Debut Album ROXX dan Perayaan Metal Indonesia

Nov 22, 2018

Ketika tersiar kabar bahwa ROXX akan merilis album debutnya, sepertinya itulah pertama kalinya “anak-anak aneh”—mereka yang menyukai musik rock/metal yang ekstrem– menunggu sebuah kaset rilisan lokal.

Mari kembali dahulu ke era kaset 1980an. Kala itu kaset-kaset Barat apa pun di Indonesia dijual masih tanpa izin dari label asalnya. Karena itu, segala musik dari Barat dirilis dengan sangat leluasa. Di sana ada jazz, pop, dan tentu saja rock! Di antara itu, ada mereka yang memilih untuk menikmati musik yang lebih keras lagi. Dalam perayaan heavy metal yang dipilih oleh tidak terlalu banyak anak muda, dengan band-band semacam W.A.S.P., Saxon, Krokus, Iron Maiden, dan Judas Priest, kaset Metallica sesungguhnya sudah mulai beredar pula. Tapi nama Metallica sama sekali bukan pilihan popular bagi mereka yang tidak memilih musik popular.

Kenapa? Karena Metallica terlalu keras atau terlalu rumit, atau lebih tepatnya akibat gabungan keduanya. Mungkin, ya. Sebenarnya saya tidak punya terlalu banyak contoh kasus untuk pernyataan ini. Namun cerita anak-anak ROXX sendiri di sebuah majalah menyatakannya, ketika drumer sekaligus motor band mereka, Arry Yanuar di tahun 1987 memutarkan album Master of Puppets kepada rekan-rekan band-nya. Para personil ROXX sekalipun pada awalnya tak bisa menerima musik Metallica! Tapi karena Arry meminta, jadilah ROXX pada 1987 untuk pertama kalinya menyertakan “Master of Puppets” di dalam reportoar panggung mereka.

Mirip dengan yang terjadi pada saya ketika pertama kali mendengar Metallica dari album … And Justice For All, dampaknya pun serupa: “Musik apa ini??”

Namun saya ada di periode yang berbeda. Saya menyimak Metallica pada 1989, lebih terlambat dari mereka. Saya membeli kaset Metallica karena penasaran dengan sebuah obrolan yang secara tak sengaja tertangkap telinga. Saya kelas 6 SD waktu itu, kala ada sekelompok kecil “bocah-bocah remaja awal” yang menyebut-nyebut klub bernama Pid Pub, musik bernama thrash metal, band mutakhir bernama Metallica, dan jagoan lokal bernama ROXX yang kerap membawakan lagu-lagunya. Oke, saya harus cari musik Metallica. Dan hasil awalnya, seperti yang telah diceritakan di atas. Tapi saya sudah merasa kepalang. Kaset itu akhirnya terus-terusan saya putar, sehingga mulai bisa menemukan “enaknya di mana”—sebuah awal yang bahaya untuk bisa jatuh hati dan sulit melepasnya lagi.

Secara kebetulan juga, tak lama setelah membeli kaset Metallica, di suatu hari saat pergi ke supermarket Dwima di kawasan Pondok Indah, saya melihat anak-anak muda gondrong sedang berkumpul di depan sebuah pub. Di sini ternyata letaknya Pid Pub, tempat ROXX kerap bermain bersama band-band rock/metal lainnya. Dan gondrong, selain mengisyarakatkan menyukai rock, juga memberi gambaran bahwa nampaknya mereka sudah kuliah.

1
2
3
4
Penulis
Harlan Boer
Lahir 9 Mei 1977. Sekarang bekerja di sebuah digital advertising agency di Jakarta. Sempat jadi anak band, diantaranya keyboardist The Upstairs dan vokalis C’mon Lennon. Sempat jadi manager band Efek Rumah Kaca. Suka menulis, aneka formatnya . Masih suka dan sempat merilis rekaman karya musiknya yaitu Sakit Generik (2012) Jajan Rock (2013), Sentuhan Minimal (2013) dan Kopi Kaleng (2016)

Eksplor konten lain Pophariini

Wawancara Eksklusif Ecang Live Production Indonesia: Panggung Musik Indonesia Harus Mulai Mengedepankan Safety

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Pophariini masih banyak menghadiri dan meliput berbagai festival musik di sepanjang tahun ini. Dari sekian banyak pergelaran yang kami datangi, ada satu kesamaan yang disadari yaitu kehadiran Live Production Indonesia. Live …

Daftar Label Musik Independen dari Berbagai Kota di Indonesia 2024

Berbicara tentang label musik tentu bukan hal yang asing lagi bagi siapa pun yang berkecimpung di industri ini. Mengingat kembali band-band yang lekat dengan label raksasa sebagai naungan, sebut saja Dewa 19 saat awal …