.
Karena Morrg bisa ngubah ide-ide gua jadi visual dengan ciamik. Gak perlu setan-setanan tapi gelap. Dan yang terpenting pesan dari lirik yang mau gua sampein ada di artwork
Aneka konser dan festival musik sudah mulai berjalan lagi, seperti apa gambaran panggung Darksovls ke depan?
Gua dan anak-anak pengennya pake visual dan tata cahaya kayak Tool atau Nine Inch Nails gitu. Makanya kita lagi nyari visual artist yang cocok diajak jalan bareng. Atau mungkin maen di properti ala Pink Floyd era The Wall. Gua pribadi sebenernya udah jenuh dengan panggung konvensional, tapi ini balik lagi ke dana produksi, haha.
Apa saja lima album yang sedang digandrungi belakangan ini?
1. Indra7 – Gabriel EP (2022)
2. Flukeminimix – The Unsound of Partial Edges (2022)
3. Disembodied – The Invisible Dimension (2022)
4. Gergasi Api – Trilogy (maxi singles) (2021)
5. Extreme Decay – Downfall of A God Complex (2022)
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Juicy Luicy – Nonfiksi
Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …
Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana
Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu. View this post on Instagram …