Cerita Andien dan 20 Tahun Album Kinanti
Sebelum membahas album Kinanti, mundur sejenak ke tahun 2000. Di usia 14, Andien merilis debut albumnya, Bisikan Hati dengan produser musik Elfa Secioria—nama yang kita tahu disegani dan berkaliber. Karya itu langsung menempatkan Andien sebagai penyanyi jazz belia yang cemerlang. Ibarat permata yang ditemukan dan diasah dengan baik, kemunculan Andien menebar kekaguman.
Sementara itu, Indra Lesmana, musisi jazz Indonesia yang produktif dan di depan pada 1980an sampai sekarang, dengan kemunculannya yang telah memukau di usia bocah pada paruh kedua 1970an, tampil (sekali lagi) luar biasa pada album Reborn (secara musik dan tentunya judul album beserta sampulnya, bisa ditafsirkan sebagai “kelahiran ulang” dirinya), selain turut serta pula di album Humania, Interaksi, juga di tahun 2000.
Indra Lesmana dikenal kerap berhasil segar dan Andien sedang mekar. Dua tahun kemudian, sekitar 20 tahun lalu, mereka bekerja bersama di studio untuk melahirkan album yang di kemudian hari di sana-sini dikatakan sebagai “terlalu maju bagi zamannya”: Kinanti.
Chico Hindarto, pada September 2000 sampai Februari 2002 menjadi A&R Warner Music Indonesia, label yang merilis Kinanti, bertanggung jawab atas pemilihan Indra Lesmana menjadi produser album itu.
Indra Lesmana dan Andien bekerja bersama di studio untuk melahirkan album, Kinanti. Yang di kemudian hari di sana-sini dikatakan sebagai “terlalu maju bagi zamannya”.
Chico membayangkan Kinanti sebagai sebuah konsep album, dari pemilihan lagu sampai ke cover-nya. Sementara pemilihan Indra Lesmana karena arah musik yang diharapkan lebih progresif dari album Andien sebelumnya.
“Pemilihan lagu, pemilihan musisi rekaman, dan keterlibatan Aksan Sjuman sebagai co-producer ditentukan oleh Indra Lesmana,” jelas Chico.
“Konsep album seperti apa yang dibayangkan akan album Andien?” tanya saya.
“Album Andien sebelumnya memosisikan dirinya sebagai vokalis jazz muda, dengan cover hitam putih dan dress yang classic. Di album ini, mau membuat Andien lebih fresh ke target audience anak muda, tercermin dari pilihan lagu, aransemen, dan cover. Jika didengar dari awal album, ada introduksi diri Andien sebagai pengantar ke lagu pertama,” jelas Chico.
“Apa pertimbangannya?”
“Ada unsur transisi identitas Andien menjadi pribadi yang lebih dewasa dan bersahabat. Andien kan juga nulis puisi, maka ada pembuka dan penutup album Kinanti. Ini salah satu indikasi adanya kesatuan album konsep,” kata Chico.
“Album sebelumnya Andien memosisikan dirinya sebagai vokalis jazz muda, dengan cover hitam putih dan dress yang classic. Di album ini, mau membuat Andien lebih fresh ke target audience anak muda, tercermin dari pilihan lagu, aransemen, dan cover” ujar Chico Hindarto, A&R Warner Music Indonesia saat itu.
Sebagai penggemar “album konsep”, Chico mengaku puas dengan hasil pendekatan album Kinanti. Kesatuan konsep album itu bahkan berusaha “dikejar” hingga kemasan sampul albumnya, maka terpilihlah Zinna Nizar untuk menggarap desain grafisnya.
“Waktu mengerjakan Andien, kita amazed sama Andien. Masih muda banget. Suaranya bagus banget. Albumnya bagus banget. Kita sempat ngobrol inginnya kayak apa. Andien ingin albumnya lain dari pada yang lain karena kan dia masih muda dan nggak ingin positioning-nya, quote unquote, tua. Jadi, menghindari ditampilkan mature,” tutur Zinnia.
“Sebetulnya yang unik dari album itu bukan sampul depannya, tapi kalau kita buka CD atau kasetnya, menampilkan fashion juga. Kepalanya stay, tapi bajunya di bawah ganti-ganti gitu, karena time’s changing, fashion juga berubah dan bisa berulang lagi dari zaman dulu sampai sekarang, sama seperti lagu. Everything is changing but in the same time bisa timeless. Dan dia pingin basically albumnya seperti itu, it can be like a timeless songs that you listen to but it also like something that you can change according to what you listening right now, what your mood is right now, just like fashion,”jelas Zinnia.
Umur Kinanti terus berjalan. Waktu telah menjawab, Kinanti memang menawan. Tidak kira-kira, selain Aksan Sjuman, dalam album ini Indra Lesmana juga menyertakan di antaranya Heru dan Eq dari Humania, Melly Goeslaw mengarang lagu “Masih Bebas”, Tohpati mengarang lagu “Kinasih” (bersama Eq) dan “Akankah Mungkin” (bersama Zoel), Mian Tiara (pada kredit saat itu menggunakan nama Tiara Tobing) menulis lirik, sampai Nikita Dompas mengisi gitar (untuk lagu “Masih Bisa Tertawa” dan “Menjelma”) dan—ini yang ajaib!—turut mengisi vokal.
Tidak kira-kira, selain Aksan Sjuman, Indra Lesmana juga Heru dan Eq “Humania”, Melly Goeslaw menulis “Masih Bebas”, Tohpati “Kinasih” (bersama Eq) dan “Akankah Mungkin” (bersama Zoel), Mian Tiara (saat itu menggunakan nama Tiara Tobing) menulis lirik, sampai Nikita Dompas mengisi gitar (“Masih Bisa Tertawa” dan “Menjelma”) dan—ini yang ajaib!—turut mengisi vokal
“Di lagu ‘Menjelma’ gue nyanyi bagian ‘Hey.. hey.. Andien..’ Itu suara gue,” Nikita Dompas bercerita.
Tahun 2002 adalah masa awal karier Nikita belajar jazz, lagi mulai kenal dan nongkrong bareng komunitas musisi Ponpin (Pondok Pinang). Isinya: Humania, Indra Lesmana/Reborn, Simak Dialog.
“Pada saat itu Mas Indra, Aksan, dan Eq lagi produce Kinanti. Gue ingat banget, waktu itu gue masih kuliah, lagi mid-test, Eq kirim SMS, ‘Kelar kuliah mampir ke Ponpin Studio bisa gak? Isi demo lagu Andien’. Langsung ayo saja ke studio, gue diminta isi demo vokal ‘Hey .. hey Andien..’ (untuk lagu ‘Menjelma’). Besoknya diminta datang lagi, untuk take beneran plus take bagian ritem bossa pas section solo Flugel Horn (dimainkan oleh Idham Noorsaid), plus satu lagu lagi pake gitar elektrik untuk ritem ‘Masih Bisa Tertawa’,” jelas Nikita
“Terus, vokal lo jadi dipakai gitu?” tanya saya
“Seingat gue, harusnya EQ, tapi nggak tau kenapa jadi gue haha…” jawab Nikita.
“Nah, itu justru inti pertanyaannya; kenapa bukan EQ (vokalis Humania)? Ada EQ di sana, tapi yang ngisi vokal elo…” kata saya.
“Haha.. Nah, itu… gue juga nggak paham. Namanya ‘anak bawang’ kan, gue iya aja deh…” jawab Nikita.
“Lo sendiri mendengar lagu ‘Menjelma’ gimana saat itu?” tanya saya. Bagi saya, “Menjelma” adalah lagu paling signifikan di album Kinanti, lagu yang paling jadi pembeda dengan rekaman pop/jazz/R&B Indonesia lainnya yang semasa.
Kinanti, menjadi perhatian penggemar musik, bukan hanya pendengar jazz. Dari pesona segar-lebar musiknya yang melibatkan R&B, drum n’ bass dan jungle sekalipun, perayaannya pada pahlawan cult lokal 1990an via lagu “Tentang Aku” dari Jingga pada saat millenium baru berjalan, sampai artistik kemasan albumnya pun menjadi kesatuan yang solid
“Menurut gue, lagu itu terlalu “maju” buat zamannya, tapi keren banget. Dan waktu rilis, belum banyak pendengar yang bisa mencerna, ya, karena akses terhadap musik-musik gitu masih terbatas. Lagu ‘Menjelma’ sendiri heavily influenced oleh salah satu musisi jazz Jerman, Till Bronner.
“Till Bronner-nya lagi era album apa, Nik?” tanya saya.
“Chatting with Chat,” Nikta mengingat.
Album kedua Andien, Kinanti, menjadi perhatian penggemar musik, bukan hanya pendengar jazz, dengan padu padan yang terjalin pada keseluruhan konsepnya, dari pesona segar-lebar musiknya yang melibatkan R&B, drum n’ bass dan jungle sekalipun, introduksi profil Andien dengan “monolog-musikal”, perayaannya pada pahlawan cult lokal 1990an via lagu “Tentang Aku” dari Jingga pada saat millenium baru berjalan, sampai artistik kemasan albumnya pun menjadi kesatuan yang solid.
Lagu “Sahabat Setia” diperkenalkan melalui radio dan video musik, dan satu per satu dari kita langsung menggemarinya. Dengan lagu ini Andien meraih AMI Awards 2002 untuk kategori “Artis Solo Pria/Wanita R&B Terbaik”. Sampai hari ini, bila “Sahabat Setia” diputar, intro terdengar dan Andien memulai lirik-lirik awal, mudah langsung terkenang akan zaman lagu itu terbit dan jadi hit. Dan bila satu lagu belum cukup untuk menjerat, maka single lainnya, “Menjelma” serasa garansi bahwa album Kinanti Andien ini dengan begitu leluasa beriringan bersama kecenderungan musik baru anak muda dan dunia saat itu, dan masih seru didengar kini.
Aku saat itu sedang mendengarkan bossa nova dan lagu-lagu jazz lama. Mas Indra seperti ingin menggabungkan prefrensi musikku dengan apa yang terjadi di dunia pada saat itu, salah satunya Jill Scott, drum n’ bass, jungle music. Alhasil album Kinanti kayak perkawinan antara dua preferensi tersebut.
Setelah dua puluh tahun, saya mengobrol bersama penyanyi yang memukau itu: Andien, tentang hari-hari pertama bermusiknya hingga lahir sophomore yang kini terus dikenal sebagai lompatan musiknya: Kinanti.
Album Andien, Kinanti produsernya Indra Lesmana, dengan co-producer Aksan. Bagaimana ceritanya bisa bekerja dengan mereka?
Album pertama, Papa yang jadi eksekutif produser. Lalu, di album kedua kita memutuskan untuk masuk ke dalam labelWarner Music, A&R-nya waktu itu adalah Mas Chico Hindarto.
Mas Chico menyarankan dan mendukung aku banget untuk sama Mas Indra. Lalu Mas Indra sepertinya memilih Mas Aksan untuk barengan manjadi produser album ini.
Aku sendiri saat itu masih baru banget, masih dua tahun di industri musik, dan sebenarnya nggak kenal sama Mas Indra, jadi aku harus berterima kasih banget kepada Mas Chico.
Di album pertama produser musiknya Elfa ya? Itu karen kamu sekolah musik di sana?
Iya, betul, di album pertama produser musiknya almarhum Bang Elfa. Aku sekolah musik di sana dari kelas 6 SD. Sebenarnya pemilihan beliau jadi produser berjalan flowing gitu. Jadi waktu itu sempat ada pembincangan sehari-hari , Bang Elfa bilang ‘Andien, kamu kenapa nggak rekaman? Kamu sekarang sudah siap kok kalau mau rekaman’. Kayaknya waktu itu Bang Elfa juga bilang tentang kealfaan jenis musik yang ada pada saat itu seperti apa, sehingga menurut beliau aku bisa mengisi (kekosongan) itu dengan apa yang aku suka. Jadilah album pertama itu.
Kamu dulu les vokal atau juga alat musik?
Dulu aku hanya les vokal di Elfa Music School Jakarta, masuk kelas 6 SD.
Lalu, gimana ceritanya kamu bisa tertarik pada musik jazz dan menyanyi sejak kecil?
Nyanyi dari kecil, waktu SD suka ikut lomba nyanyi. Aku ingat banget, kelas 6 SD aku sempat nanya ke mamaku, ’Ma, aku sudah banyak ikut lomba nanyi, cuma aku nggak tahu cara nyanyi yang benar seperti apa. Aku juga kepingin tahu lagu-lagu yang bagus untuk dinyanyikan.’ Akhirnya waktu itu Elfa Music School baru buka di Jakarta. Aku sempat diaudisi untuk menentukan siapa pengajarnya, apakah Bang Elfa langsung atau asistrn pengajarnya.
Terus, aku juga bersyukur banget album ini dinamakan ‘Kinanti”. Karena sebenarnya “Kinanti” itu kan puisi yang aku bikin. Aku merasa very very honoured, karena buatku mereka kan semuanya maestro: Mas Indra, Mas Aksan, Mas Eq, ada Mas Heru juga di situ, tapi mereka mau menerima masukanku, dengan puisi si anak umur 16 tahun
Aku ingat banget waktu audisi aku nyanyi Whitney Houston, “Greates Love of All”. Sampai akhirnya almarhum Bang Elfa bilang, ‘Coba deh kamu nyanyi lagu ini: “Nature Boy” dari Nat King Cole’, yang mana itu adalah lagu jazz pertama yang aku pelajari. Tapi aku nyaman banget nyanyinya dan notasinya nggak asing buat aku. Dari situ jadi nagih minta reportoar lagu-lagu standard yang bisa aku nyanyikan.
Apa yang Andien bicarakan bersama dengan Indra Lesama (juga Aksan, Eq Puradiredja, dan yang lainnya) di saat akan memulai mengerjakan album Kinanti?
Waktu mau mengerjakan album Kinanti, Mas Indra menanyakan preferensi musikku. Aku saat itu sedang mendengarkan bossa nova dan lagu-lagu jazz lama. Nah, jadinya Mas Indra seperti ingin menggabungkan prefrensi musikku dengan apa yang terjadi di dunia pada saat itu, seperti Mas Indra sedang mendengarkan Jill Scott banget, drum n’ bass, jungle music. Alhasil album Kinanti kayak perkawinan antara dua preferensi tersebut.
Ada cerita-cerita apa saja yang menarik saat rekaman? Kejadian lucu? Atau kejadian yang tak terlupakan?
Ngerjainnya waktu itu lagi bulan puasa, jadi kita baru efektif mulai rekaman setelah buka puasa bareng, baru mengerjakan musiknya sampai pagi. Menurutku ini album yang nuansanya malam. Kalau siang kan lebih bright, kalau ini nuansanya malam-malam. Rekamannya menarik banget. Saat itu aku masih 16 tahun, benar-benar “anak cere”, anak bontot banget, dianggapnya adik sama semua orang. Banyak joke mereka yang aku kadang nggak nyambung tapi akhirnya aku jadi belajar juga.
Waw, ngomongin soal Jingga, another story lagi, nih. Justru sebelum bikin rekaman sama Mas Indra, aku sudah tahu banget Jingga. Aku senang banget bisa menyanyikan lagu yang aku suka banget, super suka banget! Dan bisa membawakan dengan interpretasi yang cukup beda.
Yang menarik banget juga buatku ada pada pembukaan album (Andien menyebutkan “Namaku Andien” dan seterusnya). Mas Indra ingin kembali meng-introduce aku di dunia musik. waktu itu aku nggak dibilangin mau bikin intro atau apa. Aku cuma ada di studio, duduk sendirian, terus Mas Indra dan sound engineer Mas Denny nanya-nanya, lalu pertanyan itu aku sebutkan lagi, kayak”Nama kamu siapa?”, aku jawab “Namaku Andien”. Dari sekian banyak pertanyaan, sama mereka dijahit jadi seolah-olah aku memperkenalkan diri. Terus, yang aku nggak nyangka banget adalah ditambahin musik yang sebegitu kerennya sama Mas Indra. Buatku, memang beyond, aku nggak ngerti alam pikiran Mas Indra kayak gimana.
Terus, aku juga bersyukur banget album ini dinamakan ‘Kinanti”. Karena sebenarnya “Kinanti” itu kan puisi yang aku bikin, yang aku bacakan di track terakhir itu. Aku merasa very very honoured, karena buatku mereka kan semuanya maestro: Mas Indra, Mas Aksan, Mas Eq, ada Mas Heru juga di situ, tapi mereka mau menerima masukanku, dengan puisiku, puisi si anak umur 16 tahun yang masih SMA itu, menjadi judul albumnya.
Yang menarik lagi, setiap proses finishing lagu-lagunya, mereka semua membayangkan visual lagunya seperti apa, walaupun gak dijadikan video klip. Misalnya lagu “Masih Bebas”, aku ingat banget Mas Aksan bilang, “Wah, ini lagunya asik banget nih. Bayangin video klipnya kita main basket.” Terus, di studio kita semua pada menirukan main basket, a la-a la centil gitu. Menurut aku, itu lucu banget, dan bisa jadi cara efektif untuk membangun mood sehingga kita jadi mengerti kira-kira orang-orang yang dengerin mood-nya akan seperti apa.
Adakah pertumbuhan yang Andien rasakan pada dirimu sebagai penyanyi di album kedua, Kinanti ini?
Iya banget. Memang di album pertama aku cukup kental “warna ke-Elfa-annya”. Karena menurut aku, Bang Elfa punya warna tersendiri yang kayaknya semua orang yang belajar nyanyi di sana, ya, begitu bentukan suara dan penerjemahan akan lagu dalam menyanyikannya.
Dari semua lagu yang aku punya, lagu favorit aku ada di album Kinanti, judulnya “Berlayar”. Simply karena lagunya sangat-sangat mendamaikan hati, bukan kayak lagu pop yang biasa kita dengar
Nah, Mas Indra itu seperti menantang aku untuk menyanyikan lagu-lagu yang kayaknya keluar dari “warna Elfa”, walaupun bilangnya tidak secara eksplisit, ya. Cuma menurutku tantangan-tantangan itu datang dari musiknya begini, jadi nyanyinya nggak bisa terlalu panjang-panjang atau terlalu laid back. Jadi, ya, itu sih pertumbuhan yang aku rasakan. Dan mungkin interpretasi dari lagunya juga jadi beda dari album pertama.
Menyanyikan “Tentang Aku”, apakah kamu didengarkan kaset Jingga? Atau seperti apa prosesnya? Apa yang kamu rasakan ketika pertama kali mendengarkan lagunya?
Waw, ngomongin soal Jingga, another story lagi, nih. Justru sebelum bikin rekaman sama Mas Indra, aku sudah tahu banget Jingga. Dulu Mama-Papaku punya satu restoran yang ada karaoke dan kafenya di Depok. Tahun 1990an, kita pernah mengundang Jingga jadi bintang tamunya. Pada saat itu aku tidak tahu, baru tahu pas mereka manggung di restoran mamaku.
Aku suka banget sama Mbak Fe (vokalis Jingga), nyanyinya kayak effortless banget, terus lagu-lagunya Mas Therry juga bagus-bagus banget. Dari situ aku beli kaset Jingga dan hafal satu albumnya, sampai sekarang. Mungkin karena masih kecil biasa dengerin terus, jadi sampai sekarang juga hafal di luar kepala, masih suka menyenandungkan lagu-lagu mereka. Aku senang banget bisa menyanyikan lagu yang aku suka banget, super suka banget! Dan bisa membawakan dengan interpretasi yang cukup beda.
Waktu itu segelintir lah yang bisa terima album Kinanti. Tapi, yang aku bingung, semakin album itu berjalan 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun… malah semakin banyak orang yang appreciate sama album ini.
Andien kembali menyanyikan lagu Jobim di album kedua, Kinanti ini? Apa pertimbangannya?
Pertimbangannya: karena aku suka. Kalau ditanya sampai sekarang, siapa salah satu musisi favoritku, ya, Jobim. Dan, Mas Indra juga (suka Jobim). Tapi yang aku salut, pendekatan Mas Indra pada lagu Jobim di album kedua memang sangat berbeda dengan yang pernah aku nyanyikan di album pertama.
Andien punya lagu terfavorit dari album Kinanti? Apa sajakah?
Dari semua lagu yang aku punya, lagu favorit aku ada di album Kinanti, judulnya “Berlayar”. Simply karena lagunya sangat-sangat mendamaikan hati, bukan kayak lagu pop yang biasa kita dengar. Termasuk lagu yang paling jarang aku bawakan saat live. Tapi saat aku sempat bikin pertunjukan “Dan Lalu” dalam rangka 22 tahun berkarya, aku bilang ke Indra Perkasa, Music Director-nya, aku kepingin banget membawakan “Berlayar” jadi lagu opening. Pas preview, aku undang Mas Eq datang, dan aku bilang terima kasih banyak banget telah membikin lagu ini.
Setelah 20 tahun, gimana Andien melihat album Kinanti?
Aku melihat Kinanti adalah album sepanjang masa. Banyak yang bilang bahwa album Kinanti “kecepetan 20 tahun”. Pada masanya, nggak banyak yang bisa nerima, yang suka juga mungkin nggak banyak. Waktu itu segelintir lah yang bisa terima album Kinanti. Tapi, yang aku bingung, semakin album itu berjalan 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun… malah semakin banyak orang yang appreciate sama album ini.
Jadi benar kalau bisa dibilang Mas Indra itu visioner, visioner banget. Dan aku senang banget bisa menjadi.. apa ya… katalis dari visi tersebut. Dan aku juga melihatnya album ini kayak walaupun memang bukan massively diterima masyarakat Indonesia dari semua piramida, cuma menurut aku album ini justru membuka jalan banyak sekali musisi.
Mungkin dari album ini ada Maliq & D’essentials dengan lagu-lagunya, RAN dengan lagu-lagunya, dan terus bergulir sampai hari ini banyak sekali penyanyi yang ada di genre tersebut. Jadi aku melihat album ini menjadi pembuka jalan bagi musisi lain untuk berkarya.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
5 Band Punk Indonesia Favorit MCPR
Dalam perhelatan Festival 76 Indonesia Adalah Kita di Solo, kami menemui band punk-rock asal tuan rumah, MCPR sebagai salah satu penampil untuk mengajukan pertanyaan soal pilihan 5 band punk Indonesia favorit mereka. Sebelum membahas …
Fraksi Penemu Sepeda Bercerita tentang Hobi di Single Gocapan
Setelah merilis single “Olahgaya” 2023 lalu, Fraksi Penemu Sepeda asal Bogor resmi meluncurkan karya terbaru berupa single dalam tajuk “Gocapan” hari Rabu (23/10). Lagu ini menceritakan serunya pengalaman bersepeda sambil mencari sarapan pagi. …