Di Bawah Radar : 5 Gitaris Berbakat Non Heroik

Dec 4, 2018

Berdasarkan tulisan 5 Vokalis di Bawah Radar Kita Semua yang sempat menuai komentar menarik di sosial media, maka timbul ide menarik untuk sekalian saja membuat rubrik khusus bertajuk Di Bawah Radar, di mana rubrik ini akan memberikan ruang untuk nama-nama, baik band dan musisi yang belum terlalu populer atau nama-nama populer yang memiliki elemen menarik tertentu yang jarang terlihat secara kasat mata.

Di edisi pertama (jika boleh saya sebut) saya akan membahas soal daftar 5 gitaris. Perlu digaris bawahi bahwa “radar” di sini adalah gitaris yang tidak pernah masuk ke dalam daftar gitaris Indonesia terbaik, bahkan tidak masuk dalam 36 Guitar Heroes Indonesia versi majalah Rolling Stone Indonesia.

Mereka juga hampir pasti jarang terpampang dalam poster-poster workshop dan/atau klinik gitar. Atau juga tampil ramai-ramai dalam sebuah grup bertema guitar hero yang memainkan solo panjang yang menakjubkan. Meskipun begitu gitaris di bawah radar ini adalah gitaris yang masih aktif dan punya ciri khas kuat di dalam gaya permainannya.

Mereka juga membuktikan kalau bisa bermain baik ritem sebaik bermain melodi-melodi yang sesuai kebutuhan lagu. Baik di dalam rekaman atau di atas panggung. Ada gitaris di bawah radar yang terlewat? Silahkan tambahkan di kolom komentar.

 

Fajar “Jarwo” Endah Taruna

Fajar “Jarwo” Naif. Foto: dok. Istimewa

Salah satu nama dalam dunia musik populer Indonesia yang jelas di bawah radar adalah Jarwo “Naif”. Nama Jarwo nyaris tidak pernah masuk ke dalam daftar gitaris terbaik Indonesia, juga tidak masuk dalam 36 Guitar Heroes Indonesia milik majalah Rolling Stone Indonesia. Meskipun begitu kekuatan permainan gitar Jarwo adalah di jarinya. Ia tidak pernah memakai alat-alat vintage yang mahal. Menurutnya tone gitar itu ada di jari tangan, bukan di alat-alat mahal. Dengan alat sederhana, ia lebih mengutamakan cara bermainnya. 20 tahun lebih mencipta lagu dan manggung dengan Naif yang mengharuskan bermain gitar dengan gaya retro/vintage, siapa sangka kalau ternyata sebenarnya ia adalah pengemar berat gitaris virtuoso Eddie Van Halen yang punya style permainan hardrock yang identik dengan tapping. Gaya permainannya ini bisa didengar dalam lagu “Dia Adalah Pusaka Sejuta Umat Manusia Yang Ada Di Dunia”.

 

Mohammad Istiqomah “Is” Djamad alias Pusakata (eks- Payung Teduh)

Is Pusakata. foto: Indra Gobenk

Senjatanya adalah gitar akustik nylon. Meskipun beberapa kali Is terlihat memakai gitar elektrik. Di bawah radarnya Is ini karena ia lebih banyak dikenal sebagai penulis lagu/penyanyi. Namun terlepas dari dua hal tersebut Is adalah pemain gitari nylon yang sangat berkarakter. Perhatikan isian ritemnya di lagu-lagu Payung Teduh, serta beberapa solo gitarnya yang sangat menarik. Salah satunya solo gitar di lagu “Angin Pujaan Hujan” yang sangat meliuk dan menari-nari sesuai kebutuhan lagunya yang bernuansa keroncong.

 

Warman Nasution (TOR)

Warman Nasution “TOR”. Foto: dok. Istimewa

Sangat minim gitaris funk di Indonesia, salah satunya gitaris/vokalis TOR ini yang kini justru aktif sebagai gitaris tambahan di berbagai band. TOR sendiri adalah band yang sempat merajai pensi dan festival musik di Jakarta pada tahun 2000an dulu dengan musik funk-nya yang agresif. Bersama TOR, Warman sempat merilis album Lorem Ipsum di tahun 2012. Meskipun kemudian TOR nya –mengutip ucapan Warman- “terlalu santai”. Namun Warman kini terlihat banyak membantu sejumlah band. Seperti Rock N Roll Mafia, Indische Party dan Hightime Rebellion.

 

Rahmat W. Triwibowo a.k.a. Om Robo

Rahmat W. Triwibowo a.k.a. Om Robo. Foto: dok. pribadi

Sebelum adanya gelombang the-so-called ‘surf band’ seperti The Mentawais, The Maguras sampai yang mendapat spotlight sekarang adalah The Panturas, Indonesia telah terlebih dulu mengenal The Southern Beach Terror sebagai (kalau tidak salah) yang pertama membawa aroma teror surf ini ke dalam kancah percaturan musik independen Indonesia. Bowo a.ka. Om Robo, sang gitaris juga frontman menempatkan sound gitar yang jadi ‘cetak biru’ gaya musik yang pada satu dasawarsa lalu masih dianggap aneh. Petikan-petikan tunggal dan cepat, pemakaian reverb dan fuzz yang berlebih kini menjadi dambaan bagi banyak gitaris yang memulai bermain di wilayah ini. Dan bahwa sekarang Om Robo pindah ke pesisir pantai Lombok dan melahirkan Sundancer, unit surf garage yang meledak-ledak, sangat kentara bahwa memang dirinya tak bisa dipisahkan dari musik pantai nan berisik ini.

 

Andi ‘Hans’ Sabarudin

Andi ‘Hans’ Sabarudin. Foto: dok. pribadi

Dia memang tak sepopuler Eross, Coki NTRL bahkan Ian Antono. Bahkan di dunia independen hari ini, namanya pudar ketika banyak gitaris seperti Rekti atau Rey Marshall yang lebih berada di garis depan. Namun jika anda menggali lebih dalam lagi ke dalam peta perjalanan musik independen Indonesia pada satu dasawarsa atau lebih, nama Hans menjadi sangat penting. Hans adalah gitaris juga musisi serba bisa yang berada di hampir setiap band independen yang naik daun saat itu. Sebut saja dari Sugarstar, The Upstairs, Blossom Diary, C’mon Lennon, Bite, Pandai Besi termasuk juga Efek Rumah Kaca. Soal tehnik, dia memang tak segarang nama-nama yang saya sebutkan tadi, namun jika anda rajin meneliti, maka cerah terlihat bahwa di balik sound 90-an bergaya mengawang-awang, riff dan melodi indah yang diciptakan band-band di atas termasuk juga Whistler Post, Seaside sampai Cleve, pasti ada nama Hans di sana.  

 

____

Eksplor konten lain Pophariini

Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota

Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …

CARAKA Suarakan Berbagai Emosi di Album Terbaru NALURI

Unit pop asal Tegal, CARAKA resmi luncurkan album bertajuk NALURI (15/12). Melalui sesi wawancara yang berlangsung pada Senin (16/12), CARAKA membagikan perjalanan band dan hal yang melatarbelakangi rilisan terbarunya.     CARAKA merupakan band …